Waktu sudah menunjukkan pukul 20:00 WIB, dan Ferran masih setia dengan komputernya. Galang juga tetap duduk di samping Ferran sambil memperhatikan semua aktifitas Ferran.
"Lo, kok, pinter soal komputer, sih, Ran?" tanya Galang. Sedari tadi ia diam memperhatikan Ferran sambil menahan takjub di dalam hatinya. Bagaimana bisa Ferran sudah paham masalah komputer?
"Ya gue belajar, lah," jawab Ferran tak mengubah pandangannya. Ia masih fokus dengan layar komputernya.
"Iya tau, tapi skill lo kayak orang yang udah pro gitu," ucap Galang sedikit memuji.
Ferran terkekeh. "Belum lah. Ini masih dangkal," balas Ferran merendah.
"Oke. Dapet!" ucap Ferran lagi.
Pandangan Galang langsung menyorot ke arah layar komputer Ferran sambil memerhatikan semuanya. Sedangkan Zio, ia langsung meloncat dari kasur Ferran.
"Mana? Dimana Alatha?" tanya Galang. Dari wajahnya tersirat guratan kebahagiaan.
"Udah ketemu? Dimana dia?" tanya Zio juga.
Ferran menunjuk layarnya dengan jari telunjuk. "Disini. Berdasarkan nomor handphone-nya, dia ada disini. Tapi kita enggak tau kalau handphone itu sama siapa," ucap Ferran.
Zio mengangguk paham. "Intinya kita udah dapat keberadaan Alatha sekarang. Let's go!" ucap Zio yang langsung berjalan keluar dari kamar Ferran.
Galang dan Ferran saling bertatapan. Galang mengulas senyuman. "Makasih, Ran," ucap Galang.
Ferran mengangguk. "Iya, sama-sama. Yok cari Alatha. Nih, hape lo," ucap Ferran seraya menyodorkan handphone milik Galang.
Galang mengambil handphone-nya seraya mengangguk.
"Tadi si Alatha ada nge-chat, makanya gue bisa cepat dapatin info lokasinya," ucap Ferran.
Galang menaikkan kedua alisnya. "Masa', sih? Kok bisa?" Galang mulai membuka handphone-nya dan langsung memeriksanya. Benar saja, Alatha ada menge-chat dia walau hanya "Kak" saja.
Ia berpikir pasti handphone itu bersama Alatha. Jika benda itu bersama Alatha, berarti mereka sudah mengetahui keberadaan Alatha yang pasti tanpa harus berhadapan dulu dengan si pelaku yang menculik Alatha.
Galang dan Ferran pun keluar menyusul Zio tadi. Mereka menemui Marley dan Leon juga yang sedang asik bermain bersama Kirana. Disana juga ada paman Ferran.
"Ayo," ajak Ferran.
"Gimana? Udah tau?" tanya Marley.
"Udah. Ayo berangkat, kita enggak punya waktu. Pokoknya malam ini kita bisa bawa Alatha pulang dengan selamat," ajak Ferran lagi sambil memakai jaket yang ia taruh di sofa ruang tengah tadi.
"Sebelum Alatha diapa-apain sama mereka," lanjut Ferran lagi. Kini tangannya mengambil helm-nya.
"Ya udah, ayo. Kakak pergi dulu, ya, Kirana. Kapan-kapan kita main lagi," pamit Marley kepada Kirana.
"Yah, kok cepat banget, sih?" tanya Kirana dengan wajah yang cemberut.
"Kakak sama yang lain mau jadi superhero dulu. Nanti kalau ada waktu, kakak main kesini lagi. Oke?" ucap Marley sambil mengacungkan jempolnya.
"Ya udah, deh. Tapi kakak janji, ya, main kesini lagi," ucap Kirana seraya menunjukkan jari kelingking mungilnya.
Marley tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya di jari Kirana. "Iya, kakak janji," ucap Marley.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Cahaya
Teen FictionAlatha, seorang gadis lusuh yang tidak mendapatkan keadilan dari orang tuanya. Tak hanya itu, ia juga dibenci oleh teman-temannya karena suatu hal yang pernah terjadi di masa lampau. "Kenapa gue begini!?" Keluhan selalu keluar dari mulutnya...