🪐29. Gudang Sekolah

270 47 149
                                    

Happy reading 🪐------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading 🪐
------

"Semangat gimana maksud lo?" Aku menaikkan sebelah alisku. Curiga, apa mungkin Satur mulai menaruh perasaan padaku?

"Semangat ngisengin kamu maksudnya! Udah, ah, awas aja kamu kabur ke UKS. Saya telat masuk kelas, kan, karena ngobatin luka kamu dulu."

Sialan Satur, ternyata dia hanya bercanda soal 'semangat' tadi. Mana aku sudah kepedean duluan lagi. Lagian, kalau ngomong setengah-setengah, sih. Untung aku tidak pingsan di tempat.

"Ya, kan, gue udah bilang nggak usah, lo-nya aja yang ngeyel mau ngobatin gue. Sekarang liat, dihukum, kan?"

"Bilang aja kamu seneng dihukum bareng saya. Seneng, kan, bisa berduaan gini?" ucapnya dengan lebih kepedean. Dih, tahu aja dia. Eh?

"Lo kali, yang seneng dihukum bareng gue. Makanya tadi lo sok-sokan lama-lamain masuk kelas, kan, biar dihukum?"

"Kalau iya, kenapa?"

Deg. 'Iya', katanya? Tunggu, Ve. Jangan kepedean dulu. Satur emang usil, kan? Siapa tahu dia bercanda lagi, sama seperti tadi. "Bacot. Tuh, bersihin, gih. Gue duduk di sini, ya. Semangat calon bapak dari anak-anak gue! Hahah."

Aku langsung berjalan ke sudut gudang. Duduk di kursi yang ada di pojokan sambil memakan keripik singkong pedas yang aku beli di kantin tadi. Sedangkan Satur hanya bisa menggelengkan kepalanya saat menyaksikan tingkahku.

Tanpa banyak protes, Satur mulai membersihkan gudang. Aku yakin, ia ingin mengeluh. Terlihat dari tadi ia mengembuskan nafas malas.

Dia mulai membereskan kursi-kursi yang berserakan, sapu lidi yang acak-acakan lalu ia kumpulan dan dijadikan satu. Setelah setengah jam berlalu, Satur duduk di sampingku, sambil istirahat. Ia tiba-tiba saja mengambil paksa keripik singkong yang kupegang.

"Woi, minta baek-baek, kan, bisa. Main comot aja."

"Laper. Lagian dari tadi kamu duduk aja nonton saya. Tuh, bantuin ngepel nanti," ucapnya dengan nafas ngos-ngosan, lalu lanjut memakan keripik singkong. Kasian juga kalau dipikir-pikir. Ia terlihat sangat lelah, dengan keringat bercucuran di dahinya. Siapa suruh tadi menawarkan diri mau membereskan sendirian.

Aku menggeser dudukku agar dekat dengannya. Mengambil selembar tisu, kemudian mengelap keringat yang ada di dahinya. Satur yang sedari tadi asyik memakan keripiknya, langsung terkejut dan menatap ke arahku.

"Kerja segitu doang keringetnya sampe banyak banget. Ini kalo diperes kayaknya jadi seember, deh," omelku saat mengelap keringatnya.

Bukannya protes karena tindakanku yang tiba-tiba, Satur malah terus menatapku yang sedari tadi fokus. Sial, kalau ditatap begini, bisa-bisa aku pingsan! Tatapan Satur membuatku ingin meleleh, tolong!

Before Sunset [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang