Alatha membaringkan tubuhnya di kasur empuknya ini. Ia baru saja pulang dari sekolah, dan baju yang ia pakai masih belum tertanggal. Ia merasa sangat lelah hari ini, padahal ia tak melakukan hal yang berat-berat.
Ketika ia masuk tadi, suasana rumahnya masih saja seperti hari kemarin. Orang tuanya beserta Dian belum pulang ke rumah dari kemarin. Bahkan, Dian saja pun tak bersekolah hari ini. Tapi Alatha tak tahu mereka pergi kemana.
Sudah dikatakan, Alatha seperti orang asing di rumahnya sendiri. Pergi tak diajak dan tidak diberitahu pergi kemana.
Ia tadi sudah bertanya ke Bibi tentang mereka bertiga. Bibi bilang, mereka semua pergi ke luar kota dan akan menginap beberapa hari disana. Itu jelas membuat Alatha bingung. Apalagi Bibi tak memberi tahu mereka pergi ke kota mana dan dalam rangka apa mereka pergi. Informasi yang ia dapat hanyalah, "mereka semua pergi ke luar kota dalam beberapa hari".
Sekarang pukul 15:37 WIB, dan Alatha masih enggan untuk mengganti bajunya. Sifat malas geraknya kembali kambuh. Ia lebih memilih berbaring di kasur empuknya dan bermain dengan handphone-nya.
Alatha mengambil handphone-nya dan langsung membukanya. Ia menghidupkan data seluler dan menuju ke aplikasi WhatsApp. Matanya tertuju pada nomor seorang lelaki yang sedari tadi ia habiskan waktunya dengan lelaki itu, dia Galang.
Alatha menekan room chat Galang dan melihat nomor itu masih dalam keadaan diblokir oleh Alatha. Gadis itu langsung menekan titik tiga di atas dan langsung menekan tombol untuk membuka blokirnya dari nomor Galang.
Setelah ia membuka blokiran itu, terlihat tanda online di bawah nama kontak Galang. Lelaki itu sedang online, dan tanpa Alatha tahu bahwa Galang online karena menunggu Alatha. Galang yakin pasti hari ini Alatha akan membuka blokirannya, makanya ia online untuk menunggu itu.
Ternyata tebakannya benar, Alatha membuka blokiran itu. Alatha tak punya alasan lagi untuk memblokirnya. Masalah dan rasa bersalah kepada Galang telah hilang dan terselesaikan dengan kepala dingin, walaupun tadi Alatha ketakutan dan sudah meneteskan air mata karena Galang.
Jari Alatha langsung bergerak untuk mengetik pesan kepada Galang. Tapi, ia bingung hendak memulai dari mana dahulu. Ia tak ingin lagi Galang sakit hati karena sikap Alatha yang kadang tidak memikirkan perasaan orang lain.
'Kak.' Itulah kalimat pertama yang Alatha kirimkan setelah membuka blokiran nomor Galang.
Belum ada balasan dari Galang. Alatha masih tetap menunggu pesan dari Galang di room chat-nya.
Alatha terus memperhatikan tanda online di bawah nama kontak Galang, ia berharap Galang cepat-cepat membaca pesannya ini. Alatha ingin meminta maaf lagi kepada Galang karena sudah memblokir nomornya.
Tiba-tiba, tanda online itu berganti menjadi tanda mengetik. Warna centang abu-abu di pesannya tadi pun telah berganti menjadi warna biru. Dan sekarang, satu pesan telah ia terima dari Galang. Pesan pertama kali dari Galang untuknya.
'Iya?' jawab Galang di seberang sana.
'Ini siapa, ya?' ketik Galang lagi.
'Ini gue, Kak. Alatha.' Alatha memperkenalkan dirinya. Memang, sejak awal menge-chat Galang, Alatha belum memperkenalkan dirinya. Ia dengan lancang menge-chat Galang waktu itu.
'Alatha? Alatha siapa, ya?' ketik Galang lagi. Lelaki ini pasti sedang menjahili Alatha.
'Ihh. Ini Al, lho, Kak. Masa' enggak kenal?' Alatha membalas dengan nada kesal. Masa' Galang tak mengenalinya?
'Hahaha. Iya, kenal, kok. Gitu doang marah,' balas Galang dengan emoji tertawa di ujung pesannya.
'Jangan marah-marah, entar imut,' balas Galang lagi yang mampu membuat Alatha senyum-senyum sendiri. Pipi gadis itu memerah seketika.
Alatha belum pernah seperti ini sebelumnya karena seorang lelaki. Bahkan, untuk berbicara dengan lelaki remaja saja pun ia belum pernah, dan berbicara dengan Galang lah yang pertama.
Tapi, Alatha merasakan hal yang aneh pada dirinya. Entah dirinya atau siapa lah, intinya ia merasakan hal yang berbeda. Setelah pulang dari sekolah, ia tak pernah senang seperti ini. Bahkan ini terlampau senang.
Apa karena ada sesuatu yang membuat dirinya lega? Jika dibilang, Alatha benar-benar lega karena ia bisa jujur kepada Galang. Dan lebih leganya lagi, Galang tak merasa keberatan dengan kejujuran Alatha tadi.
Dan yang membuat aneh lagi ialah Alatha merasa nyaman ketika berbicara dengan Galang. Ia juga merasa nyaman ketika dekat dengan lelaki itu. Senyuman manis tak pernah luntur dari bibirnya ketika mengingat seorang Galang.
Sifatnya yang lembut, hangat, mudah senyum, membuat Alatha betah berlama-lama dengannya. Ditambah lagi dengan visual lelaki itu yang bisa dibilang tampan.
Ah! Apa yang membuat Alatha berpikiran begitu? Kenapa dirinya seperti ini? Alatha merasa dirinya sangat aneh sekarang. Sangat-sangat aneh. Ia selalu merasa senang ketika mengkhayalkan seorang Galang. Kadang juga, senyuman terukir tiba-tiba tanpa malunya.
Alatha bingung dengan apa yang ia rasakan. Bahkan ia tak tahu apa yang terjadi dengannya. Seperti separuh bebannya hilang entah kemana.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16:45 WIB. Sudah satu jam lebih ia berbaring sambil ber-chat-an dengan Galang dan masih dengan pakaian sekolah di tubuhnya.
Tok, tok, tok!!
"Non." Sebuah ketukan dan panggilan di depan pintunya membuat Alatha berjingkat kaget. Itu suara Bi Rini, Alatha pun langsung membangkitkan tubuhnya dari singgasananya itu.
Alatha berjalan menuju pintu dan memutar kenop pintunya.
"Kenapa, Bi?" tanya Alatha.
"Lho, Non? Kok belum ganti baju? Udah mau malem, lho." Bukannya menjawab pertanyaan Alatha, Bi Rini malah memberi tanggapan tentang Alatha yang belum mengganti baju sekolahnya.
Alatha melihat bajunya sendiri, lalu cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hehehe, tadi keasikan chat-an sama temen," ucap Alatha.
Bi Rini hanya menggeleng. "Ganti baju dulu, ya, Non. Bibi udah siapin makanan buat Non," ujar Bi Rini.
Alatha langsung membalasnya dengan anggukan seraya tersenyum manis."Iya, Bi," ucapnya.
"Emm, Non. Bibi boleh ngomong sesuatu?" Alatha menaikkan kedua alisnya setelah mendengar pertanyaan Bi Rini.
"Boleh, Bi."
"Bibi boleh izin pulang cepat hari ini? Anak Bibi yang kecil lagi sakit, neneknya juga lagi sakit, jadi enggak ada yang ngurus selain Bibi. Boleh, enggak, Non?" tanya Bi Rini seraya menjelaskan kepada Alatha.
Alatha tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Boleh, kok, Bi. Ya udah, Bibi pulang aja. Kasian nanti anaknya Bibi," ucap Alatha.
"Beneran enggak apa-apa, Non? Enggak apa-apa Bibi tinggal sendiri, kan?" tanya Bi Rini lagi meyakinkan.
"Enggak apa-apa, lho, Bi. Liat, nih, Al, kan, udah gede," jawab Alatha sambil menunjuk bentuk badannya, setelah itu ia tertawa.
Bi Rini pun ikut tertawa dibuatnya. "Ya udah, Bibi pulang dulu, ya. Ganti bajunya, habis itu makan, ya, Non. Hati-hati dirumah sendiri. Awas ada hantu!!" ucap Bi Rini menakut-nakuti Alatha.
"Enggak takuttt," balas Alatha sambil menjulurkan lidahnya.
"Hahaha, kalau udah ketemu, baru tau. Ya udah, Bibi pulang. Babayy!!" pamit Bi Rini sambil melambaikan tangannya.
Alatha membalas lambaian tangan Bi Rini sambil tersenyum. "Iya. Hati-hati di jalan, Bi!" ucap Alatha yang di balas anggukan oleh wanita itu.
Bi Rini mulai melangkahkan kakinya pergi dari kamar Alatha. Sedangkan Alatha, ia menatap wanita itu pergi sampai tubuhnya tak lagi tertangkap oleh indera penglihatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Cahaya
Teen FictionAlatha, seorang gadis lusuh yang tidak mendapatkan keadilan dari orang tuanya. Tak hanya itu, ia juga dibenci oleh teman-temannya karena suatu hal yang pernah terjadi di masa lampau. "Kenapa gue begini!?" Keluhan selalu keluar dari mulutnya...