I

684 86 4
                                    

Matahari bergerak cepat, tanpa sadar sudah dua jam lebih Shani dan Sisca saling berbagi cerita.

Shani melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul lima sore. Cukup lama waktu yang dihabiskan mereka walau hanya dengan mengobrol ringan. Memang selalu beda, segaring dan sepanjang apapun obrolannya, jika yang dengan orang spesial tidak akan bikin bosan.

"Kak Sisca mau pulang?" Tanya Shani kepada Sisca yang saat ini telah merebahkan tubuhnya di kasur, sementara Shani masih di posisi semula, duduk di bawah.

"Jam berapa emang?"

"Jam lima kak." Jawab Shani menunjukkan jam di handphonenya pada Sisca.

"Udah sore ya, gak kerasa." Sisca bangkit dan duduk di pinggir kasur, menggantungkan kakinya.

"Kalo mau pulang, aku anter ke depan kak." Shani mendongak supaya dapat melihat Sisca.

"Terus lo cuma ngajak gue kesini?" Tanya Sisca sambil mengangkat kedua tangan untuk merapikan rambutnya. Rambut hitam tebalnya yang berantakan malah membuat Sisca terlihat wah di mata Shani. Shani semakin gila saat Sisca mulai mengikat rambutnya secara asal.

Semua gerakan yang Sisca suguhkan terekam jelas oleh netra Shani.

"Shani, denger gue ngomong gak sih?" Sisca menepuk sebelah wajah Shani yang tidak menjawab pertanyaannya.

"Hah. Iya kak. Emang kak Sisca mau kemana lagi?"

"Kemana kek."

"Barusan ada temen yang bikin instastory di pasar malam deket sini. Mau kesana?"

"Mana ada pasar malam sore gini, Shan."

"Ada kak. Namanya doang pasar malam tapi bukanya dari sore kok." Shani memperlihatkan unggahan temannya yang memang terlihat ada komidi putar di belakangnya.

"Yaudah terserah lo aja."

"Kak Sisca mau mandi gak? Nanti pake baju punyaku dulu gak papa."

Bersama Shani, Sisca seakan lupa dengan segala permasalahan hidupnya. Biarlah waktu ini dimakan oleh kebersamaan keduanya. Bagi Sisca, menghabiskan waktu bersama Shani bukan sesuatu yang sia-sia. Dirinya dapat belajar banyak hal dari Shani. Skripsi yang selalu tertunda, kini hampir selesai. Entah karena sering disemangatin Shani atau karena Sisca telah sadar jika terus menunda akan menjadikan dirinya donatur abadi kampus.

Sisca berjalan turun dari lantai dua menuju lantai dasar dengan melompat, tidak dong, menuju lantai dasar melalui tangga.

"Tunggu dong kak." Shani setengah berlari menyusul Sisca yang sudah berdiri di depan gerbang.

"Tadi nyuruh duluan." Dasar Shani bocil.

"Hehe iya iya kak. Yuk." Shani menarik tangan Sisca.

"Yak yuk yak yuk. Ini kita kesana jalan kaki?" Sisca menarik tali hoodie yang Shani kenakan.

"Kita ke depan dulu kak Sisca, makan, abis itu pesen mobil online." Jelas Shani.

"Jadi kita harus makan dulu?"

"Lah iya, kak Sisca gak laper? Aku laper banget, kan belum sempet makan." Ucap Shani sambil menabuh perutnya yang sedari tadi meminta untuk diberi makan.

Sisca mendorong tubuh Shani agar berjalan lebih dulu. Dia tidak sanggup menahan gesrek melihat wajah gemas Shani yang sedang merasa lapar.

"Kak Sisca jangan dorong-dorong dong, kan aku gak mogok." Shani setengah memutar kepalanya ke belakang, menunjukkan lesung pipi yang tercipta karena tersenyum. Sok manis deh Shani.

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang