Tangkai 36: Begonia

1.8K 212 26
                                    

"Mercy is not for those who don't know kindness

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mercy is not for those who don't know kindness."

***

Seorang Athala Kalingga duduk di ruang tamu kecil rumah Gianna. Tentu saja hal itu merupakan sebuah pemandangan yang aneh dan juga langka. Wanita yang selalu tampil anggun itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, menilai baik-baik kondisi rumah sederhana itu. Kondisinya tidak buruk, namun jelas jauh berbeda dari yang diinginkan.

"Maaf, saya hanya punya teh biasa, Bu," ucap Gianna seraya meletakkan secangkir teh di hadapan Athala.

Gianna duduk, berusaha sedemikian rupa agar tidak terlihat khawatir. Sejujurnya, Gianna tidak begitu takut akan dilukai secara fisik, sebab sebelumnya sosok Athla pun jarang turut campur jika dirinya diperlakukan dengan tidak baik. Ibu dari Satya itu lebih sering diam serta memandangnya kasihan dan merendahkan pada saat yang sama. Weird, she knows that.

Tanpa diduga, Athala meraih cangkir teh tersebut lalu menyesapnya pelan-pelan–begitu anggun seolah ia sedang berada dalam jamuan teh yang sering didatanginya setiap minggu bersama istri rekan bisnis suaminya.

"Tidak buruk," mulai Athala. "Tapi tidak cukup bagus untuk dihidangkan ke saya."

Gianna meringis, meskipun begitu tidak terlalu sakit hati akan penuturan tersebut sebab memang hal yang disampaikan adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah. Jika keluarga Kalingga berada pada puncak piramid, maka Gianna berada di tangga kedua ataupun tiga dari bawah. Bagaimana mungkin ia bisa menyamai standar yang dipakai oleh Kalingga.

"Mau diganti air putih saja?"

"Tidak perlu. Saya datang bukan untuk itu." Athala meletakkan handbag hermes berwarna rose gold yang sejak tadi seolah melotot kepada Gianna. "Saya yakin kamu paham betul alasan kedatangan saya kali ini. Jadi, seharusnya tanpa berkata panjang lebar kamu akan mengerti, kan?"

"I am willing to hear, tetapi bukan berarti saya akan menuruti semua permintaan Ibu Athala."

Jari-jari lentik Athala yang dihiasi oleh cincin dengan permata yang berkilauan itu diketuk-ketukkan pada lutut, seolah tengah menunggu waktu yang tepat untuk berhenti lalu mengeluarkan cakaran yang tajam.

"Saya tidak suka melakukan permainan kotor, apalagi kalau sampai hal itu membuat Satya membenci ibu kandungnya sendiri, jadi dengan kerendahan hati, saya harap kamu mau meninggalkan anak saya."

"Mengapa anda tidak meminta Mas Satya yang meninggalkan saya? Kenapa harus memberikan semua bebannya pada saya? You see, He is the one who holds onto me like he's holding on to his dear life. Apa anda pikir saya tega melepaskan dia?"

"Kalau dia akan mendengar, maka saya tidak akan membuang-buang waktu untuk menemui kamu." Athala melipat kaki. "Coba kamu pikirkan dengan kepala yang jernih, hubungan kalian ini tidak punya masa depan. Jika kalian melanjutkannya akan lebih banyak penderitaan dari pada bahagia. Apa hal yang seperti itu yang kamu cari saat memilih pasangan? Tidak, kan? You choose your partner to be happy."

Bunga TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang