4 : Acquilla

161 85 76
                                    

'Menjadi seseorang yang kuat, bukan berarti mampu menahan segalanya. Bahkan hal sepele pun kadang tak mampu ditahannya. Ini membuktikan bahwa tak ada siapa pun yang benar-benar tangguh.'

-Alatha.

***

    "Re... Lepasin, Re.. Tolong!!!" jerit Alatha.  Mereka bertiga tak menghiraukan jeritan Alatha. Mereka lebih memilih pergi sambil tertawa terbahak-bahak.

    Alatha mendengar suara langkah mereka yang perlahan redup. Ia menangis sambil menunduk. Dadanya rasanya sesak.

    "Tolong...." rintih Alatha dengan suara yang memelan.

    Pikirannya kini berkalut-kalut. Hatinya gundah. Yang ia pikirkan hanya cara untuk bisa lepas dari ikatan ini. Ia tidak mau bermalam di kelasnya itu.

    Alatha mengumpulkan semua tenaganya untuk menjerit sekeras-kerasnya. Mana tahu ada orang yang masih ada di sekolahnya.

    "Tolongg!!!! Tolonggg!!!" jerit Alatha meminta tolong. Berulang kali ia ucapkan dengan suara keras, namun hasilnya nihil. Ia tak mendapati seorang pun yang datang untuk membantunya.

    Alatha melihat ke arah jam dinding kelas yang ada tepat di hadapannya. 17:23 WIB. Alatha langsung menghentak-hentakkan kakinya dan menjerit sekeras-kerasnya, lagi dan lagi.

    "Tolongin guee!!!!"

    "Tolongg!!!!"

    Teriakan Alatha bagaikan berada di tengah hutan yang tak berpenghuni. Tak ada satu orang pun yang datang kepadanya.

    Alatha menunduk. Wajahnya sudah memerah dengan pipi yang sudah basah oleh air matanya. "Gue mau pulang..." lirihnya.

***

    Sore itu, Galang dan teman-temannya masih nongkrong di warung tempat mereka biasa nongkrong. Warung yang biasa mereka sebut dengan 'Wartik' alias 'Warung Bu Cantik'. Mereka memberikan nama seperti itu karena Bu Sari, sang pemilik warung, selalu merasa cantik.

    Ia selalu bertanya, "Ibu cantik, kan, hari ini?" Mereka pun dengan senang hati menjawab, "Iya, Bu, cantik." Padahal bu Sari termasuk wanita yang sudah berumur.

    Tempat itu sudah menjadi basecamp anak Acquilla. Karena setiap saat, warung itu selalu diisi oleh mereka.

    Sekadar informasi, Acquilla adalah nama sekumpulan anak laki-laki SMA Wijaya yang beranggotakan lima orang inti, yaitu Zio, Leonard, Marley, Ferran dan Galang.

    Mereka memberikan nama geng mereka seperti itu, karena Acquilla berasal dari kata Aquilla yang berarti burung Elang. Mereka berharap bisa berpegang teguh dengan satu tujuan dengan mengepakkan sayap dengan gagah bagaikan sang Aquilla.

    Lanjut ke perbincangan ringan mereka.

    Leon, Marley dan Ferran sibuk berbincang-bincang sambil tertawa ria, sedangkan Galang masih fokus dengan benda pipih yang berada di hadapannya.

    "Eh, Ran. Gimana hubungan lo sama si Rayna? Lancar?" tanya Leonard membuka topik pembicaraan.

    "Lancar, lancar," balas Ferran sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

    "Wah, mantap lo, Ran. Lengket bener hubungan lo kayak lem setan, gak lepas-lepas," ucap Leon ngaur sambil bertepuk tangan.

    "Hahaha, iya, lah. Emang kayak lo?" sahut Marley yang berada disamping Leonard. Leon langsung memalingkan wajahnya menghadap ke arah Marley.

    "Waahh, lo ngeremehin gue, nih, ceritanya? Orang yang sama gue, tuh, pasti awet!!" cerocos Leon sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Marley.

    "Pyehh, ludah lo muncrat bego!! Awet apanya? Yang ada kayak barang made in china," ucap Marley sambil mengelap wajahnya dengan lengan bajunya. "Jorok banget lo," lanjut Marley dengan wajah masamnya.

    Leon menaikkan satu alisnya. "Kok kayak barang made in china?" tanyanya.

    "Iya, gampang rusak, hahahaha," jawab Marley yang langsung mengundang tawa teman-temannya, termasuk Leon sendiri.

    "Ah, lo bisa aja nge-roasting," ucap Leon sambil menyenggol lengan Marley dengan sikunya. "Gue, tuh, orangnya romantis. Makanya cewek-cewek gak bisa lepas dari gue," lanjut Leon sombong sambil menepuk-nepuk dadanya.

    "Halahh, bacot banget lo, Lele!! Itu buktinya si Ella bisa lepas dari lo," ujar Ferran sambil terkekeh pelan.

    "Ah, itu 'kan gue yang mutusin," balas Leon menyangkal.

    "Lah, kenapa? Kan si Ella cantik, putih, bersih, pinter lagi. Beruntung banget lo yang ndablek mau dijadiin pacar sama dia. Padahal di luar sana banyak cowok-cowok yang menanti cinta si Ella. Setelah lo dapatin cintanya, eh, malah lo sia-siain. Sungguh miris, Kawan," ucap Ferran sambil menggelengkan kepalanya.

    "Ck, gue udah bosen sama dia. Dia selalu gak ada waktu buat gue, belajar mulu. Yaudah gue putusin, terus cari yang baru. Yang selalu ada buat gue," jelas Leonard dengan wajah tak berdosanya.

    Tiba-tiba Leon mendapatkan jitakan keras di ujung kepalanya. "Shh aww, sakit, Zi!!" lirih Leon sambil memegang ujung kepalanya.

    "Fuckboy," ucap Zio yang baru datang dan langsung duduk di samping Ferran.

    Ferran langsung melihat ke arah Zio. "Lama banget lo di kamar mandi, ngapain aja?" tanya Ferran kepada Zio sambil terkekeh pelan.

    "Biasalah," jawab Zio.

    "Heh, lo ngapain, Zi? Astaghfirullahal 'adzim, kamu berdosa banget. Tobat, yuk, tobat," ucap Leon yang langsung mengundang tawa Ferran dan Marley.

    "Hee, apaan, sih, lo? Orang gue cuma boker. Pikiran lo, tuh, suruh tobat!! Kebanyakan nganu lo!!" cerocos Zio sambil memasang wajah kesal.

    "Hayo, kebanyakan apa? Astaghfirullahal 'adzim, kamu ini. Yok lah tobat, jangan ditunda-tunda," ucap Leon lagi yang membuat tawa mereka semakin meledak.

    "Ah, tau ah. Gue mau pergi!!" balas Zio sambil mengambil jaket hitam yang di dadanya bertuliskan Acquilla itu.

    "Ciee, emak Acquilla ngambek, guys. Hahaha," ujar Marley ikut menjahili Zio.

    Zio menatap mereka sinis. "Siapa juga yang ngambek? Lo pikir gue emak-emak bunting yang lagi ngidam terus gak diturutin?" jawab Zio dengan gaya tangan yang berada di pinggangnya.

    "Hahaha, bercanda, Zi. Lo mau pergi kemana? Baru aja selesai boker, belum ngobrol-ngobrol, udah mau pergi aja," tanya Marley dengan suara khasnya.

    "Gue mau ke sekolah, mau ngambil berkas OSIS. Dah, gue cabut," jelas Zio sembari beranjak hendak meninggalkan teman-temannya.

    "Eh, eh, lo mau kemana, Zi?" tanya Galang tiba-tiba ketika menyadari Zio hendak pergi.

    "Mau ke sekolah, kenapa?" tanya Zio.

    Galang langsung bangkit, mengambil jaket dan helmnya. "Gue mau ke sekolah juga, ada barang gue yang ketinggalan," ucap Galang.

    "Hee, lo berdua sama aja, belum ada ngobrol-ngobrol udah main pergi aja," cerocos Leon sambil menatap mereka berdua.

    Galang dan Zio hanya terkekeh pelan. "Biasa orang sibuk mah gitu," sahut Ferran.

    "Yaudah kita pergi dulu, lo semua kalau mau balik duluan, ya, gak apa-apa. Kayaknya gue langsung balik ke rumah abis dari sekolah," ucap Zio sambil memasang helmnya dan langsung memutar kunci motornya.

    Ucapan Zio dibalas anggukan paham oleh ketiga orang itu. "Hati-hati," ucap Marley.

    Zio dan Galang mulai menarik gas motornya perlahan dan langsung melesat melewati jalanan.

Mencari CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang