"Aku gak nuduh."
"Kalo gak nuduh, kamu gak perlu curigain aku kaya tadi." Balas Sisca, tegas.
"Kenapa sekarang kak Sisca yang sewot?"
"Aku gak sewot, aku cuma gak mau kamu nuduh aku macem-macem."
"Ya udah ambil hapenya, buktiin kalo gak ada yang kamu sembunyiin."
"Aku gak nyembunyiin apapun dari kamu, Shan."
Shani tersenyum tipis, "dengan kamu kaya gini, aku malah makin curiga."
"Kamu curiga apa sih? Bahkan kita tiap hari ketemu, tinggal bareng. Apa yang kamu curigain dari aku!"
"Berat banget buat nunjukin apa yang ada di hape kamu?"
"Shan, kamu serius securiga ini?"
"Aku gak akan curiga kalo kamu biasa aja."
"Emang aku gimana sih, Shan? Aku harus gimana di mata kamu?"
"Aku cuma minta ambil hape kamu."
"Shani, di hape aku beneran gak ada apa-apa."
Shani terdiam. Mengalihkan pandangannya. Ia berdiri dari duduknya, tanpa permisi berjalan meninggalkan Sisca.
Sisca menahan langkah Shani.
"Aku mau istirahat."
Sisca melepas genggamannya, kemudian mengambil ponsel yang tadi ia letakkan di atas meja.
Ia kembali berdiri di hadapan Shani, diam sejenak lalu menatap Shani dengan tatapan serius.
"Ambil!" Sisca menyodorkan ponselnya pada Shani.
Melihat tidak ada pergerakan, Sisca meraih satu tangan Shani, memberikan ponsel miliknya.
Shani yang menerima, hanya terdiam di tempat.
"Kita selesaikan hari ini!"
"Maksud kamu?"
"Telfon balik nomor tadi. Kalo terbukti aku main belakang, putusin aku sekarang!"
Shani menggeleng pelan. Mencoba mengembalikan ponsel itu pada Sisca. "Bisa gak usah begitu?"
"Kamu mau bukti kan?"
Shani menatap ponsel di tangannya, menimbang pilihan.
"Lama!" Sisca mengambil paksa ponselnya.
"Jangan kemana-mana!" Sisca menarik tangan Shani yang hendak berbalik badan.
"Sayang..."
Sisca melirik sekilas pada Shani yang menatapnya, panggilan pertama pada nomor yang sedang dihubungi, belum terangkat. Begitu pula pada panggilan kedua, ketiga.
"Sayang, udah ya. Aku minta maaf."
"Diem!"
Shani mengangguk. Ia melihat ke bawah, tangan kanannya masih ditahan dalam genggaman erat jemari Sisca.
Sisca masih terus menerus menekan dial telepon pada deretan angka tanpa nama tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, detik demi detik berjalan pada layar, terdengar suara menyapa.
"Halo."
"Sis.."
Kemudian hening tercipta, keduanya saling tatap menyelami pandangan masing-masing.
Tiba-tiba, suara di balik telepon itu kembali terdengar.
"Sisca..."
"Ngomong dong.."