🪐33. Pesta Dansa

211 25 40
                                    

Happy reading 🪐-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading 🪐
-----

Selepas kepergian Ellora tadi, sepanjang jalan menuju kelas kenapa aku malah jadi kepikiran ajakannya tadi, ya. Lantas apa tujuannya mengadakan pesta dansa itu, sampai-sampai mengundangku, Satur, dan Nio segala.

"Ve?!" Sebuah tepukan di pundak langsung membuatku kaget. Ternyata itu Satur yang menyebalkan seperti biasa.

"Apa?"

"Kok, lemes gitu? Kamu kenapa?" tanyanya, membuatku berhenti berjalan. Apa sebaiknya aku ceritakan padanya saja, ya? Toh, nanti Satur pun mendampingiku.

"Tadi Ellora dateng nemuin gue. Dia ngundang kita ke acara pesta dansa di kastilnya. Menurut lo gimana? Lo mau?"

Satur terlihat berpikir sejenak, "Boleh, malah lebih baik kita datang. Jadi kita bisa selidiki dan mencari batu permata hijau di sana."

Benar juga yang ia katakan. Dengan begitu, kami tidak perlu diam-diam mengendap-endap.

"Oke, kalo gitu. Acaranya nanti malam, jangan sampe lupa, bilangin juga ke Nio." ucapku.

"Siap, Sayang."

Eh? Apa tadi katanya? Sabar, Ve. Jangan salting, mungkin Satur hanya iseng. Dikarenakan tidak mau lebih lama di sini, akhirnya aku berjalan duluan ke kelas.

----

Entah sudah berapa menit aku berdiri memandangi diri di cermin. Sepertinya cermin ini sampai ingin retak karena bosan melihatku sejak tadi. Bagaimana tidak, aku saja bingung karena baju yang kukenakan, takut salah kostum karena ini bukan acara manusia.

Dress berwarna hitam pekat selutut yang dibelikan Mama tahun lalu menjadi pilihanku. Jarang kupakai, sih, tapi masih terlihat oke, kok.

Suara ketukan dari jendela kamar membuatku mengalihkan pandangan. Itu pasti Satur. Kenapa nggak lewat depan saja coba. Aku lalu membuka jendela, Satur sudah berdiri rapih dengan memakai kemeja serta celana hitam panjang.

"Widih, keren banget. Kayak mau nyaleg," pujiku. Namun, ia masih berdiri dan tidak berkedip memandangiku.

"Woi, lu kenapa ngeliatin gue sampe begitu? Mau gue sentil biji mata lu?"

"Ya, jangan. Kamu terlihat cantik malam ini."

Tenang, Ve. Harus tetap stay cool, walaupun nahan salting susahnya setengah mampus.

"Bacot. Ayo berangkat, keburu telat entar." Setelah aku mengatakan itu, Satur langsung menggenggam tanganku, entah kenapa aku merasakan genggaman ini berbeda dari yang sebelum-sebelumnya.

Before Sunset [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang