26. Hal Yang Paling Dekat

89 9 0
                                    

Jika ada hal yang paling dekat dengan diri kita dan selalu terlupakan bukanlah rasa kasih sayang dan cinta, melainkan ajal

🕊🕊🕊

Bahagia Abadi

Diary,
Aku tidak pernah meminta apa-apa pada Tuhan. Aku hanya ingin bisa hidup bahagia dengan orang-orang yang kusayangi. Bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat nanti. Ayah, Bunda, Kak Rozi, juga orang-orang yang kusayang termasuk Shila. Jujur saja aku sangat takut ketika mengingat bahwa dunia yang kutempati saat ini hanyalah sementara. Dan tentu saja aku ingin kelak di dunia yang abadi aku bisa bersama mereka.

Tanganku bergetar membaca tulisan Khanza. Bagaimana mungkin Khanza yang selama ini terlihat sangat religius masih takut untuk menghadapi hari akhir. Sedangkan aku, malah bersantai tanpa ada niatan untuk megubah sikapku.

Apa jadinya aku kelak? Mampukah aku menempati surga Allah yang diperuntukkan bagi mereka yang taat? Tentu saja tidak. Bila aku terus seperti ini, akan semakin jauh surga yang ingin kutuju.

"Dek, keluar yuk cari makan." Ujar Kak Tian di balik pintu kamarku.

"Iya Kak. Tunggu aku ganti dulu." Jawabku berteriak. Entah mengapa berteriak bisa menjadi hobiku.

Ini adalah awal. Ya aku harus memulai untuk merubah hidupku sendiri. Dan itu dimulai dari sekarang.

"Yuk Kak." Ajakku pada Kak Tian yang duduk memainkan ponselnya.

"Iya, ay,,,,yok. Nggak salah kostum?"

Aku tersenyum kearah Kak Tian yang menatapku tak percaya.

"Enggak, kenapa? Nggak cocok ya? Aku ganti deh." Ujarku hendak berbalik.

"Cantik."

"Selalu. Adik Kakak kan cantik semua." Jawabku dengan percaya diri.

"Kali ini lebih cantik dari biasanya. Gini terus ya."

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Kak Tian. Karena akupun berharap ini adalah awal dimana semua akan berubah. Termasuk penampilanku.

"Ayo, kita pergi kemana sekarang?"

Kak Tian tersenyum mencubit pipiku.

"Banyak tanya, dasar temennya dora."

Mungkin kalian berpikir penampilanku akan langsung berubah. Tetapi jawabannya tidak. Aku hanya mengenakan trining sekolah dengan hoodie oversize dan bergo biasa.

"Makan di mie pangsit Surabaya aja ya Kak." Ujarku.

Kak Tian langsung berbelok dan menghentikan motornya dan langsung menarik tanganku untuk masuk. Sambil menunggu Kak Tian memesan aku memilih duduk di pojok dan menatap sekitar. Mengetukkan jariku di atas meja.

Pandanganku menatap perempuan tak asing. Dan seketika mataku berbinar ketika yakin bahwa aku mengenalinya.

"Mbak Rahma, wah nggak nyangka ketemu di sini." Ujarku yang langsung duduk di sampingnya.

"Eh assalamualaikum, Shila."

Aku meringis tanpa merasa bersalah.

"Waalaikumsalam. Hehe, maaf salamnya ketinggalan." Ujarku malu.

"Kamu sama siapa cantik?" Tanya Mbak Rahma. Sedangkan aku masih tersipu malu karena pujian cantik dari Mbak Rahma.

"Aku sama Kak Tian Mbak." Jawabku yang melihat Kak Tian masih berdiri di samping penjual mie. Lalu tak lama kemudian mendekat ke arah kami.

ASHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang