Ch 15. Simpanan Bapak Pejabat

9.4K 29 2
                                    

Sinopsis:

Lanjutan dari seri Gisel, Dion, dan Linda di Ch 11-14

Ini adalah kisah Linda.

Setelah turun pangkat jadi pelayan, Linda dibully oleh Gisel untuk melayani Pak Tarno, pria paruh baya beranak tiga yang adalah supir Dion.

Melihat kecemburuan Gisel, Dion memutuskan untuk memberikan Linda kepada seorang pejabat sebagai bagian dari deal yang sedang dikerjakan perusahaannya. Bagaimana nasib Linda sekarang?

***

***

Cuplikan:

Selesai Linda mandi, Dion sudah tidak ada.

Setelah menunggu selama beberapa menit, Linda memutuskan untuk mencari Gisel di kamarnya.

Gisel sedang berdiri di depan kaca lemari memoleskan makeup ketika Linda mengetuk pintu.

"Nona sudah siap?" Linda bertanya.

Gisel menoleh. Mata gadis itu bergerak naik turun mengamati penampilan Linda. Alisnya yang tebal langsung berkerut.

"Kamu mau pakai itu ke mall?" Gisel bertanya dengan nada ketus. "Jelek sekali."

Linda menunduk untuk mengamati pakaiannya. Ia memakai rok sepan selutut dan blouse tipis. Tanpa bra, Linda tahu jiplakan payudaranya terlihat, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya karena itu adalah perintah Dion.

"M-memangnya apa yang salah dengan pakaian saya, Nona?" Linda bertanya.

"Kalau kamu nggak niat pakai baju, bilang aja," Gisel menggerutu.

"M-maksudnya?"

Belum sempat Gisel membalas, Pak Tarno muncul dari belakang Linda.

Pria paruh baya dengan kulit sawo matang itu menggaruk kepalanya merasa canggung. "Anu, Non, mobil sudah siap."

"Sebentar, Pak," Gisel membalas sambil menarik tangan Linda masuk ke dalam kamar. "Karena kamu nggak minat pakai baju yang pantes, gimana kalau kita ganti dulu baju kamu, Lon. Sini lepasin baju kamu."

Sebelum Linda paham apa maksud Gisel, perempuan yang lebih muda beberapa tahun darinya itu sudah menarik blousenya dengan kasar. Tidak mengenakan bra, dada Linda yang besar langsung tumpah.

"A-apa-apaan," Linda memprotes sambil mencoba menutupi dadanya yang telanjang dari pandangan Pak Tarno yang mendelik dari pintu kamar.

"Ayo turunin tanganmu," Gisel berkata. "Lalu lepaskan rokmu."

Linda menggeleng. "Nggak mau."

"Kamu nolak?" Gisel bertanya dengan nada penuh ancaman. "Apa aku perlu kasi tahu om Dion kalo kamu nggak nurut?"

Linda bisa merasakan mukanya memanas ketika menggeleng.

"Kalau begitu, turunkan tanganmu lalu lepas rokmu."

"T-tapi Pak Tarno ada di sana—"

"Loh, lonte kan suka kan kalo dilihat teteknya, ngapain malu? Lagian Pak Tarno nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Malahan, siapa tahu Pak Tarno bisa bantu kasih saran baju buat kamu ke mall."

"I-iya, Bapak bisa bantu kok, Neng," Pak Tarno menjawab dengan cepat sambil mengangguk keras. Mata pria berkulit sawo matang itu melekat ke dada Linda yang tidak bisa disembunyikan meski di dekap erat. "Bapak pintar milihin baju. Bener, deh."

"Tuh, kan," Gisel bersorak. "Cepat, turunin tanganmu lalu lepas rokmu."

Linda bisa merasakan tenggorokannya kering. Sadar ia punya pilihan, perlahan Linda menurunkan tangannya dari dekapan dan memelorotkan roknya ke bawah.

Begitu rok Linda menggulung di pergelangan kaki wanita itu, mulut Pak Tarno langsung membuka. Jakun pria itu bergerak naik dan turun sementara matanya menjelajah tubuh Linda yang telanjang bulat. Pria beranak tiga itu merasa bagaikan ketiban durian runtuh. Badan istrinya di rumah tentu tidak sebanding dengan makhluk yang kini berdiri di depannya. Kulit putih bersih, payudara sebesar melon, gundukan tembem yang sempit, tubuh Linda mengingatkannya akan bintang film panas dari jepang.

Pak Tarno bisa merasakan benda di antara kakinya mulai mengeras.

Gisel membalik dan mengaduk isi lemari. Ia kemudian menarik keluar sebuah gaun yang diserahkannya ke Pak Tarno.

"Ni, Pak. Coba bantu Linda pakai bajunya."

"Siap, Non!" Pak Tarno dengan sigap meraih baju dari tangan Gisel dan membawanya ke arah Linda.

Pria berkulit sawo matang itu mengangkat gaun ke atas kepala Linda dan menariknya turun.

Tangan pria itu dengan sengaja menyambar ujung payudara Linda dan membuat Linda tersentak kaget.

"Eh.... M-maaf, Neng. Tidak sengaja." Pak Tarno memberi alasan sambil nyengir kuda.

Gisel mengamati beberapa saat kemudian menggeleng.

"Tidak cocok, lepasin lagi, Pak," gadis itu memerintah.

"Baik, Non." Pak Tarno menarik gaun Linda turun dan membiarkan gaun itu melorot jatuh ke bawah.

Ketika Pak Tarno membungkuk untuk memungut, Gisel menyela, "Biar Lonte yang pungut, Pak. Bapak berdiri aja di situ."

Linda menahan napas, tahu apa maksud Gisel. Gadis itu ingin ia membungkuk dan memberi Pak Tarno tontonan bagian belakang tubuhnya yang tidak bercelana dalam.

-------------------------------cut-------------------------------

Complete version ada di karyakarsa atas nama: dfedfe

Link di profile




Unholy [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang