"The love and comfort we seek."
***
Sometimes we had no choice but to let go. Kenyataan memang seperti itu. Sering kali, berkeras diri hanya untuk mempertahankan ego hanya akan terus menghasilkan luka yang tak memiliki ujung, luka tersebut hanya akan semakin menganga lalu kemudian membusuk.
Rasa benci itu masih bersarang, sedikitpun tidak ada peluang untuk menghilang. Namun, hal itu hanya bisa Gianna biarkan sampai malam kemarin. Ia tidak bisa lagi menyimpan kebencian itu dan dengan terang-terangan memperlihatkan pada Satya.
The love between them has put him into a difficult condition, dan Gianna tidak berniat untuk membuat kekasihnya semakin menderita. What they seek is peace, if there is hate even towards each other's family, it would be impossible to reach.
Jadi, Gianna berakhir bersama Satya tepat di depan ruang rawat Dianne Kalingga. Mereka tidak datang untuk mengucapkan maaf, tetapi untuk melepaskan segala ikatan yang mengekang mereka untuk bahagia. Satya dengan rasa bersalah, dan Gianna dengan kebencian.
"Kamu yakin? You don't have to do this for me, Na. Mas akan baik-baik saja."
Gianna menggeleng singkat, meraih tangan Satya untuk digenggam, membagikan kegelisahan yang sejak tadi sudah mulai menguasainya. Bohong jika Gianna tidak takut. She is beyond scared to meet the one behind her misery. Tanpa bertemu pun terlalu banyak kenangan yang sering datang, sehingga ia tidak bisa membayangkan apa yang mungkin akan terjadi padanya jika bertemu tatap langsung dengan sepasang mata dingin milik Dianne Kalingga.
Pintu ruang rawat itu berderit, kemudian terbuka hingga menampilkan sosok Kinara yang terlihat tidak baik-baik saja. Mata wanita cantik itu memerah, pun wajahnya kehilangan warna. Kinara melirik sekilas pada tautan tangan pasangan di hadapannya sebelum berlalu tanpa berusaha untuk bersikap ramah. She has a lot on her plate to mind other people's business.
"Kinara..."
"Don't mind her," kata Satya cepat. Pria itu menuntun agar kepala Gianna kembali menghadap ke depan. "Sudah siap?"
Jantung Gianna bertalu dengan irama yang liar, namun mulutnya justru berkata iya seolah-olah tidak ada beban yang tengah menimpa bahunya.
"I am with you, my love."
Ya. Satya bersamanya. She has no reason to be afraid.
Begitu memasuki ruangan tersebut, Gianna dapat melihat sosok Dianne Kalingga yang terbaring lemah, terlihat begitu tak berdaya–sama sekali tidak berbahaya. Who would've thought that Dianne was the very same woman who hurt her.
"Eyang, Satya datang."
Bagaikan mendengarkan alarm bahaya, kedua mata Dianne terbuka dengan begitu cepat–menemukan sosok cucu bodohnya serta wanita yang membuat tekanan darahnya selalu naik setiap memikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terlarang
RomanceKalingga #1 Gianna Anastasya adalang sang bunga terlarang. Sang bunga indah nan menawan yang seharusnya hanya dipuja, dilihat dan didamba dalam diam. Sayangnya, terdorong oleh obsesi, Prasatya berubah dari seorang pengagum menjadi sang pemetik. Di...