PART 16

39.4K 1.3K 10
                                    

PART 16

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 16

°°°

Hari ini adalah salah satu momen paling bersejarah dalam kehidupan Mazaya. Setelah menyaksikan anggota keluarganya dibinasakan dengan cara yang sadis, sekarang dia harus menikah dengan pria yang sudah menghabisi keluarganya itu.

Saat ini, ia hanya bisa meratapi nasibnya. Cadar berwarna putih yang Mazaya kenakan, tidak cukup untuk menutupi derasnya air mata yang membanjiri pipinya.

"Nona, tenanglah." ucap Vega, saat melihat tubuh Mazaya bergetar hebat.

"Aku akan menikah dengan seorang Iblis, bagaimana mungkin aku bisa tenang?" lirih Mazaya terdengar piluh.

"Percayalah Nona, jauh didalam lubuk hati Tuan Emilio, masih tersimpan sedikit kebaikan. Jika nona berhasil menyentuh hatinya, sang Iblis itu akan berubah menjadi Malaikat." kata Vega, berusaha menenangkan Mazaya.

"Bagaimana bisa aku menghidupkan hati yang sudah mati? Hatinya sudah mengeras, hingga dia tak memiliki rasa ibah sedikit pun."

"Nona, percayalah dengab ucapanku. Tuan Emilio akan segera berubah." ujar Vega, dengan keyakinan penuh.

"Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Entahlah Nona, tapi saat melihat tatapannya padamu, aku merasa secercah harapan di matanya. Tuan akan segara berubah."

"Dia sudah membunuh keluargaku, bagaimana mungkin aku malah menikah dengannya? Lebih baik aku Mati." batin Mazaya bangkit dari duduknya.

"Nona, kau mau kemana?" tahan Vega.

"Aku akan mengakhiri hidupku." ucap Mazaya bersungguh- sungguh.

"Nona, kau tidak boleh seperti ini Nona, kau tidak ingat dengan keponakanmu? Dia masih kecil, dan dia sangat membutuhkanmu, Nona." balas Vega, berharap Mazaya tak melakukan hal bodoh.

...

Janji suci pernikahan telah dikumandangkan. Bersamaan dengan kata 'Sah' yang menggema, status keduanya telah berubah.

Sebesar apapun kebencian, tak akan merubah status suami- istri, Emilio dan Mazaya.

Pernikahan. Yah, Inilah keinginan terakhir Ayahnya. Entah harus bahagia, atau merutukki nasibnya. Mazaya mau tidak mau, harus menerima pernikahan ini. Bagaimanapun dia sudah sah menjadi istri Emilio, dimata agama dan hukum.

Setelah menyelesaikan rangkaian prosedur pernikahan, Emilio bangkit dari duduknya.

"Bubar kalian semua!" titahnya menatap penghulu dan para saksi satu persatu.

Semua menunduk patuh.

"Vega! Bawa dia ke kamarku!" suruh Emilio, yang dimaksud dia adalah Mazaya.

"Baik Tuan."

"Mari Nona." sambung Vega, menuntun Mazaya.

...

Tinggallah mereka berdua di dalam kamar Emilio.

Seringaian lagi- lagi terbit diwajah Emilio. Ia menatap gadis yang baru saja ia nikahi itu, tengah duduk di lantai seraya memeluk kedua lutut kakinya.

"Bangunlah." suruh Emilio, namun tak mendapat respon.

"Hentikan tangisanmu! Dan bangkitlah dari dudukmu!" bentak Emilio yang lagi- lagi tak mendapat respon.

"Kau benar- benar menguji kesabaranku!" sentak Emilio, mencengkram kuat lengan Mazaya.

"Apa kau bisu?" marah Emilio mendekatkan wajahnya.

Mazaya tak tahu harus berkata apa. Ia ingin sekali menyumpah- serapahi pria didepannya ini, tapi mengingat statusnya yang sudah menjadi seorang istri, membuatnya dilanda kebingungan.

Perlahan Emilio mengangkat tangannya. Tatapannya tak lepas sedetik pun, dari mata sang istri. Ia meraih ikatan cadar yang menutupi wajah Mazaya.

Mazaya hanya bisa pasrah, ia menutup matanya saat dirasa, kain itu perlahan terlepas dari wajahnya.

Emilio berusha meneguk salivanya. Ia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap wajah cantik wanita yang kini sudah berstatus istrinya.

"Bagaimana mungkin, ada wanita secantik ini?" puji Emilio dalam hati.

Ia hendak menyentuh wajah cantik itu, tapi dering ponsel berbunyi, menggagalkan aksinya.

"Ah sial!" umpatnya, tapi tetap menggeser simbol berwarna hijau di layar ponselnya.

"Ada apa?" tanya Emilio kesal.

"Maaf mengganggu, Tuan."

"Cepat katakan, ada apa?" tanya Emilio, tak sabaran.

"Sekelompok gengster, kini berhasil menyerang markas kita, Tuan."

"Apa? Dimana Vino?"

"Tuan Vino kini telah ditangani oleh petugas medis, karena dia terkena tembakan di punggungnya, Tuan."

"Sial! Aku akan segera kesana!" ucap Emilio mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Ia menatap Mazaya sekilas, tanpa berucap apapun, Emilio bergegas pergi.

Melihat Emilio pergi, Mazaya melepas kasar cincin yang disematkan dijarinya tadi. Ia melemparnya secara asal.

Menarik nafas, tubuhnya kembali luruh ke lantai. Air matanya sudah mengering, dan tatapannya pun menjadi kosong.

...

Lagi- lagi, Emilio menodongkan senjata tepat di kepala pria berseragam hitam, salah satu anggota, gengster yang sudah menyerang markasnya.

"Maafkan saya, Tuan. Saya hanya menjalankan perintah."

"Siapa yang memerintahmu?" tanya Emilio, dengan aura dingin.

"Aku tidak bisa mengatakannya, Tuan." kata Pria itu, memancing amarah Emilio.

"Aaaakhh!" jeritan langsung terdengar, saat Emilio menginjak kakinya dengan keras.

"Katakan, siapa yang menyuruhmu?" tekan Emilio memaksa agar ia membuka mulut.

"Bunuh saja aku, Tuan." ucap Pria itu, memohon. Rasanya kematian jauh lebih baik.

"Kematian terlalu mudah untukmu." sahut Emilio,dengan seringaian di wajahnya.

"Lakukan apapun padanya, sampai dia mau membuka mulut." tambahnya memberi perintah.

"Baik, Tuan." dua orang bertubuh besar, menyeret Pria itu secara brutal.

Menghela nafas, Emilio mengibaskan jas hitam yang ia kenakan.

°°°

Kamis/05/10/2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamis/05/10/2023

Di bawah naungan Sang Iblis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang