"Apa? Ada yang ngeganjel di hati lo?" ucap Dinda ketika mendengar curhatan Alatha.
Alatha menjawabnya dengan anggukan. Kakinya berayun-ayun di atas bangku teras kelas XI Ipa 1.
"Hm, wait. Lo ada ngelupain hal yang penting, gak?" tanya Dinda menginterogasi.
Alatha mengarahkan pandangannya ke atas. Ia tampak sedang berpikir. Apa yang ia perbuat?
"Enggak tau," jawab Alatha. Kedua bahunya naik diiringi gelengan di kepalanya.
"Lho? Kok enggak tau?" Dinda mengernyitkan dahinya. "Hm... Atau lo ada buat salah sama seseorang?" tanya Dinda lagi.
"Perasaan gue juga gitu. Kayak ada salah sama seseorang, tapi gue gak tau siapa dan salah gue apa," ucap Alatha mulai menjelaskan.
"Nah, itu. Coba lo inget-inget, tadi pagi atau tadi malem atau kemarin-kemarin lo buat apa sama orang-orang?"
Alatha mulai berpikir lagi. Mencoba mengingat-ingat perbuatan yang ia lakukan kemarin hingga tadi.
Seketika Alatha langsung teringat dengan kejadian tadi pagi. Ia langsung menatap mata Dinda. "Gue tau," ucapnya.
"Ha, buat salah apa lo?" tanya Dinda.
"Tadi pagi," balas Alatha.
"Ngapain lo tadi pagi?" tanya Dinda lagi.
"Eh, enggak, enggak. Emm, btw, lo punya nomor Kak Galang, gak?" ucap Alatha.
Dinda menaikkan sebelah alisnya. "Punya. Mau buat apa?"
"Boleh minta, gak? Gue lagi butuh," ucap Alatha sambil menyatukan kedua telapak tangannya seperti sedang memohon.
Dinda terkekeh melihat tingkah Alatha. "Aelah, iya boleh. Tangannya gak usah gitu juga kali. Santai aja sama gue, Al," ucap Dinda sambil mengeluarkan sebuah handphone dari saku roknya.
"Bentar gue cari dulu." Dinda mulai membuka handphone-nya dan langsung mencari nama Galang. Namun, pergerakannya terhenti ketika ia mengingat sesuatu.
"Eh, lo punya WhatsApp, kan? Kalo punya, gue minta, dong. Sekalian ntar nomornya gue kirim dari WhatsApp. Lo bawa handphone, gak?" tanya Dinda. Alatha menggeleng.
"Yah... Tapi lo hafal nomor lo, kan?" tanya Dinda lagi.
"Iya, hafal," jawab Alatha.
"Oke, bacain." Alatha pun langsung membacakan nomor WhatsApp-nya kepada Dinda.
"Oke, udah gue chat, ya, nih." Dinda menyodorkan handphone-nya kepada Alatha agar perempuan itu tahu bahwa yang menge-chat dirinya adalah Dinda. "Udah gue kirim juga nomor Kak Galang," lanjutnya.
Alatha mengangguk cepat sambil mengumbar senyum khasnya. "Makasih, Din," ucap Alatha.
"Iya, sama-sama. Btw, kalo boleh tau, lo minta nomor Kak Galang buat apa, sih?" tanya Dinda mulai kepo.
"Enggak. Enggak ada apa-apa," jawab Alatha sambil menggelengkan kepalanya.
"Oo ya udah. Btw lo hati-hati mau nge-chat dia, ntar kalo ketahuan sama geng si Rebecca, bisa di-bully habis-habisan lagi lo," ucap Dinda memperingatkan.
"Iya, Din. Aman," balas Alatha sambil mengacungkan jempol tangan kanannya.
"Ya udah, gue balik ke kelas dulu, ya. Bentar lagi mau masuk, nih. Duluan, ya," pamit Dinda. Tubuhnya segera bangkit dan melambaikan tangannya lembut. Tak lupa, ia menorehkan senyuman yang sangat manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Cahaya
Genç KurguAlatha, seorang gadis lusuh yang tidak mendapatkan keadilan dari orang tuanya. Tak hanya itu, ia juga dibenci oleh teman-temannya karena suatu hal yang pernah terjadi di masa lampau. "Kenapa gue begini!?" Keluhan selalu keluar dari mulutnya...