Terkadang rasa kecewa bisa hadir pada orang yang sangat kita percaya
🕊🕊🕊
Kehidupanku kembali seperti semula. Kesibukan sekolah, bermain basket, jalan bersama Khanza, dan mengerjakan tugas-tugas.
Sekarang aku sudah lebih ikhlas dengan perginya ayah. Karena dengan begitu ayah tak akan lagi merasakan sakitnya hidup di dunia ini.
Mungkin yang dikatakan kak Tian benar. Takdir hidup ini tidak selamanya akan indah dan tidak selamanya juga akan terasa sedih. Semua berjalan dengan semestinya. Naik-turun, jungkir-balik, dan entahlah. Yang terpenting aku percaya, semua jalan cerita di hidupku adalah yang terbaik untukku.
"Kak aku jalan dulu ya." Pamitku pada kak Tian yang tengah bersiap-siap.
"Mau dianter sekalian?" Tawar kak Tian.
"Ngga usah. Aku mau naik sepeda. Ada meeting sama anak-anak basket. Terus ada janji sama Khanza juga."
"Basket terus. Kapan kamu berhenti basket. Kamu cewek lo." Kak Tian keluar dari kamarnya dengan kemeja hitam yang lenganya digulung sampai siku.
Aku memperhatikan penampilanya dari atas sampai bawah. Tidak biasanya kak Tian rapi begitu. Kerja saja pakai baju casual.
"Keren kak. Makin ganteng. Mau kemana?"
"Kepo."
Aku tidak bisa menahan tawaku ketika kak Tian mengatakan kepo. Lucu sekali. Dan aku mulai curiga dengan kak Tian. Pasti ada yang spesial.
"Kakak mau ngelamar anak orang ya?" Tanyaku spontan.
Kak Tian tersenyum dan kemudian mencubit hidungku hingga memerah.
"Kamu mau punya kakak ipar yang kayak gimana emang?" Tanya kak Tian dengan mengenakan kaus kaki hitam.
Dengan cepat aku mendudukkan tubuhku tepat di sampingnya. Dan membisikkan nama perempuan yang kuyakini kak Tian memiliki rasa padanya. Siapa lagi kalau bukan mbak Rahma.
"Doakan saja ya. Udah kakak berangkat dulu."
"Kak, serius mau lamar mbak Rahma? Kok aku ngga di ajak." Protesku tak terima.
"Kalau ngajak kamu nanti ribet. Kamu banyak omong."
Sedih banget dikatain kakak sendiri banyak omong. Padahal menurutku aku termasuk orang yang cukup pendiam. Disaat tertidur maksudnya.
"Aku ikut." Kataku bergelayut di tangan kirinya.
"Yaudah ayo, cepet."
"Tapi kakak beneran kan mau lamar mbak Rahma?" Tanyaku memastikan lagi.
"Nanti kalau Allah menghendaki. Sekarang kakak mau ke acara pernikahan temen kakak."
"Ogah kalau kondangan. Pergi sana. Sukurin kondangan sendirian, kaya cowo nggak laku." Ledekku sambil menjulurkan lidah.
"Terserah kamu. Kakak berangkat dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah kak Tian menghilang dari pandanganku aku juga ikut pergi untuk bertemu dengan teman-teman basketku. Bukan untuk bermain. Hanya melihat dan berkumpul bersama mereka saja. Karena setelah ini aku harus pergi menemui Khanza. Tapi karena lama apsen dari basket, yah hitung-hitung silaturahmi.
"Eh La, dateng juga lo akhirnya." Sapa Alya saat melihat kedatanganku.
"Yoi, sorry jarang ngumpul."
"Santai aja, kita semua ngerti kok." Sahut Marko yang tengan mendrible bola.
"Tapi pakaian lo kok rapi banget. Main bola ngga harus serapi ini kali." Alya menjenjet sedikit kemeja yang ku kenakan.
Memang sih tidak biasanya aku berpakaian seperti ini. Hanya di acara tertentu saja.
"Cantik kan gue pakai baju kaya gini."
