Tangkai 14: Snapdragon

2K 239 6
                                    

"And when rage takes over, even a gentleman can be a monster

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"And when rage takes over, even a gentleman can be a monster."

***

Tubuh Gianna bergerak tidak nyaman bersamaan dengan matanya yang perlahan-lahan terbuka. Kemilau lampu menyoroti matanya, memaksa dirinya untuk menutup diri kembali. Aroma kuat sandalwood menyerbu penciumannya.

Sisa-sisa kesadaran Gianna kembali dengan cepat hingga wanita itu melompat dari ranjang tempatnya terbaring entah untuk berapa lama. Ia menelusuri ruangan asing itu dengan perasaan penuh teror, takut jika ternyata Galih berhasil membawanya kembali.

"Kamu sudah bangun?"

Pintu berwarna coklat terbuka menampilkan sosok Satya. Wajah pria itu tidak tampak baik. Jejak-jejak lelah terpampang nyata dalam bentuk kantung mata yang semakin gelap. Kerutan halus nampak di kening pria itu begitu tidak mendapat jawaban.

Satya mendekat, berniat memberikan segelas air yang ia pegang pada Gianna namun wanita itu mengambil langkah mundur.

"Aku mau pulang," tegas Gianna seraya melirik pintu seolah itu adalah jawaban dari semua kebingungannya. "Aku mau pulang, Mas," ucapnya sekali lagi.

"Kamu istirahat sebentar ya? Semalam kamu demam cukup tinggi, Na. Mas khawatir–"

"Aku mau pulang!"

Sekarang raut wanita itu terlihat defensif. Pandangannya nyalang, memperlakukannya seperti seorang musuh lagi.

"Nggak, kamu tetap di sini."

Satya menghapus jarak mereka, hendak menyentuh bahu Gianna namun wanita itu justru berteriak histeris.

"Jangan sentuh! Aku mau pulang sekarang. Please let me go."

Mengambil langkah mundur seraya mengangkat tangan, Satya mengalah. "I am not going to touch you, okay? Do not be scared of me. I will not do anything. So, please sit and drink your water first."

"Setelah itu aku boleh pulang?"

Satya mengangguk meski tahu bahwa ia tidak akan membiarkan wanita itu pergi dari hadapannya sebelum ia yakin kondisi Gianna benar-benar membaik.

Satya memberi wanita itu ruang. Ia mendudukkan bokongnya di kursi yang berjarak cukup jauh dari Gianna seraya memerhatikan gelagat wanita itu. Netranya kembali terfokus pada bercak kemerahan di leher wanita itu dan bayangan betapa berantakannya Gianna malam kemarin kembali masuk ke pikirannya.

Tangan pria itu mengepal, amarahnya meletup-letup bagaikan lava yang siap untuk dimuntahkan. Ia memiliki perkiraan tentang apa yang terjadi namun tidak berani menyuarakannya.

"Gimana perasaan kamu sekarang? Sudah lebih baik?"

Gianna mengangkat pandangan, "Iya."

"Gianna, do you need my help?"

Bunga TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang