Langit cerah pagi ini terpaksa istirahat sejenak memberi warna pada jiwa Shani yang sedang sepi. Langkah lunglainya membawa ia ke kantin yang berada di pojok kampus. Shani mengeluarkan beberapa tugas kuliah yang belum sempat diselesaikan tadi malam. Kejadian kemarin membuat kepala Shani terasa penuh, bukan masalah ponselnya yang gagal terjual tapi bagaimana dia bisa mendapatkan pekerjaan dalam waktu kurang dari seminggu. Dia tidak mungkin meminjam kepada temannya atau meminta kepada ibunya. Masalah ini adalah miliknya, maka dirinyalah yang harus bertanggungjawab.
"Hufffff"
Shani hanya bisa membuang napas kasar, tugas-tugas di hadapannya ikut termenung menunggu disentuh oleh pemiliknya.
Sedikit tersentak saat ia merasakan ada tangan yang mengusap tidak santai wajahnya. Dari aroma parfum dan kekehan kecil yang terdengar, Shani sudah bisa langsung menebak.
"Lesu banget, pakcoy rebus juga kalah lemes sama lo." ujar Feni, teman akrab Shani dari masa perkenalan mahasiswa baru.
"Galau gue Fen." Adu Shani
"Gaya bener galau, gebetan mana lagi yang nolak lo Shan?" Tanya Feni sambil mengeluarkan laptop dari tasnya.
"Ngada-ngada lo." Ucap Shani sedikit tak terima. Pasalnya Shani belum pernah sama sekali nembak gebetan. Bukan tidak ada yang mau tapi Shani lebih memilih fokus pada pendidikan saja supaya dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu. Meski terkadang Shani memang merasa butuh penyemangat.
"Jadi kenapa galau?" Feni menyamankan duduknya, sepertinya dia harus siap mendengar curahan hati temannya yang sedang gundah gulana.
"Minggu lalu gue pernah cerita kan sama lo kalo gue akan jual hape pemberian bokap gue"
"Iya"
"Dua hari lalu sempet ada yang beli, sebelumnya gue udah pastiin kondisi hapenya baik karena biasa gue pake juga normal-normal aja. Tapi kemarin yang beli komplain katanya hape gue bermasalah." Jelas Shani
"Terus kenapa? Kan tinggal dibalikin aja barangnya"
"Itu masalahnya, hapenya udah balik ke gue tapi uang si mbak-mbak itu belum gue balikin karena langsung gue pake buat beli bahan tugas kuliah. Gue sekarang bingung banget harus gimana, gue juga udah janji mau bayar tiap minggu sedangkan gue cuma mahasiswi kupu-kupu, gak punya kerjaan." Suara Shani mendadak berubah sendu.
Sebagai teman yang baik, Feni harus memastikan temannya ini akan baik-baik saja dan tidak membiarkan Shani menciptakan ide untuk bunuh diri. Tidak berkelas sekali kalau ada berita "Berawal dari COD, mahasiswi sampai nekat bunuh diri"
"Jadi sekarang lo mau kerja?"
"Iya, selesai kelas nanti gue mau coba nyari. Semoga ada lowongan kerja yang sesuai, ah gak sesuai juga gak papa gue lagi BU banget gak perlu pilih-pilih." Jawab Shani.
"Hahaha gue bantu doa aja ya, soalnya kalo bantu duit, gue juga masih pengangguran." Tawa Feni terdengar menjengkelkan di telinga Shani.
"Sial lo, udah yuk kerjain ini tugas, malah curhat".
Nasi dan telur dadar kasih kuah dikit, telah menjadi menu favorit anak-anak rantau termasuk Shani. Sebenarnya memilih menu tersebut Shani tidak memiliki alasan lain selain karena berhemat. Bayangkan saja kalau Shani makan makanan mewah setiap hari, bisa-bisa saat tanggal tua Shani hanya meminum obat yang mengatasi sakit maag.
Setelah menyantap makan siang, Shani bergegas menyusuri jalanan. Entah kenapa hari ini jalanan sangat ramai tidak seperti biasanya. Netra Shani tidak sedikitpun teralihkan untuk melirik hal lain. Tujuan Shani adalah mencari kerja.
Beberapa toko telah Shani singgahi, dirinya membuang rasa malu untuk bertanya apakah di toko tersebut sedang membutuhkan pekerja atau tidak.
"Ternyata begini ya sulitnya cari kerja, selama ini kayanya gue kurang bersyukur dikasih kecukupan dalam hidup. Kalau butuh uang tinggal minta ke ibu, yang gue sendiri gak tau ibu dapetin uangnya dari mana." Shani bergumam, berteduh di kedai kosong membuat ia tiba-tiba memikirkan keadaan ibunya di kampung.
Sejak kepergian sang ayah, ibu Shani memang harus berjuang sendiri membesarkan Shani dan mencukupi segala kebutuhan mereka. Shani bukan anak yang manja tapi ia selalu dilarang oleh ibunya untuk bekerja, bahkan sekadar membantu.
Lelah hari ini akan menghasilkan indah di esok hari, itu prinsip yang selalu Shani pegang.
Bukan Shani namanya jika mundur sebelum bertemu akhir. Shani yakin kalau di sini belum ada lowongan kerja, di ujung jalan sana pasti ada titik cerah.
Doakan Shani menemukan harapnya.
Matahari telah menyelimuti diri dengan malam, sambil menunggu pesanan nasi gorengnya dihidangkan, Shani berharap kepada Sang Pencipta semesta alam supaya jalan hidupnya setelah ini tidak mengalami kelam.
Di akhir suapan, senyum manis yang meciptakan lesung pipi terukir di wajahnya ketika teringat sesuatu yang terjadi beberapa jam lalu. Tolong siapapun ingatkan Shani kalau dirinya sedang berada di keramaian. Orang-orang bisa heran melihat gadis dengan rambut terurai senyum-senyum sendirian. Namun, Shani tidak peduli sebanyak apapun pasang mata yang menatap heran, yang penting perasaan Shani Indira bahagia.
Terima kasih ya komentar positifnya, semoga cerita yang saya tulis ini bisa terus berlanjut.
Saya selalu menerima kritik dan saran kalo ada kata yang salah atau kurang pantas.