49. Sebuah Ungkapan

29 2 2
                                    

"Terima takdir dengan sepenuh hatimu untuk dapat menikmati hidup di dunia ini"

🕊️🕊️🕊️

Pagi ini hujan datang dengan derasnya. Langit kelabu ditutup pekatnya awan hitam. Matahari seperti enggan muncul untuk menampakkan sinarnya. Aku duduk di ruang tamu dengan secangkir teh panas yang masih mengepulkan asap.

"Dek, gimana kuliahmu?" Tanya Mbak Rahma yang tengah menyuapkan sarapan kepada keponakanku yang paling tampan.

"Hujannya rata Mbak, kuliahnya diganti zoom. Alhamdulillah bisa rebahan di rumah." Jawabku seraya tertawa.

"Alhamdulillah, cuacanya lagi kurang bagus soalnya. Hujannya sampai sekarang belum berhenti juga."

Sebenarnya aku sedikit gusar. Kuliah memang diganti dengan zoom. Namun ada hal lain yang membuatku tidak tenang. Ini mengenai sebuah janji. Yang apabila tak ku tepati, akan membuatku menjadi seseorang yang munafik.

"Semoga siang nanti hujannya reda ya Mbak." Ujarku dengan memandang jendela yang basah terkena derasnya hujan.

"Mau ke mana?

"Ada janji Mbak, nggak enak kalau aku nggak datang." Jawabku singkat.

"Sama siapa?"

"Teman."

"Ya semoga nanti hujannya reda. Kalau masih hujan, kamu hubungi temanmu. Bilang kalau ketemunya lain kali saja." Nasihat Mbak Rahma.

Aku hanya bisa mengiyakan perkataan Mbak Rahma, karena aku tidak akan nekat menerobos hujan untuk bertemu dengannya.

Menjelang Zuhur, Alhamdulillah hujan reda. Meskipun langit belum mau menampakkan sinar matahari, namun rintik air dari langit, sudah tidak menetes. Membuatku yang sedang makan siang segera bergegas ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap memenuhi janjiku.

"Jadi pergi?" Tanya Mbak Rahma yang melihatku sudah rapi dengan rok dan Hoodie tebal untuk menghalau rasa dingin yang menusuk tulang.

"Jadi mbak, hujannya juga sudah reda kok."

"Kenapa nggak besok aja sih? Mbak khawatir kalau hujannya turun lagi. Langitnya masih mendung." Ujar Mbak Rahma yang mencoba mencegahku untuk pergi.

"Aman Mbak, nanti kalau hujan, aku neduh dulu kok." Kataku mencoba meyakinkan.

"Aku berangkat ya mbak, assalamualaikum." Pamitku kemudian.

"Waalaikumsalam, hati-hati. Kalau sudah selesai langsung pulang."

°°°
Waktu menunjukkan pukul setengah 1 siang. Aku sampai di salah satu cafe yang ada di kota. Memesan coklat panas dan memilih untuk duduk di dekat jendela yang menghadap langsung ke luar cafe. Sehingga dari sini aku bisa melihat siapa saja yang datang ke cafe.

Tidak ramai kendaraan yang melintas di jalan raya. Mungkin karena habis hujan dan cuaca masih terlihat mendung.

Tak lama aku dapat melihat mobil brio yang memasuki tempat parkir cafe. Dan kemudian laki-laki dengan setelan kemeja warna navy keluar dari mobil.

Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku saat kami bersitatap. Dia ikut tersenyum dan berjalan masuk ke dalam cafe.

"Assalamualaikum, maaf telat." Ujarnya yang duduk di kursi seberang meja.

"Waalaikumsalam, nggak telat kok. Aku juga baru datang." Jawabku tersenyum.

"Udah pesen?"

"Sudah. Sorry nih, kamu pesen sendiri ya. Aku cuma pesen punyaku aja soalnya." Ucapku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang