🪐19. Bertemu Wanita Ini Lagi.

226 31 34
                                    

Happy reading 🪐------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading 🪐
------

"Soal man--" ucapanku terhenti seketika saat Satur memelototi ku. Sial, aku jadi nggak bisa aduin ke mamanya.

"Man apa, Ve? Satur kenapa? Pantesan dari semalem dia nggak mau makan, tau!" jelas Tante Sinta. Sungguh? Segitu galaunya, kah, ia? Mengingat Rana memang sepenting itu untuk Satur.

"Nggak, Tan. Venus tadi cuman nebak aja, kok. Eh, ternyata Satur beneran galau, ya?"

"Tidak, saya tidak galau. Ini tadi hanya memikirkan tugas matematika saja," ucapnya. Bohong, bilang aja kalau lagi galauin Rana.

"Yok, Sat, berangkat bareng gue. Jangan galauin tugas matematika mulu, tugas aja mikirin lo juga nggak. Tante, Satur berangkatnya bereng Venus boleh, kan?"

"Boleh, tapi Satur nggak bisa naik motor, loh, Ve." Itu mah, gue juga tahu Tan, orang tiap hari gue yang boncengin Satur, batinku.

"Nggak papa, Tante. Udah sering juga, kok, hehe."

"Ya, udah, kalian berangkat aja, ya. Takutnya nanti malah telat. Venus, nggak papa, kan, kalau Satur nebeng lagi?" tanya Tante Sinta.

"Nggak papa kok, Tante. Yok, Sat. Kita jalan sekarang."

Satur pun pamit dengan mamanya, kemudian kami berangkat bersama. Seperti biasa, aku yang menyetir motor, Satur mana bisa.

"Lain kali jangan keceplosan gitu depan Mama saya, Ve. Saya takut Mama kepikiran jika tahu semuanya," pintanya. Itu, sih, di luar perkiraan BMKG, terkadang mulut memang susah dikontrol.

"Y-ya sorry, Sat. Mulut gue emang kadang susah dikendalikan, seperti rasa cintaku padamu, cuaks!"

"Sat, Sat, Sat, Sat! Kamu pikir saya bangsat?"

"Bawel banget. Kan, itu emang nama lo, anjir. Terus, emangnya mau beneran gue panggil bangsat? Oh, atau mau dipanggil Yang mulia?" jawabku tidak mau kalah, enak saja protes terus. Suka-suka mulutku, lah.

"Suka-suka kamu, saya pusing," ucapnya kemudian diam seribu bahasa. Sensian banget dia sekarang. Apa karena aku terlalu cerewet, dan mengganggu Satur yang lagi galau? Entahlah, aku lebih memilih diam.

Sudah sampai sekolah, Satur turun dan segera pergi duluan saat aku sedang memarkirkan motorku. Dih, kebiasaan!

"Woi, Sat! Tungguin, gue, anjir!" Aku segera berlari mengejar Satur. Karena saking fokusnya berlari, aku sampai tidak sadar melewati lapangan basket.

"Aw!" Sial, bola basket yang mereka mainkan mengenai kepalaku, alhasil aku pusing bukan main.

Aku sampai terjatuh saking kencangnya bola basket tadi. Samar-samar aku melihat seorang siswi berambut pendek seleher dengan memakai jersey basket terlihat panik.

Before Sunset [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang