48. Tentang Syukur

39 1 0
                                    

"mungkin kamu pernah mengeluh, namun pastikan syukurmu jauh lebih banyak dari keluhanmu"

🕊️🕊️🕊️

2 tahun kemudian,

Hari-hari yang kulewati terasa lebih ringan ketika kulakukan dengan pikiran positif. Tidak ada prasangka yang membebaniku lagi. Mungkin sudah saatnya aku fokus pada tujuanku untuk memperbaiki diri. Ya, aku percaya sekarang. Dengan memperbaiki dan mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan memperbaiki kehidupan kita.

Jujur, aku masih menyimpan rasa pada Avan. Namun, aku akan berusaha menghilangkan rasa itu. Rasa itu memang tidak salah, namun aku sudah bertekad memasrahkan diri kepada Allah. Aku akan menerima takdir cinta yang akan Allah berikan kepadaku.

Allah memang maha membolak-balikkan hati manusia. Mungkin dua tahun lalu Kak Tian belum menerima lamaran Faisal untuk kak Aisyah. Namun, kabar baiknya kemarin sepulang dari Jogja kak Tian mengatakan kalau sudah menerima lamaran dari Faisal. Meskipun belum secara resmi. Ya, Faisal menepati janjinya kepada kak Aisyah untuk bersabar menunggu.

Aku ikut senang akan hal itu. Namun yang aku sedihkan, bila Kak Aisyah menikah dengan Faisal, artinya dia akan benar-benar menetap di Jogja. Kota kelahiran Bunda. Kota dengan sejuta kenangan yang sangat ingin ku ulangi lagi.

Pernikahan itu tetap akan dilaksanakan selesai Kak Aisyah menjalankan sidang kuliah. Kak Tian tetap ingin memastikan pendidikan Kak Aisyah tidak terganggu dengan masalah pernikahan. Katanya itu adalah pesan dari almarhum Ayah.

Nyatanya, jodoh itu memang benar-benar menjadi rahasia Allah. Dengan siapa kita akan berjodoh, tetaplah menjadi misteri yang tak akan pernah bisa kita tahu.

Dan untuk Kak Rozi, Alhamdulillah dia sudah menemukan tulang rusuknya yang hilang. Perempuan sholihah bernama Naira yang kutahu adalah kakak kelasku dulu semasa SMP. Perempuan cantik dengan tutur kata yang lembut. Perempuan yang berhasil membuat Kak Rozi jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.

Andai Khanza masih ada, dia pasti akan senang memiliki kakak ipar seperti Kak Naira. Karena ternyata Kak Naira adalah seorang novelis yang salah satu karyanya menjadi karya paling disukai oleh Khanza.

Kisah hidupku memang tak sehebat dan tak seindah milik orang lain, namun aku selalu bersyukur dengan semua peristiwa yang sudah kulalui selama ini. Semua kenangan indah maupun pahit, telah berhasil membawaku ke titik ini. Titik dimana Ashila telah menemukan kembali jati dirinya yang telah lama hilang. Titik dimana Ashila telah kembali pada Allah yang telah menciptakannya.

Mungkin banyak hal yang sudah kulewatkan begitu saja. Tentang Kak Aisyah yang memiliki kisah cinta yang tak mudah. Tentang Kak Rozi yang tiba-tiba menemukan perempuan Sholihah yang sangat cantik. Tentang Alya yang sudah berdamai dengan masa lalunya dan menerima Marko sebagai kekasihnya. Atau mungkin tentang Marko yang tiba-tiba datang ke rumah dengan raut bahagia karena cintanya diterima oleh Alya.

Semuanya berjalan begitu cepat. Tanpa kusadari, dan tanpa ku rencanakan. Dan itu semua terjadi karena adanya takdir. Takdir Allah yang begitu indah dan begitu hebat. Takdir Allah yang mampu merubah berbagai hal hanya dalam sekejap.

"Lo ngelamun aja La, ada problem?" Alya memandangku dengan sedikit khawatir, meskipun raut wajahnya tetap datar.

Aku tersenyum menatapnya. Memberikan jawaban lewat senyuman kalau aku baik-baik saja.

"Gue cuma bersyukur aja Al, ternyata semua sudah baik-baik saja."

"Maksud lo?" Tanya Alya tak paham.

"Gue pikir, hubungan gue dan kakak gue nggak akan pernah membaik. Tapi lo lihat sendiri, kita sekarang jadi sangat dekat dan saling berbagi cerita. Gue pikir, putus sama Avan akan ngebuat dunia gue hancur karena dia cinta pertama gue. Tapi nyatanya semua juga masih baik-baik saja."

Aku berhenti sebentar untuk menarik nafas dalam-dalam.

"Ternyata selama ini, hanya ketakutan yang buat gue jadi pecundang dan menyalahkan takdir. Padahal semua baik-baik saja, saat gue mau menerima takdir itu."

Alya meraih tangan kiriku dan menggenggamnya dengan erat.

"Lo mungkin bisa bilang baik-baik saja. Tapi lo nggak bisa bohong ke gue, kalau hati lo belum baik-baik saja. Lo masih berharap sama Avan?"

Pertanyaan Alya kontan membuatku terdiam. Dia tidak salah, apa yang diucapkan memang benar. Sampai sekarang aku masih belum bisa berhenti berharap. Meskipun selama ini aku sudah tidak pernah tahu bagaimana kabarnya.

"Bukannya yang bisa dilakukan manusia memang cuma berharap?"

"Lo bisa sakit hati lagi La." Peringat Alya.

"Itu sudah konsekuensinya, jadi lo tenang aja. Gue udah nyiapin mental buat semua yang akan terjadi nanti."

Aku jelas tahu, konsekuensi yang akan kudapatkan nanti hanya ada dua. Bahagia karena Avan yang menepati janjinya dan kembali kepadaku. Ataupun kecewa dan sakit hati karena Avan akan menjadi milik perempuan lain.

Konsekuensi yang kedua yang perlu ku persiapkan. Kembali merasakan sakit hati yang tidak ada ujungnya. Kecewa dengan harapan yang nyatanya aku buat sendiri.

"Lo, cinta banget ya La sama Avan?"

Aku tidak menjawab dan mengalihkan pandangan. Percuma saja membohongi diri.

"Lo yang bilang ke gue untuk selalu percaya sama takdir Allah kan La? Lo juga yang ngeyakinin gue kalau semua yang terjadi itu adalah hal yang terbaik untuk kita. Itu adalah pembelajaran hidup, supaya kita jadi pribadi yang lebih baik lagi."

Aku mengangguk, membenarkan ucapan Alya. Aku memang selalu berhasil memberikan motivasi padanya. Namun nyatanya, aku tidak pernah berhasil untuk menguatkan diriku sendiri.

"Apapun yang terjadi nanti. Lo harus tetap jadi Ashila yang seperti ini. Lo nggak boleh nyalahin takdir lagi. Gue nggak mau lo kembali ke masa lalu lo lagi." Ujar Alya dengan menggenggam erat tanganku.

Aku menatap matanya dalam. Kemudian memeluknya dengan erat.

"Thanks ya motivasi hidupnya. Sangat bermanfaat dan membangun sekali." Jawabku dengan tawa.

"Sialan lo, berasa motivator handal gue." Tukas Alya seraya tertawa keras.

Aku sangat bersyukur Allah masih memberikan teman sebaik Alya dan Marko untukku. Mereka menjadi orang yang datang disaat duka maupun suka. Mereka menjadi orang kedua setelah kakak-kakakku yang akan hadir menemani dan menenangkanku. Pertemanan kami sangat berharga.

Aku memang orang yang memiliki banyak keluhan di hidupku. Namun, kupastikan, mulai hari ini rasa syukurku akan lebih banyak dari keluhanku. Dan semoga Allah membantuku untuk tetap berada di jalan-Nya.

To Be Continue

Tinggal 1 part lagi Ashila akan selesai. Terimakasih karena masih setia menunggu kelanjutan cerita ini. Mohon maaf apabila tidak sesuai dengan ekspektasi teman-teman.

Tegur aku bila apa yang kutulis salah

Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Qur'an

22-11-23
nenins

ASHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang