"The last step before a goodbye."
***
Dalam hidupnya, Satya sangat jarang merasa penuh rasa bersalah setelah melakukan hal yang sekiranya tergolong buruk, namun kali ini perasaan itu datang tanpa ampun membuat penilaiannya sering kali kabur. Jika saja tidak mengingat Gianna, maka tekadpun bisa lemah.
Pria itu bersandar pada daun pintu dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada, memandangi kekasihnya yang terlelap di atas ranjangnya.
Pelan-pelan ia mendekat, menduduki bagian ujung ranjang. Tangannya terangkat untuk membelai puncak kepala Gianna, terlalu lembut hingga tidak berhasil mengganggu tidur Gianna.
"Maafkan Mas, ya," guman Satya pelan lalu mengecup kening Gianna hati-hati.
Pria itu mengganti posisinya, tidur menyamping dengan lengan yang dipakai sebagai penyangga kepala. Netranya tidak lepas sedikitpun dari Gianna seolah tengah berusaha mengukir kekasihnya dalam ingatan.
Lama sekali waktu yang ia habiskan dalam kebisingan pikiran hanya dengan memandangi Gianna sampai akhirnya ia jatuh tertidur, tertelan lelah yang sudah ditahan sangat lama.
Ketika malam berganti dan sinar berhasil menyelinap di antara celah gorden, barulah Satya kembai tersadar.
Pria itu terbangung kaget, netranya sibuk terarah kesegala arah lalu terhenti pada tempat kosong di sampingnya.
Gianna?!
Dengan langkah terburu-buru dan dengan kesadaran yang separuh bahkan belum terkumpul, ia meninggalkan kamar lalu menemukan Gianna duduk manis seraya menyaksikan tayangan berita dari salah satu acara gosip murahan yang kebetulan tengah membahas titik-titik hitam dalam keluarganya.
"Na?" Panggilnya pelan hingga Gianna mengalihkan pandangan.
Wanita terkasihny tersenyum, meskipun begitu raut kesedihan tidak dapat disembunyikan. Mata kekasihnya masih sangat bengkak, pun wajahnya terlihat sangat pucat. Sesungguhnya, Satya yakin kondisinya sendiri tidak lebih baik dari Gianna. Both of them are exhausted beyond measurement.
Satya mendekat, duduk tepat di samping Gianna lalu membawa tubuh kekasihnya agar bersandar bersamanya. Keduanya larut dalam diam, memilih fokus menyaksikan pemberitaan tentang keluarganya yang mulai terdengar dilebih-lebihkan. Tidak ada yang salah sebab inilah yang Satya inginkan–nama keluarganya tercoreng hingga membuat eyangnya malu bahkan untuk mengangkat kepala.
"Nama Dianne Kalingga memang tidak pernah lepas dari kata kekuasaan. Saya yakin, semua warga Indonesia yang up to date dengan kehidupan dari golongan yang mereka labeli old money ini pasti pernah setidaknya mendengarkan desas-desus bahwa komisaris utama Kalingga Group itu sering menyalahkan kekuasaan. Salah satu buktinya adalah, hilangnya kabar tentang penggelapan pajak yang pernah terjadi sepuluh tahun lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terlarang
RomanceKalingga #1 Gianna Anastasya adalang sang bunga terlarang. Sang bunga indah nan menawan yang seharusnya hanya dipuja, dilihat dan didamba dalam diam. Sayangnya, terdorong oleh obsesi, Prasatya berubah dari seorang pengagum menjadi sang pemetik. Di...