22. Badmood

92 9 0
                                    

Mungkin kamu berpikir, semua tindakanmu adalah benar. Namun, ada kalanya sikapmu akan menunjukkan bagaimana dirimu

🕊🕊🕊

"Gue lagi nggak mau di ganggu. Lo paham nggak sih?" Bentakku pada Rian yang terus saja berceloteh seperti perempuan.

"Kalo kita nggak ngerjain tugas ini, kita bisa dihukum Shil."

Aku menatap tajam kearah Rian, berani-beraninya dia membangunkan macan betina disituasi seperti ini.

"Sekali lagi lo buka mulut, gue hajar lo." Ancamku padanya.

Moodku hari ini benar-benar buruk. Sebenarnya ini sekolah atau apa? Kenapa mudah sekali bagi Khanza untuk mendapat izin tidak masuk. Benar-benar tidak masuk akal.

Rencanaku untuk menginterogasinya gagal begitu saja. Karena lagi-lagi Khanza izin untuk pergi ke Surabaya. Entah apa yang sebenarnya di lakukan di sana. Tidak mungkin jika neneknya terus-terusan sakit hingga membuatnya harus pergi ke sana.

Disini aku mulai curiga ada suatu hal penting yang disembunyikan dariku. Tapi sepenting apa?? Sampai dia tidak pernah cerita padaku. Kadang aku merasa dia sama sekali tidak pernah menganggapku sebagai sahabatnya.

"Woi bengong aja lo." Seseorang mengagetkanku dengan mendorong bahuku. Membuat emosiku semakin tersulut.

"Ngajak berantem lo." Tanyaku pada Marko yang dengan santainya meletakkan sikunya di bahuku.

"Selow Shil. Lo mah sensian amat. Lagi dapet? Atau lagi pms?"

Demi apapun aku sama sekali sedang tak ingin di ajak becanda. Yang aku ingin saat ini hanya melampiaskan seluruh kekesalanku. Menghajar Marko, mungkin akan seru. Tapi aku masih waras untuk melakukan itu di area sekolah. Kasihan guru BK kalau terus menasihatiku.

"Ko, lo mau gue kasih hadiah nggak?" Tanyaku padanya. Dia malah menatap penuh minat dan antusias.

"Eh serius? Gue nggak ulang tahun tapi."

"Nggak papa, gue cuma mau nyenengin lo doang kok. Sekalian ngeregangin otot-otot di tubuh gue." Ucapku dengan mengepalkan tangan di hadapan Marko. Membuatnya gelagapan karena panik.

"Sumpah Shil, gue udah kapok pernah lo tonjok waktu itu. Nggak lagi deh." Katanya memelas.

Meskipun sedikit nakal dan susah di atur, ku akui kalau Marko adalah laki-laki yang baik. Dia memang sering berantem dengan anak sekolah kita sendiri ataupun dengan murid sekolah lain. Tetapi dia tidak pernah sekalipun berani nyakitin hati perempuan. Sedikitpun tidak pernah. Aku yang menjadi saksi bahwa Marko adalah laki-laki baik. Akan tetapi orang-orang selalu beranggapan salah menilai Marko. Karena mulutnya yang suka ngelantur ngalor ngidul.

"Lo kenapa sih? Butuh pelampiasan? Ayo gue temenin main baaket." Ujarnya seolah mengetahui perasaanku.

"Gue nggak papa. Entar pulang sekolah jangan pulang dulu. Kita duel di lapangan. Yang berhasil masukin banyak bola ke ring harus traktir bakso." Tantangku pada Marko.

"Halah segala lo nantangin gue. Dilihat dari segi fisik, lo udah kalah duluan Shil. Bilang aja kalau minta traktir. Nggak usah pake tantangan segala." Ucapnya santai sambil meletakkan kembali tangannya di pundakku.

Mataku menatap tajam ke arah tangannya. Dan dia hanya nyengir mengusap pundakku pelan.

"Berani nggak?"

"Langsung makan bakso aja deh. Masa gue lawan elo." Ucapnya bernegosiasi.

"Lo ngeremehin gue?" Nada suaraku meninggi.

ASHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang