Ngga akan ada kemajuan kalau kamu ngga ada niat dan tindakan nyata buat berubah
🕊🕊🕊
Tawaku dan Khanza menggema di sepanjang lorong sekolah. Melupakan sesaat masalah-masalah yang memberatkan hidup.
"Kamu bareng aku ya. Tuh ayah udah jemput." Ucap Khanza ketika melihat mobil om Arta sudah terparkir di pinggir jalan.
"Boleh deh." Jawabku dengan mengambil ponsel untuk memberi tahu kak Tian bahwa aku pulang bersama Khanza.
Namun pandanganku tak sengaja menatap motor yang sudah lumayan lama tak pernah kulihat. Aku sangat mengenali motor itu. Avan. Tidak salah lagi. Itu benar-benar motor milik Avan. Lalu dimana dia??
Aku mengedarkan pandangan di sekeliling sekolah, mencari keberadaan Avan. Namun aku tak menemukan dimana Avan.
"Aku disini." Ucap seseorang yang sedang bersandar di pohon mangga dekat parkiran motor guru.
"Avan." Kataku dengan tersenyum.
"Kamu pulang sama aku kan?" Tanya Khanza dengan tatapan tak suka mengarah pada Avan.
Aku menatap Khanza dan Avan bergantian. Aku tak ingin membuat Khanza marah padaku, namun aku juga tak ingin mengecewakan Avan yang sudah datang menjemputku.
"Za aku,,,"
"Ok ngga papa. Langsung pulang, hati-hati." Potong Khanza sebelum aku menyelesaikan ucapanku.
"Sorry ya." Kataku penuh penyesalan.
"Anterin pulang langsung kak, jangan dibawa kemana-mana." Kata Khanza memberitahu kak Tian dengan tatapan datar.
"Siyap Za."
"Aku duluan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawabku dan Avan bersamaan.
Avan berjalan mendahuluiki menuju motornya. Memberikan helm padaku.
"Kapan pulang?" Tanyaku.
"Tadi pagi."
Aku hanya mengangguk dan ikut naik di motornya. Kedua tanganku memegang saku jaketnya.
"Kamu tau ngga tiap naik motor berdua kaya gini aku berasa jadi Milea tau." Kataku pada Avan, dan kulihat dia tersenyum.
"Halah kisah cinta kita bakalan lebih asik dari Dilan sama Milea." Jawabnya sangat percaya.
"Tapi aku ngga mau kaya mereka yang pada akhirnya berpisah."
"Cukup percaya, aku ngga pernah main-main sama hubungan kita." Ucap Avan tegas dan menarik tanganku untuk melingkari perutnya.
Motor Avan berhenti tepat di depan rumahku. Dan kulihat motor kak Tian juga berada di rumah.
"Tumben ngga mampir-mampir dulu."
"Tadi kata sahabat kamu kan ngga boleh dibawa kemana-mana, harus langsung pulang." Jawabnya dengan merapikan rambutku yang sedikit berantakan karena memakai helm.
"Good boy. Omongan kamu bisa dipercaya."
Avan tersenyum, dan mengajakku masuk ke dalam rumah. Aku mengucapkan salam yang dijawab oleh kak Tian yang sudah duduk di sofa dengan sepiring nasi ditanganya.
Avan menyapa kak Tian sebentar sebelum duduk di salah satu kursi ruang tamu.
"Bareng dia?" Tanya kak Tian padaku yang kujawab dengan anggukan.
"Katanya sama Khanza?"
Aku hanya meringis mendapat tatapan tajam dari kak Tian. Lalu kuputuskan untuk menunggu kak Tian menyelesaikan makananya. Setelahnya kak Tian menyerahkan piring kotor padaku dan berjalan menghampiri Avan yang sedang duduk di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASHILA
Random"Kita selesai baik-baik. Maaf kalau aku menorehkan luka pada hatimu. Tapi percaya, aku tak pernah main-main. Kelak bila kita berjodoh, apapun rintangannya kita akan tetap bersatu." "Pergilah, aku ikhlas. Temukan dirimu yang sesungguhnya. Bila meman...