M

636 93 0
                                    

Beberapa hari kedepan, Shani dibebaskan dari semua tugas kuliah. Masa yang paling disukai oleh seluruh mahasiswa. Diberi waktu untuk menikmati minggu tenang menjelang ujian membuat seharian ini Shani merasa sedikit bosan karena tidak ada kegiatan. Ia juga belum menerima kabar dari Sisca sejak pagi. Kakak tercintanya itu pasti sedang sibuk mempersiapkan banyak hal untuk sidang nanti.

Baru saja Shani mengambil hairdryer guna mengeringkan rambutnya, dering handphone membuat ia menaruh kembali alat pengering itu. Melihat nama kekasihnya tertera di layar, Shani tanpa ragu untuk mengangkatnya.

"Shaniiiii aku gak bisa bangun."

"Ken- eh."

Panggilan yang langsung diputuskan oleh Sisca membuat Shani mendadak panik. Buru-buru ia mengenakan jaket, tidak peduli dengan rambutnya yang masih basah dan wajah yang belum dipoles apapun. Dengan langkah tergesa menuju ke jalan depan yang jaraknya cukup memakan waktu bermenit-menit dari kosannya.

"Bang, anterin ke alamat ini ya." Shani menunjukkan alamat yang ia simpan di note handphonenya ke abang ojek online yang kebetulan sedang ngetem di pinggir jalan.

Ketika seseorang merasakan kepanikan dalam dirinya, waktu seolah berjalan lebih lambat. Begitu pun saat ini, perjalanan yang ditempuh ke kosan Sisca terasa sangat lama, berkali-kali Shani menepuk pundak abang ojek supaya lebih cepat melajukan motornya.

Shani segera mengetuk pintu apartemen Sisca. Cukup lama Shani menunggu, belum ada sahutan dari dalam. Juga, menekan bel berkali-kali.

"Kak Sisca!" Sambil terus mengetuk, ia setengah berteriak memanggil Sisca.

Gagang pintu yang bergerak, membuat Shani memundurkan tubuhnya yang sangat dekat ke pintu.

"Kak Sisca kenapa?" Tanya Shani masih dengan perasaan panik. Semakin panik saat melihat wajah Sisca yang pucat.

"Jangan teriak-teriak." Sisca berbalik badan seraya melebarkan pintu, mengizinkan Shani masuk.

Shani menyusul Sisca yang bersandar di kasur kamar dan menarik selimut untuk membalut tubuhnya.

"Kak Sisca sakit?" Mengusap lembut kepala Sisca yang terasa hangat di tangannya.

"Cuma demam aja."

"Aku kan udah bilang, jangan terlalu diforsir ngerjain skripsinya."

Sisca menggenggam tangan Shani, "Emang udah waktunya sakit kayanya."

"Mana ada. Orang sakit itu karena terlalu capek. Aku udah berkali-kali bilang jangan sering begadang tapi kak Sisca gak mau dengerin."

"Iya sayang, bawel deh kamu." Balas Sisca seraya mencubit hidung Shani di sampingnya.

"Eh kakinya gak kenapa-kenapa?" Melihat Sisca meluruskan kakinya, tiba-tiba Shani teringat yang Sisca katakan di telepon sebelum ia ke sini.

"Emang kenapa?"

"Katanya gak bisa bangun?"

"Oh, tadi kaki aku kesemutan."

"Astaga, kak Sisca bikin aku panik tau di kosan."

"Kenapa panik?"

"Ya aku kira kak Sisca kenapa."

"Kan emang kenapa-kenapa, aku sakit loh ini."

"Iya, aku pikir ada hal yang lebih parah nyerang kak Sisca."

"Jadi aku sakit gini menurut kamu biasa aja? Cukup tau aku."

Aduh, sepertinya Shani salah ngomong.

"Gak gitu bubub."

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang