Kencan Jay

34.9K 2.6K 579
                                    

Febri tertawa pelan sembari menunduk sekilas, "maaf, saya hanya bercanda." Katanya santai.

Namun gurauannya tidak mendapat reaksi apapun. Ratih maupun Wisnu masih terdiam kaku menatapnya tajam. Benar-benar suami istri yang serasi dimana mereka menampilkan raut yang sama.

"Disini saya tidak punya hak untuk menghakimi siapapun. Saya paham, yang dilakukan Kak Widya akan benar menurut Kak Widya sendiri. Begitupula dengan yang dilakukan Kak Kevin, dia pasti beranggapan semua yang sedang ia jalankan benar menurutnya sendiri. Dan juga kalian, akan beranggapan benar dengan semua perlakuan kalian selama ini." Febri menjeda sebentar,

"Lebih daripada itu, saya tidak mau disalahkan apalagi dilibatkan. Cukup Kak Widya saja yang kukuh dengan tindakannya. Saya akan membiarkan, saya juga tidak akan menyalahkan dia. Yaaa.. walaupun sebenarnya menyebalkan. Intinya, Om dan Tante ngomong sama saya buat jauhin Kak Kevin atau hal semacam itu, itu tidak berguna." Pungkas Febri.

Dia diam menunggu jawaban, tapi dalam beberapa menit lamanya Ratih maupun Wisnu tidak merespon. Hanya duduk diam memandangnya yang kini keheranan sendiri. Febri malah merasa suasana menjadi amat canggung karena mereka kompak sekali mendiamkannya.

Kepalanya menoleh perlahan keluar kafe. Bisa Febri lihat jika cuaca lebih mendung dibanding yang tadi. Ia juga lihat Anggun sesekali menatap kearahnya.

"Kalau begitu saya pamit saja, Om, Tante. Maaf bukannya gak sopan. Tapi takut hujan."

Febri tersenyum kaku, dia meringis saat akan berdiri. Rasa-rasanya dia sedang berhadapan dengan robot kalau begini. Karena tidak mendengar jawaban dari keduanya, Febri memutuskan untuk segera beranjak. Bahkan gerakannya terkesan buru-buru saat menggeser kursi untuk ia melangkah.

"Kalau begitu kenapa Kevin jadi begini?"

Kaki Febri berhenti saat ia baru saja mengambil satu langkah, dia menoleh dengan cepat melihat Ratih yang barusan berkata.

Umpatan kasar tertahan diujung lidah, Febri memaksa tersenyum saat Ratih menatapnya.

"Begini dalam hal apa Tante?" Mata Febri melirik sekitar, untungnya pengunjung kafe lebih memilih sibuk dengan kegiatan mereka masing.

"Seolah-olah dia begitu cinta sama kamu, seolah-olah kamu ini dunianya, bahkan ketika kami mengancam akan mengusirnya dia malah tertawa santai." Jawab Ratih.

Febri menghirup napasnya yang terkesan berat, dia kembali duduk dengan terpaksa lalu menatap wajah kedua orang dewasa didepannya.

"Bukan karena saya, Tante. Itu murni karena Kak Kevin meluapkan emosinya dengan menjadikan saya tumbal agar kalian berpikir kalau saya alasan bagi dia membatalkan pertunangannya."

Lalu kembali diam. Kedua tangan Febri mengepal karena gemas dengan orang tua Kevin yang malah diam lagi. Dia menghela kesal.

"Kak Kevin bukan barang, dia anak kalian. Jikapun Om Wisnu kesal karena nilai Kak Kevin lebih jelek dibanding Kak Liam itu bukan salah dia. Gak perlu pakai kekerasan. Marah wajar, menjadi tegas juga wajar. Bahkan lebih bisa masuk diakal kalau Om Wisnu otoriter dibanding memakai pukulan. Selama ini, dari Kak Kevin kecil sampai remaja begini kalian tau keinginannya gak? Atau misal kesukaan dia? Atau mungkin kalian pernah tanya dia suka atau enggak?"

Febri menatap mereka bergantian tapi jawaban yang ia inginkan masih belum ia dapat.

"Aku gak sopan sebenernya kalo nanya kayak gini, seolah aku itu menghakimi kalian yang sudah jadi orang tua. Tapi maaf sekali lagi buat Om sama Tante, aku gak ada hubungannya sama permasalahan kalian. Tapi Kak Kevin malah seret-seret aku dan aku juga jadi korban. Jadi maaf banget kalo aku ikut campur." Febri menjilat bibir bawahnya sebelum melanjutkan,

Pemuas MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang