20. Seperti Surga Yang Tak Dirindukan

159 9 0
                                    

sekeras apapun usahanya, kalo kalian ngga jodoh selamanya ngga akan bersama

🕊🕊🕊

"Kamu kenapa?"

Terang saja aku langsung berlari menghampirinya. Keadaanya sedang tidak baik-baik saja. Dan itu berhasil membuatku panik bukan main.

"Ngga papa kok." Kata Avan dengan santai.

Spontan aku melotot kearahnya. Hei baik-baik saja katanya? Bahkan kalau dihitung, kadar ketampananya berkurang 5% dari biasanya.

Dengan paksa kutarik tanganya untuk masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan perkataan kak Tian yang memintaku melepaskan tangan Avan.

"Jelasin kenapa bisa kaya gini?" Tanyaku penuh selidik.

"Aku berasa jadi tersangka kalau kamu nanyanya gitu." Katanya mencoba mencairkan suasana.

"Avan aku serius." Bentakku. Tak tahukan dia bahwa aku benar-benar khawatir. Tapi dia malah menanggapi dengan candaan.

"Maaf."

"Ayo coba jelasin kenapa." Kataku berlalu dari hadapanya untuk mengambil air dan peralatan lainya untuk membersihkan lukanya.

"Keserempet." Jawabnya pendek.

"Kok bisa?" Serangku dengan pertanyaan lagi.

"Bisalah. Pasti matanya lirik kanan lirik kiri ngliatin cewek." Sahut kak Tian dengan santai. Tanganya lincah memainkan hp.

"Ngga gitu juga kak." Kata Avan dengan sesekali ringisan dari bibirnya.

"Halah asmara anak muda, sudah hafal."

"Kakak sok tau deh, pacar aja ngga punya." Sindirku dengan tetap fokus mengobati luka Avan.

"Alhamdulillah kakak terhindar dari pacaran. Jadi ngga ada zina-zinaan." Kata kak Tian dengan mengelus dadanya seolah benar-benar bersyukur.

Avan yang mendengar penuturan dari kak Tian sedikit menegang, lalu kembali bersikap biasa saja. Entahlah dia merasa tersindir atau tidak, aku tak tahu.

Mungkin sifat kak Tian pada Avan memang sedikit berubah lebih baik. Tapi kak Tian tetap melarang kami pacaran. Dan itu tidak bisa di nego.

"Harusnya kesininya ngga usah buru-buru." Ucapku pada Avan untuk mengalihkan suasana kembali.

"Aku ngga buru-buru, tadi ada cewek nangis di jalanan dan dia bawa motor ngebut banget. Eh aku yang lagi santai nyetir tiba-tiba di serepet dari belakang. Ya otomatis roboh." Cerita Avan.

"Terus cewenya?" Tanyaku penasaran.

"Kok nanya cewenya sih? Harusnya nanya aku dong."

Mataku memutar jengah.

"Buat apa nanya, kalau kamunya aja udah dihadapanku. Cuma tangan kan yang lecet?"

Avan terkikik geli memandangku yang menampilkan wajah jengah dan muak.

"Hati-hati kisah surga yang tak dirindukan terulang kembali." Ucap kak Tian yang tetap fokus pada layar ponselnya.

"Maksudnya?" Tanya Avan tak mengerti dengan penuturan kak Tian.

"Kan ceritanya gitu Pras nolongin cewe yang kecelakaan di jalan terus cewenya dinikahin." Jelas kak Tian yang membuatku terdiam sejenak.

Perkataan kak Tian tak bisa ku hiraukan begitu saja. Karena saat Avan menceritakan tentang cewe itu, rasanya aku sudah merasa cemburu.

Tapi berbeda dengan aku yang was-was Avan malah mengerutkan bibirnya menahan tawa. Entah apa maksudnya.

"Jadi kak Tian suka juga ya nonton film kayak gitu. Sampe hafal jalan ceritanya." Ujar Avan dengan senyum-senyum menahan tawa.

"Ngeledek nih ceritanya" Kata kak Tian tak terima.

Avan meringis menatap kak Tian yang juga tengah menatapnya dengan mata tajam.

"Becanda kak. Abisnya tau aja film-film gitu."

"Gimana ngga apal kalo si bontot sukanya ngerengek minta di temenin nonton film." Jawab kak Tian kesal. Tapi percayalah, jika kalian berpikir kak Tian mengucapkan semua kata-katanya dengan nada tinggi kalian salah besar. Kak Tian masih menggunakan nada khas darinya. DATAR.

Obrolan terus berlanjut, hingga tanpa sadar waktu sudah semakin larut. Kak Tian yang sudah jengah menemani kami berdua mulai bosan, dan dengan terang-terangan mengusir Avan dari rumah.

Sebenarnya aku masih ingin Avan disini. Tapi dia harus segera pulang, karena besok akan kembali ke Jogja.

"Kak aku sekalian pamit ya, besok balik ke Jogja." Kata Avan saat berpamitan dengan kak Tian.

"Iya, kuliah yang bener, jangan pulang-pulang terus." Nasihat kak Tian yang entah beneran nasihat atau larangan agar Avan tak kesini terus.

Karena setiap Avan pulang ke Tuban, dia pasti menyempatkan waktu untuk datang kerumah.

Avan yang dinasihati seperti itu hanya tertawa menanggapi.

"Langsung pulang jangan mampir-mampir. Kamu harus istirahat." Kataku padanya. Dia memang harus istirahat cukup. Karena kembali ke Jogja dengan menaiki motor itu akan membutuhkan banyak tenaga.

Mengingat hal itu, aku jadi tambah khawatir, karena luka yang ada di lenganya. Belum lagi tubuhnya yang akan terasa sakit semua karena tragedi di srempet motor tadi.

"Aku jadi inget perkataan sahabat kamu tadi pagi." Katanya seraya tertawa pelan.

"Udah buruan pulang. Dilihat orang ngga pantes." Kata kak Tian.

"Ok ok aku pulang dulu ya. Kak, pulang dulu titip Shila."

"Saya lebih berhak atas Zahra. Dia adikku." Ucap kak Tian dengan nada mengejek. Jelas saja, dia lebih menang dari Avan.

Avan tersenyum, sebelum mengatakan sesuatu yang membuat kupu-kupu dalam perutku berterbangan.

"Maka dari itu, tolong dijagain. Sekarang kak Tian emang lebih berhak. Tapi nanti, aku yang akan lebih berhak dari kakak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawabku bersamaan dengan kak Tian.

Setelah motor Avan menghilang dari pandangan, kak Tian segera menarikku masuk ke dalam rumah.

Aku hanya diam dengan masih mempertahankan bibirku yang terus tersenyum.

"Ngefly, cuma dikasih janji palsu." Ucap kak Tian menghancurkan suasana bahagiaku.

"Avan tuh ngga gitu orangnya. Dia tepat janji kok." Kataku membela.

"Jangan seneng dulu, karena sekeras apapun usahanya, kalo kalian ngga jodoh selamanya ngga akan bersama."

Diam. Aku tak bisa menyangkal itu. Saat ini kami memang bersama. Entah untuk kedepanya bagaimana. Hanya Allah yang tahu.

TBC

🕊🕊🕊

Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak ya!
Karena dukungan merupakan kekuatan tersendiri untuk melakukan suatu hal. Untuk itu jangan lupa vote dan komen.

Terima kasih😊

Tegur aku bila apa yang kutulis salah.

Sebaik-baiknya bacaan adalah
Al-Quran

14-03-2020
nenins_

ASHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang