"Poison after poison."
***
Rumah Gianna adalah definisi kehangatan yang nyata. Setiap sisinya terlihat sentuhan personal dari Gianna ataupun Calistha. Pigura-pigura yang ditata dengan sedemikian rupa, sebuah sejarah pengukuran tinggi yang Satya yakini pasti milik Gianna terlihat telah memudar, kemudian pemilihan warna-warna pastel yang menyenangkan hingga tak ada kesan kaku yang bisa ditangkap mata.
Duduk bersama dengan Calistha di ruang tamu milik wanita paruh baya itu masih terasa seperti mimpi yang begitu jauh untuk disentuh, namun ternyata disinilah Satya berada.
Postur tubuhnya tegap, kedua tangan diletakkan di atas paha, dan senyumnya terpasang sempurna. Seharusnya Calistha bisa melihat betapa niatnya ia dengan semua ini.
"Kamu benar, Gianna yang membawa kamu datang," mulai Calistha, masih dengan nada suara datar yang tidak begitu bersahabat.
Satya masih mempertahankan senyumnya, lalu membalas. "Terima kasih karena Bu Calistha sudah menyambut saya dengan hangat."
Tanpa dapat ditahan, Calistha memutar bola mata. Jemu dengan permainan kata Satya. Dari bagian mana hangat bisa dirasakan saat ini? Sejak awal melihat Gianna di depan pintu rumah tidak sendiri, suasana hatinya sudah buruk terutama sosok yang dibawa adalah orang yang tidak diharapkan. Namun wanita itu tetap diam dan tidak meninggikan suara, tidak juga menyeret Gianna masuk karena tahu bahwa apa yang telah terjadi semua atas kehendak Gianna sendiri.
"Bukannya ini terlalu cepat? Seingat saya belum lama Gianna menangisi seseorang karena pria yang disukainya sudah berpaling," singgung Calistha. "Dan sekarang bahkan belum genap tiga bulan sejak kejadian itu tapi kamu sudah berani datang menemui saya. Menurutmu itu bukan tindakan gegabah?"
"Untuk apa menunggu sampai waktu tertentu saat saya sudah sangat siap dan yakin dengan apa yang saya miliki dengan Gianna?" Satya bergerak ke kanan, mendekatkan posisi dengan Calistha. "Mungkin terdengar seperti omong kosong, tetapi saya sudah memiliki rencana masa depan yang solid bersama Gianna."
"Dapatkan dulu restu orang tuamu baru bicara seperti itu. Sekarang ini kamu hanya penuh bualan."
Satya paham dengan keraguan ibu dari Gianna. Hal tersebut sangat wajar mengingat bagaimana keluarganya dulu memperlakukan Gianna, namun ia bukan tipe yang menunggu hingga pihak lain luluh terlebih dahulu. Satya akan terus maju sampai akhirnya mendapatkan yang ia inginkan.
"Kedatangan saya selain untuk menyapa adalah untuk membahas rencana saya kedepannya, Bu." Satya melirik ke belakang, masih belum menemukan Gianna yang tadi diminta untuk segera bersih-bersih oleh sang ibu. "Dalam dua minggu akan ada pengumuman pertunangan antara Kalingga dan Winata, jadi kehebohan akan mulai dari saat itu. Setelah itu, pengumuman lain akan datang dari saya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terlarang
RomantikKalingga #1 Gianna Anastasya adalang sang bunga terlarang. Sang bunga indah nan menawan yang seharusnya hanya dipuja, dilihat dan didamba dalam diam. Sayangnya, terdorong oleh obsesi, Prasatya berubah dari seorang pengagum menjadi sang pemetik. Di...