"Cakepan pake seragam sekolah La, soalnya lo pake rok. Jadi kelihatan makin seksi." Sahut Marko yang duduk di sebelah Alya.
Anak satu itu memang sedikit kurang ajar. Mulutnya asal jeplak. Tidak tahu sopan santun.
"Kurang ajar. Ngomong gitu sekali lagi gue tonjok lo." Ancamku dengan mengepalkan tangan kearahnya.
"Bercanda La. Tapi serius lo lebih keliatan cewek kalo pakai seragam. Orang yang ngeliat pasti mikir lo gadis yang cantik feminim. Padahal aslinya beuh, nggak lagi deh gue kena tonjok lo."
Aku dan Alya tertawa mendengar perkataan konyol Marko. Dia memang pernah terkena bogeman mentah dariku. Jelas karena perkataannya yang tidak sopan.
"Gue cabut dulu ya. Ada janji sama bidadari gue." Kataku pada Alya dan Marko.
Kutinggalkan Marko dan Alya yang masih heradu mulut. Saat ini tujuanku adalah pergi ke salah satu toko buku langgananku dan Khanza. Entah seberapa sering kami pergi kesana. Hanya untuk melihat-lihat buku baru.
Namun setelah sekian lama aku menunggu, Khanza tak juga datang. Awalnya aku berpikir dia hanya terlambat sebentar karena menunggu diantarkan kak Rozi ataupun om Arta. Tapi setelah dua jam menunggu, Khanza tetap tidak datang.
Jujur, aku mulai resah dan khawatir memikirkannya. Namun disisi lain ada rasa kecewa yang mengalahkan rasa khawatirku. Teguran keras pernah Khanza katakan padaku mengenai menepati janji. Disebut munafik. Tapi hari ini, dia sendiri yang tidak tepat pada janjinya. Bahkan untuk sekadar menghubungiku saja, Khanza tidak bisa.
Rasanya sangat sakit ketika aku sudah sepenuh hati datang untuk menemuinya, tapi dia malah mengganggap janji ini tidak penting. Padahal Khanza tahu ada jadwal basket rutin yang kujalani.
Lama sekali aku menunggu, hingga lelah kurasakan. Akhirnya dengan rasa kecewa kuputuskan untuk pulang. Meskipun ada harapan Khanza akan datang.
"Waalaikumsalam." Ujar kak Tian ketika aku melewatinya begitu saja.
"Kenapa nggak salam?"
Tak ada niatan untuk membalas perkataan kak Tian. Rasanya aku sangat lelah. Entahlah, tidak biasanya aku merasa marah seperti ini, apalagi kepada Khanza.
"Dari mana? Jam segini baru pulang."
"Main basket." Jawabku singkat.
"Main basket kok bajunya rapi gitu. Udah sholat maghrib?"
"Udah deh kak, aku capek. Kakak jangan ganggu."
Karena kesal aku mendorong kak Tian keluar dari kamarku dan menutup pintu dengan cukup keras.
Sungguh aku benar-benar merasa kecewa. Dan hal itu berhasil membuatku uring-uringan sendiri. Menghiraukan semua perkataan kak Tian. Hingga akhirnya kuputuskan untuk tidur. Melupakan sejenak kemarahan yang kurasakan. Besok akan kutanyakan pada Khanza. Ya besok.
T B C
Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk melanjutkan cerita ini. Bulan Ramadhan sudah hampir selesai. Bagaimana puasa kalian? Semoga lancar ya.
Mohon maaf bila cerita yang kubuat masih jauh dari kata baik. Dan terima kasih bagi yang sudah vote tiap partnya. Salam rindu dari aku. 😙😙😙
Tegur aku bila apa yang kutulis salah
Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Quran
16-05-2020
nenins_
KAMU SEDANG MEMBACA
ASHILA
Diversos"Kita selesai baik-baik. Maaf kalau aku menorehkan luka pada hatimu. Tapi percaya, aku tak pernah main-main. Kelak bila kita berjodoh, apapun rintangannya kita akan tetap bersatu." "Pergilah, aku ikhlas. Temukan dirimu yang sesungguhnya. Bila meman...