Tangkai 20: Black Rose

2.2K 262 33
                                    

"Sometimes even the greatest love faces rejection

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sometimes even the greatest love faces rejection."

***

Irama jantung Satya saring berlarian bersamaan dengan tarikan dan hembusan nafas yang terburu-buru. Peluh menghiasi kening, netra bergerak liar menyusuri setiap sisi yang dipenuhi oleh orang-orang dengan seragam putih hijau.

Remasan pada jantungnya semakin terasa kuat, menghalau dirinya untuk bernapas dengan baik. Sekujur tubuhnya diselimuti oleh takut yang luar biasa hingga melangkah mendekati ruangan sang bunga terasa begitu berat. He should have known that something was wrong from the way she walked away. He should have followed her just like he always did.

Satya termenung di depan pintu berwarna putih, meremas kedua tangannya dengan cemas. He is never afraid of anything, but right now his entire being is filled with dread. Baru saja ia hendak membuka pintu itu, sosok dokter yang terlihat berusia pertengahan empat puluh keluar dengan ekspresi penuh penyesalan.

Dokter bernama Dwi Hanung itu menutup pintu dengan cepat, lalu menepuk pundak Satya prihatin.

"Kami mohon maaf, Pak. Bayi anda dan Ibu tidak bisa kami selamatkan."

Rangkaian kata musnah dari benak Satya. Ia bahkan tidak bisa mendengarkan apa yang selanjutnya dikatakan dokter kepadanya. Yang berputar dalam pikiran Satya hanyalah fakta bahwa Gianna hamil and now she lost her baby.

Langkah kaki Satya gontai saat memasuki ruangan itu. Pandangannya langsung jatuh pada wanita yang tengah terbaring lemah dengan wajah dibasahi oleh air mata. Matanya yang indah membengkak, pun rambut yang senantiasa tertata kini menjadi sangat berantakan.

Satya terpaku. Bunganya yang begitu indah kini tengah kehilangan kehidupannya.

"Tolong tinggalkan saya sendiri."

Mengambil langkah ragu, Satya mendekat. Ia hendak meraih bahu Gianna, berniat memberikan sebuah dukungan namun wanita itu menepis tangannya hingga membuat Satya memejamkan mata menahan pedih.

"Kamu tidak apa-apa?"

"As you can see I am alive."

"That's not what I am asking. Are you okay, Gianna?"

Pandangan Satya tidak pernah lepas dari Gianna. Ia mengamati bagaimana wanita itu mengelus perutnya beberapa saat sebelum bahu mungilnya bergetar disusul dengan isak tangis yang berhasil membuat Satya ingin membunuh seseorang.

"Saya turut berduka atas kehilangan kamu."

Gianna mendongak. Wajah yang penuh dengan kesedihan itu memandangnya dengan pandangan penuh kemarahan.

"Keluar!"

"Gianna!"

"Keluar!"

Bunga TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang