Vote Sebelum baca 🌟
Iris melangkah tanpa ragu. Terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Meninggalkan desa yang menjadi tempatnya berlindung selama tiga Minggu belakangan ini.
Desa yang memberikannya banyak kenangan indah di awal. Dimana dia pernah merasa begitu diperhatikan, disayangi, dan diperlakukan sangat baik oleh semua orang.
Namun, apalah arti manis di awal jika diakhiri dengan menyebalkan dan menyakitkan.
Orang-orang yang awalnya memperlakukannya dengan sangat baik berpaling dalam sekejap mata. Membalikkan badan tanpa ragu. Berniat menusuknya dari belakang.
Iris paham bahwa uang sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup. Hanya saja, dia sangat terkejut melihat orang baik hati dan perhatian sekalipun bisa berubah semudah itu karena uang.
"Aku begitu mudah tertipu dan terlena oleh perhatian orang lain. Untuk ke depannya, aku tidak boleh seperti ini lagi. Aku tidak boleh mempercayai orang lain. Aku harus membatasi diri."
Gadis cantik itu mengangguk pasti. Ya, mulai sekarang dia tidak boleh mempercayai siapapun. Dia tidak boleh kecolongan untuk kedua kalinya.
Masih untung niat busuk orangtua Agatha dan Baul lebih dulu diketahuinya sehingga dia bisa pergi sebelum fajar menyingsing.
Kalau tidak, sudah pasti mereka menangkapnya dan menyerahkannya kepada para ksatria. Lalu, berhasil mendapatkan imbalan yang dijanjikan Dylan.
Iris refleks bersembunyi di balik pohon ketika melihat beberapa orang ksatria sedang berpatroli. Menahan nafas tanpa berani bergerak akibat takut ketahuan.
"Akhh! Melelahkan! Sejak kita datang ke sini, kita selalu berurusan dengan para bandit."
Iris menggigit bibir bawahnya gusar kala ksatria itu berjalan semakin dekat ke tempatnya bersembunyi.
"Setelah pulang, kita harus segera melaporkan situasi ini ke Yang Mulia Kaisar agar masalah bandit segera terselesaikan. Kasihan para penduduk yang hidup dalam ketakutan."
"Kirimkan surat saja. Aku tidak yakin kita memiliki kesempatan melapor ke Yang Mulia Kaisar secara langsung karena kita belum berhasil menemukan Nona Iris."
"Sebenarnya siapa Nona Iris itu? Kenapa Yang Mulia sangat ingin menemukannya? Apakah gadis itu sudah menyinggung Yang Mulia?"
"Dasar bodoh! Tentu saja Nona Iris itu gadis pujaan hati Yang Mulia. Mustahil Yang Mulia memberikan imbalan sebesar itu untuk mencari seseorang yang tidak berharga baginya."
"Ckck. Secantik apakah gadis itu hingga mampu membuat Yang Mulia menggila?"
"Sangat cantik. Kau belum pernah melihat potretnya?"
"Pernah, tapi aku ingin melihat kecantikannya secara langsung. Terkadang, potret itu bisa saja menipu mata. Di gambar terlihat sangat cantik sedangkan aslinya sangat jelek."
Iris baru bisa menghela nafas lega kala mereka melewatinya begitu saja. Tanpa menyadari kehadirannya karena keduanya sibuk mengobrol.
Setelah memastikan ksatria menjauh dari tempatnya berada, Iris langsung berlari sekencang mungkin. Menjauh sebisa mungkin.
Nafas Iris tersengal-sengal sehingga terpaksa berhenti sejenak. Duduk di bawah pohon sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas.
Setelah beristirahat sejenak, bukannya kembali semangat melarikan diri, Iris malah merasa sangat kelelahan dan kehausan.
"Hidup menjadi buronan ternyata sangat menegangkan dan menyusahkan." Gumamnya lelah.
****
Hening, sunyi, dan mencekam.
Semua orang tertunduk takut merasakan tatapan tajam Dylan.
Tak ada yang berani bersuara ataupun mengangkat kepala di hadapan Dylan.
Mereka terus tertunduk sambil meremas tangan gugup. Keringat dingin bercucuran di pelipis mereka. Jantung mereka terus berdebar kencang akibat terlampau takut. Telapak tangan mereka mendingin meski cuaca sangat panas.
"Jadi, kenapa kalian baru memberitahu ksatria setelah Irisku pergi?"
Suara berat dan mengintimidasi Dylan memasuki gendang telinga mereka. Membuat mereka menelan saliva kasar.
"Apakah kalian mau tahu akibat menyembunyikan kekasih seorang Grand Duke?" Tanya Dylan penuh ancaman.
"Maaf, tuan. Saya tidak bermaksud menyembunyikan Nona Iris. Saya ingin memberitahu para ksatria, tapi Agatha sangat keras kepala. Dia menahan saya agar tidak memberitahu para ksatria." Papar Baul. Menyalahkan Agatha atas segala hal yang terjadi.
Agatha menatap Baul tak percaya. Begitupun orangtua Agatha.
Agatha mengepalkan tangan kesal ketika semua kesalahan dilemparkan kepadanya.
Gadis itu mengangkat kepalanya. Berusaha menatap Dylan. "Maaf, tuan. Saya memang menyembunyikan Zoey dari para ksatria karena saya tidak ingin Zoey kembali ke keluarga yang hendak menjualnya."
Dylan menatap Agatha dingin. "Menjualnya?"
Agatha mengangguk kuat. "Zoey bercerita kepada saya bahwa dia melarikan diri dari keluarga yang ingin menjualnya ke bangsawan. Mana mungkin saya tega membiarkan Zoey dibawa kembali ke dalam keluarga sampah seperti itu. Saya ingin melindungi Zoey meskipun harus kesusahan membantunya bersembunyi." Jelasnya takut-takut.
Dylan tersenyum miring. Rupanya Iris menggunakan trik itu untuk membuat orang lain bersimpati dan menolongnya.
'Kau sangat pintar, Iris.' pujinya dalam hati.
"Maaf, tuan. Apa benar tuan kekasih Zoey? Bukan orang yang membeli Zoey?" Tanya Agatha memberanikan diri.
Dylan tertawa menyeramkan. "Dari siapa aku harus membelinya? Orangtuanya saja sudah meninggal dunia."
"Jadi tuan benar-benar kekasih Zoey." Cicitnya pelan.
Dylan bangkit dari kursi. "Datanglah ke pernikahan kami di masa depan. Iris pasti bahagia melihat teman yang membantunya muncul di depannya." Seringainya.
Tidak sabar menangkap Iris dan membuat Iris sadar bahwa pelarian yang dilakukan gadis itu hanyalah pelarian sia-sia dan membuang-buang waktu.
23/9/23
Kuy spam komen, ntar ku kasih double up 😼
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Wife
FantasySkripsi. Alasan Levia meninggal dunia. Alasan menyedihkan sekaligus paling konyol disepanjang sejarah. Lebih menyedihkannya lagi, jiwa Levia masuk ke dalam novel sebagai Iris. Tokoh utama wanita tersembunyi di dalam novel. Wanita yang sebenarnya sa...