C

775 91 3
                                    

Hangat cahaya matahari mulai memudar bertanda senja segera hadir menyapa. Kicauan burung yang sempat meramaikan, perlahan meredupkan suara. Perempuan dengan kemeja abu-abu duduk menunggu di bangku panjang yang telah lama disediakan tepat di sebelah pohon rindang, entah oleh siapa.

Raut kesal tercetak di wajahnya, ia sangat tidak terbiasa merelakan waktu terbuang sia-sia. Sudah hampir enam puluh menit menunggu, sepertinya ia harus menyiapkan kata-kata mutiara untuk orang yang sedang ditunggunya.

"Lama banget ini bocah."

Beberapa meter dari tempat Sisca menyandarkan punggungnya, terlihat sesosok manusia berjalan gontai seraya menunjukkan beberapa deretan giginya. Penampilannya tidak ada yang berubah, sama seperti minggu lalu, mengenakan hoodie lengkap dengan topi dan tas hitam di punggung.

"Telat satu jam dari yang disepakati." Ucap Sisca sambil menunjukkan jam yang melingkar di pergelangan tangannya ketika Shani dengan sengaja berdiri menghalangi pandangan Sisca.

"Hehe, maaf kak tadi dosennya lagi betah ngajar." Tanpa dipersilakan, Shani langsung mendudukkan diri di sebelah Sisca.

"Gak usah banyak alasan, gue udah gerah pengen cepet pulang." Ucap Sisca sedikit ketus.

"Buru-buru banget kak, pulang kerja ya?" Tanya Shani.

"Setua itu ya gue di mata lo!" Jawab Sisca sedikit tidak santai, ia menatap tajam Shani.

"Eh, maaf kak saya kan gak tau. Jadi kakaknya baru pulang kuliah?" Pertanyaan basa-basi Shani sepertinya membuat Sisca semakin kesal. Sama sekali Sisca tidak membutuhkan obrolan basi begini.

Sisca tidak menjawab, ia hanya melirik sinis, berharap dengan lirikannya tersebut Shani bisa diam dan segera menyelesaikan urusannya.

"Iya iya kak, ini saya bayar untuk minggu ini ya. Berarti sisa tiga minggu lagi. Sabar ya kak, saya pastikan bisa beres tepat waktu."

Tatapan teduh Shani membuat Sisca sedikit merasa iba. Sebenarnya Sisca tidak terlalu mempermasalahkan jika Shani ingin menunda mengembalikan uangnya. Tanpa ia sadari, Shani memanggilnya berkali-kali. "Kak, kenapa bengong? Gak kesambet kan kak?" Belum semenit ia merasa kasihan, pertanyaan Shani kembali terdengar menyebalkan di telinga Sisca.

"Sembarangan lo! Sini, gue terima uangnya, makasih." Sisca bergegas berdiri. Lama-lama berada di sini, membuat dirinya khawatir tekanan darahnya menaik. Sungguh Sisca tidak memiliki stok sabar yang banyak.

"Sebentar kak!" Seru Shani.

"Apa lagi?"

"Kak Sisca pulang ke mana?" Tanya Shani sambil menarik ujung hoodie miliknya.

Sisca menghela napas lelah, "Kalo gue kasih tau, lo mau apa?"

"Mau bareng." Shani memindahkan tangannya ke atas, menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.







Shani mempercepat langkah. Hingga dirinya berjalan beriringan di sebelah kanan Sisca. Ia tahu Sisca sedang lelah dan tidak ingin banyak bicara. Maka, Shani pun ikut terdiam, takut jikalau mengajak ngobrol, Sisca kembali meledakkan emosinya.

Beberapa menit terdiam, Shani rupanya sudah tidak tahan. Ia melihat Sisca yang masih berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Bagi Shani, perempuan di sebelahnya ini sangat keren. Rambut hitam tebal, gingsul yang dapat menambah kadar gula kalau saja Sisca mau kasih tunjuk senyumannya, wajah tegas dan mata tajam yang indah, "Sempurna." Batin Shani.

"Ehem."

Sisca tidak menghiraukan.

"Kak Sisca."

Sisca masih belum menjawab.

"Kak Sisca, ada upil kuda!"

Merasa jengah, terpaksa Sisca harus menoleh.

"Bisa gak fokus sama jalan aja, gak usah aneh." ucapnya dan kembali berjalan.

Shani hanya tertawa ketika menangkap wajah kesal Sisca. "Kak Sisca beneran masih kuliah ya?" tanya Shani penasaran.

"Menurut lo, gue terlihat seperti pelajar atau ibu anak tiga?" Sisca balas bertanya.

"Kadang kaya mahasiswa, kadang terlihat lebih dewasa."

"Yaudah, kalau menurut lo begitu." ucap Sisca sambil membuka handphone untuk memesan kendaraan yang akan mengantarnya pulang.

"Jangan galak-galak dong."

Wajah Sisca kembali sinis.

"Kak Sisca kesini naik mobil online ya?"

"Iya."

Walau agak seram, Shani tidak menyerah menambahkan obrolan. Momen seperti ini jarang sekali Shani alami. Ya karena Shani anak kuper abies.

"Aku tungguin sampe mobilnya dateng ya kak, kalau sendirian nanti dicolek tuyul penghuni pohon besar tadi, hehe."

Sisca mendadak menghentikan langkahnya saat mendengar apa yang baru saja Shani ucapkan. Mana ada tuyul tinggal di pohon, pikir Sisca. Dirinya merasa takjub terheran-heran mengetahui bahwa Shani seaneh itu, tidak sesuai dengan tampang dan penampilan.

"Terserah."





















Maaf ya kalau tulisannya tidak sepanjang doa Sisca untuk Shani (ytta) wkwk

Namanya trial, masih butuh banyak belajar dan latihan. Aku selalu membutuhkan kritik beserta saran dari teman-teman.

Harapannya, semoga dari pembaca gak ngerasa bosen yaa

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang