Tangkai 32: Yellow Carnation

1.6K 215 50
                                    

"It's always the expectation that kills us

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"It's always the expectation that kills us."

***

Tamparan dengan kekuatan penuh itu menyentuh pipi Satya, menyisakan sobekan pada ujung bibir. Rasa kuat dari darah memenuhi rongga mulut, hampir mendorong perut untuk mengeluarkan seluruh isinya.

"Apa kamu gila?!"

Malam ini entah sudah berapa kali kata gila disematkan pada Satya, ia bahkan tidak lagi menghitung. They weren't wrong though, and honestly, Satya understand their frustration regarding this situation. But what to do? He has no plan of taking his words back.

"Kamu ini sudah dewasa, pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan." Satria membalik badan, enggan memandang putranya. "Otak itu dipakai, Mas. Kamu pikir dampak tingkah gilamu itu kecil? Nggak, kamu mencoreng nama keluarga kita."

"Karena itu Satya akan menghapus nama Kalingga—"

Kalimat Satya terpenggal karena sebuah buku tebal melayang ke arahnya, lalu berhasil mengenai pelipisnya.

"Kamu benar-benar mempermalukan Papa, Mas. I've never been ashamed of you, but you just make me lose my face."

Satya mengepal kedua tangan di samping tubuh, berusaha menahan diri untuk tidak meluapkan emosi. Papanya sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk diajak berbicara sehingga hal terbaik yang bisa ia lakukan hanya menerima semua bentuk amarah yang ditujukan kepadanya.

"Putuskan dia. Papa nggak mau tahu, pokoknya besok hubungan kalian harus selesai."

"Satya nggak akan—"

"Kamu dari tadi dengar Papa bicara atau tidak?! Mau kamu menjadi bahan tertawaan saat berada dalam kumpulan rekan bisnismu? Namamu itu, Mas, akan rusak cuman karena seorang wanita yang gantinya bisa dicari dengan mudah."

"Kalau Gianna bisa diganti, maka Satya nggak akan tersiksa selama bertahun-tahun, Pa."

Satria berbalik, menatap putranya nyalang. "Kamu benar-benar akan memilih wanita itu?!" Tak ada jawaban yang Satya berikan. "Lakukan sesukamu, tapi ingat, setelah ini di mata Papa kamu sudah mati."

Satya tidak akan berbohong dan mengatakan bahwa kalimat tersebut tak menyakiti hatinya, faktanya ia sangat terluka. Ia bisa paham jika eyangnya yang berkata hal itu, tetapi papanya yang selama ini tidak pernah menunjukkan reaksi permusuhan dengan Gianna membuatnya sedikit terpukul.

"Wanita itu akan menderita karena kamu."

"Satya yang seharusnya menderita. It was me who lured her into this relationship. I begged and begged until she gave in and accepted my feelings. If someone has to be punished, it should be me."

Bunga TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang