🪐18. Usil

253 58 96
                                    

Happy reading 🪐-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading 🪐
-----

Aku buru-buru berlari menuju kamar. Ternyata, suara Anis berasal dari arah kamar mandiku. Aku segera menyusulnya masuk ke kamar mandi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ia masih berada di dalam, mematung dan mungkin sedikit kaget dengan apa yang ia lihat.

Jika kalian mengira aku terkejut, kurasa, sudah tidak terlalu. Yang dilihat Anis adalah beberapa percikan darah di tembok-tembok kamar mandi.

"I-ini darah siapa, Ve?" tanya Anis dengan badan yang gemetar, ia memang phobia dengan darah.

Apa ini darah dari hantu perempuan yang tempo hari mendatangiku itu? Kalau iya, berarti sekarang dia ada di dekat sini. Aku celingukan mencarinya, namun dugaanku salah. Ia sedang tidak berada di kamarku.

"Ve? Darah siapa? Kok, lo malah celingukan gitu, sih? Please, jangan bikin gue takut!" Anis sudah merengek ketakutan karena aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Darah tikus, kali. Kucingnya Satur, kan, sering main ke sini buat nangkep tikus. Siapa tahu, ini ulah kucingnya Satur, kan? Ya, udah, lo tidur aja. Jangan dipikirin lagi, nanti malah bikin lo over thinking."

"Beneran? Bukan darah manusia, kan?" tanyanya yang masih ketakutan. Dikira aku psikopat apa, ya?

"Si anjir! Lo kira gue apaan? Bunuh nyamuk ae gue nggak tega, apalagi bunuh orang," protesku tidak terima.

"Y-ya, kali aja, gitu. Udah, ah, mau tidur gue. Merinding juga lama-lama kamar mandi lo, Ve." Anis bergidik ngeri kemudian keluar dari kamar mandi, sedangkan aku masih di sini. Di mana dia? Kenapa hantu anak perempuan itu tidak muncul padahal sudah ada tanda-tanda bercak darah. Apa yang akan datang menemuiku adalah sosok lain?

Aku kemudian keluar dari kamar mandi, dan berjalan ke arah tempat tidur. Yang kulihat, Anis memang sudah tidur, ia berbaring membelakangiku.

Sudah beberapa menit berlalu, aku belum juga bisa tidur. Kenapa, ya? Aku tidak tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, tapi entah apa. Dari tadi pun Anis seperti gelisah. Jika kutebak, ia juga pasti tidak bisa tidur.

"Ve?" panggilnya, lalu membalikkan badan ke arahku. Tuh, kan, dugaanku benar. Ia ternyata juga belum bisa tidur.

"Kenapa, Nis?"

"Nggak bisa tidur, anjir. Lo juga kenapa belum tidur?" Dia malah balik bertanya.

"Belum ngantuk gue. Eh, nonton drakor aja, gimana?" tawarku.

"Boleh deh, boleh," ucapnya sambil mengangguk setuju.

Aku mengambil handphoneku dan mulai mencari drakor favorit kami. Aku lebih suka cerita sedih, apalagi nontonnya sampai nangis-nangis dan menyebabkan mata bengkak. Untungnya, punya sahabat yang sama-sama suka cerita sad, jadi bisa nangis bareng.

Before Sunset [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang