Tangkai 7: Hemlock

2.9K 283 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Be it threat or sweet words, both work just fine."

***

Entah mimpi apa ia sebelum terbangun sehingga ia bisa terperangkap dalam situasi yang sangat tidak masuk akal ini. Mau bagaimanapun Gianna berusaha untuk mencerna semua yang tengah terjadi rasanya masih sulit, ia bahkan berpikir bahwa sekarang bukanlah kenyataan malah hanya sebuah ilusi karena kurang tidur.


"Kenapa masih beridiri di situ? Duduk, Gianna," pinta Satya seolah-olah dialah sang pemilik rumah. "Saya boleh minta air?"


Tadi pria itu masuk ke dalam kediamannya tanpa rasa sungkan. Memindai setiap jengkal yang bisa netranya raih dengan saksama lalu duduk dengan santai tanpa tahu malu. Dan sekarang berani-beraninya menyuruhnya ini dan itu.


Menghembuskan napas berat, Gianna akhirnya menuruti perintah pria itu. Mengambilkan segelas air kemudian duduk berhadap-hadapan.


"Ada hal penting apa yang perlu Mas Satya katakan sampai harus datang ke rumah saya di waktu yang tidak pantas?"


"Are you okay?"


Meski kebingungan, Gianna menjawab. "Seperti yang Mas Satya bisa lihat, saya baik-baik saja. Mas tidak mungkin datang hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting seperti itu 'kan?"


"Kabar baik dan buruk kamu penting untuk saya."


What the hell?


Kesadaran Gianna benar-benar kembali sekarang. Ia berhasil mencerna kalimat Satya yang bukan main anehnya.


"Selama beberapa hari ini apa ada orang asing yang mengganggu kamu?"


"Ada." Kalimat Gianna sengaja dipenggal. Wanita itu menatap Satya sinis. "Mas Satya orangnya."


Ujung bibir Satya berkedut, tertahan untuk membentuk sebuah senyuman. Ia merunduk, menyembunyikan raut geli dari pusat perhatian Gianna.


"Selain saya, ada lagi?"


"Tidak ada. Apa ada yang perlu saya khawatirkan?"


Satya menggeleng pelan. "Tidak. Saya hanya ingin memastikan sesuatu." Kemudia pria itu berdiri, berjalan ke arahnya dan dengan gilanya merapikan rambut Gianna dengan jemarinya tanpa meminta izin. "Dari tadi rambut kamu membuat fokus saya pecah," ucapnya sebagai sebuah pembelaan atas kelakuannya. "Saya pamit dulu."


Gianna tergugu. Terlalu bingung harus berucap atau bertingkah yang benar. Rasanya benar-benar seperti sebuah mimpi yang aneh.


"Oh by the way..." pandangan Satya turun dari wajah Gianna ke bawah, berhenti tepat di ujung pakaian tidur Gianna yang hanya berada di batas paha dan lutut. "You may want to change you piyama to proper clothes before taking a visitor into your house. A stranger at that."


Bunga TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang