"Family above all."
***
Hingar bingar suara kekehan yang jelas adalah sebuah formalitas bertaut bersama alunan melodi yang berasal dari sebuah grand piano yang terletak di tengah ruangan, menjadi pusat perhatian puluhan pasang mata yang memandang dengan menilai namun tetap tersenyum seolah-olah memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada wanita di balik alunan musik indah itu.
"She is good, isn't she?" Suara berbisik yang berasal dari sebelah kanan membuat pria berkacamata itu mengalihkan pandangannya dari pertunjukan yang sedang berlangsung.
Sebelah alis pria itu terangkat seraya memandangi wanita yang nampak berusia pertengahan lima puluh. Rambut wanita itu digulung dengan tataan yang elegan ditambah pemanis yang menggantung di kedua telinga. Kening wanita itu berkedut, memperlihatkan guratan-guratan halus pertanda kisah hidup.
Gemas, wanita itu melayangkan pukulan ringan pada pergelangan pria berkacamata itu. "If you have a perfect function sight, you will definitely find her performance good."
"Can't you see? I'm wearing glasses, which means penglihatan aku buruk, Ma."
Tanggapan bernada sarkastik itu sukses saja membuat wanita itu mencebik kesal.
"Satya, Satya, kamu bisa nggak 'sih sekali aja buat Mama happy? Apa susahnya buat setuju dengan pendapatan Mama?"
Satya, atau lebih tepatnya Prasatya Bima Kalingga mendengus. Ia hafal betul tingkah sang mama. Athala Kalingga, sang Mama ingin menjeratnya ke perangkap bernama pernikahan.
"Karena kalau Satya setuju pasti setelah kita pulang Mama langsung mengupas tuntas kehidupan wanita itu lalu memikirkan EO mana yang pantas diajak kerjasama untuk pernikahan kami."
"Mama nggak salah kalau mulai ribet ngurusin kamu yang nggak nikah-nikah ini, Sat. Kamu itu udah tiga puluh satu tapi lagaknya masih sok muda. Kalau kamu nikahnya telat nanti kamu udah nggak punya stamina lagi terus itu bisa memperlambat buat produksi anak—"
"Thirty-one isn't that old, Ma," balas Satya seraya meraih gelas champange dan menegaknya hingga tandas. Kalau terus terjebak dalam pembicaraan terkait pernikahan bisa-bisa kepalanya pecah. Sudah cukup ururan pekerjaan yang membuatnya pening.
Tidak mau kalah, Athala menanggapi, "Kamu harus contoh Ganesh, dia menikah diusia muda."
"And look at him now? Dua puluh tujuh dan sudah menjadi seorang duda. Mama mau aku begitu?"
"I am right here, Mas Sat and thank you very much for mentioning my status." Ganesh yang duduk di seberang Satya menimpali. Pria berlesung pipi itu hanya menggeleng seraya menyantap hidangan yang telah disediakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terlarang
RomanceKalingga #1 Gianna Anastasya adalang sang bunga terlarang. Sang bunga indah nan menawan yang seharusnya hanya dipuja, dilihat dan didamba dalam diam. Sayangnya, terdorong oleh obsesi, Prasatya berubah dari seorang pengagum menjadi sang pemetik. Di...