🪐23. Datang kembali

250 63 159
                                    

Happy reading 🪐----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading 🪐
----

"Kok pada diam, sih? Saya menganggu kalian pacaran, ya?" tanyanya yang masih saja menganggapku dan Satur pacaran.

"Ng-nggak kok, Pak. Duduk aja lagi, asikin ae!"

Aku sudah keren-keren sok akrab ke Pak Harsa, tapi Satur malah cuma membalasnya dengan senyum. Entah, mungkin dia agak canggung karena habis dihukum tadi.

Bukannya duduk di sebelah Satur, ia malah duduk di tengah-tengah aku dan Satur. Biar apa coba begitu?

"Saya di tengah biar kalian nggak pacaran terus. Pacaran, tuh, orang ketiganya setan!"  Dih, percaya diri sekali ia. Padahal, bukannya orang ketiganya itu dia, ya?

"Maaf, Pak. Orang ketiganya itu, kan, Bapak. Berarti Bapak itu se--"

"Pandai kamu mengatai saya, ya." Loh? Ia malah protes dan memotong ucapanku. Padahal, kan, tadi dia yang bilang kalau yang ketiga setan. Malah sekarang dia menuduhku mengatainya.

"Pak, kalau gitu, saya dan Satur mau ke kelas dulu, ya, Pak."

Aku melihat ke Satur sambil mengedipkan mata. Ia jelas tampak bingung, karena sedang asyik menyantap sotonya. Aku yang tak mau berlama-lama di sini, sekalian saja aku tarik, tuh, tangan Satur.

"Permisi, Pak," ucapnya sangat ramah ke pak Harsa.

Kami berjalan menjauh dari kantin, meninggalkan soto yang belum dibayar. Ya, sudahlah, lagian bisa hutang dulu ke Mbak Mira.

Kami sampai di depan kelas. Aku sampai lupa kalau dari tadi masih menggandeng Satur. "Ve, ngapain, sih? Sotonya belum dibayar, loh, tadi."

Lah, tumben Satur protes tentang makanan. Sedangkan Nio dari tadi sudah pergi menghilang. Dia memang suka datang dan pergi seenaknya.

"Males gue lama-lama bareng Pak Harsa. Entah kenapa, gue ada perasaan nggak enak sama dia, Sat," jawabku.

"Gitu doang? Sayang banget, tadi sotonya belum habis."

"Sayang pala lo! Udah, ah, mau ganti baju dulu gue. Gerah banget, nih."

Aku masuk duluan ke kelas, mengambil baju putih abu-abuku kemudian menuju ke toilet meninggalkan Satur di kelas sendirian. Namun, aku tidak melihat Anis di sini. Sejak jam olahraga selesai tadi, aku pamit padanya untuk menyusul Satur. Setelah itu, aku tak tahu ia ke mana. Hm, mungkin saja ia sudah duluan ganti baju ke toilet.

Sampai di depan toilet, samar-samar aku mendengar suara Anis. Oh, ternyata benar, ia sedang di toilet. Eh, tunggu, kok, sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang? Siapa, ya?

"Iya, atur aja kapan enaknya, kalo udah beres, kabarin gue, ya?" ucapnya berbincang dengan seseorang di balik telepon. Setelah beberapa menit berlalu, ia beranjak pergi dari toilet. Aku sedari tadi memperhatikannya dari balik tembok.

Before Sunset [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang