R

638 64 6
                                    

Di luar langit mulai menyempurnakan warnanya, walaupun matahari tidak menunjukkan cahaya tajam seperti biasanya karena tertutup oleh gerombolan awan yang berbaris menghalangi.

Shani terbangun dengan kepala pusing. Akhir-akhir ini ia sering merasakan sakit di kepalanya tanpa sebab. Mungkin masih terbawa suasana ujian pekan lalu. Selalu seperti ini. Bahkan setelah beberapa hari masa ujiannya terlewat. Shani menyadari dan ia pun pernah berkata kepada Feni kalau kapasitas otaknya berkurang beberapa GigaByte setelah kuliah di jurusan yang ia pilih saat ini.

Sambil menatap langit kamar, ia merasa ubun-ubun kepalanya berdenyut nyeri. Di tengah diamnya, ia baru menyadari bahwa sebelah tangannya yang terulur ke samping sejak tadi terasa ringan. Seperti ada yang hilang. Seingatnya semalam ia membiarkan Sisca tertidur di dalam dekapannya. Lagi-lagi hanya kehampaan yang Shani lihat ketika membuka mata. Sisca sudah bangun lebih dulu dan meninggalkan Shani sendiri.

Shani memaksa tubuh yang terasa lemas agar segera bangkit. Sambil terduduk, ia memijat-mijat keningnya untuk mengusir sakit yang tengah melanda.

Shani mencoba mengambil kacamata di nakas samping ranjang. Menghempas pandangannya yang kabur.

Ia berjalan pelan menuju ruang tengah seraya mengikat asal rambutnya yang sudah panjang melebihi bahunya.

Samar-samar ia mendengar seperti ada yang mengobrol di sana. Shani memperhatikan kakak tercintanya itu sesekali tertawa menanggapi, ia tidak dapat menebak siapa yang tengah menghubungi Sisca karena suaranya tidak begitu terdengar jelas.

"Siapa kak?"

Suara dari arah pintu membuat Sisca mendongak, dengan segera ia menutup panggilan itu dan meletakkan ponselnya di meja.

"Gracia, ngajak revisian di luar." Jawab Sisca sambil menggeser tubuhnya, memberi ruang kosong untuk Shani duduk.

Sambil menggosok-gosok kedua matanya, Shani menghampiri Sisca yang sedang duduk di sofa, kemudian langsung merebahkan kepalanya di paha Sisca dan memeluk manja.

"Pusing kak." Adu Shani, menenggelamkan kepalanya di perut Sisca.

Tanpa kata yang terucap, tangannya memijat pelan kening Shani yang sudah kembali memejamkan mata. Mencoba menghilangkan pusing yang Shani rasakan.

"Kak Sisca mau pergi lagi ya?" Tanya Shani, menatap dari bawah.

"Hem"

"Emang kalo udah sidang masih harus ke kampus ya kak?"

"Iya, kan masih ada revisi. Kalo udah beres semua baru deh tinggal nunggu wisuda." Jawab Sisca, berusaha menjelaskan.

"Kak Gre suruh ke sini aja kak, Kak Sisca dari aku selesai ujian udah sering keluar. Gantian kak Gre yang nyamperin kakak."

Sisca hanya tersenyum sambil mengelus rambut Shani yang sudah terlepas dari ikatannya.

Merasa permohonannya tidak ditanggapi, Shani terbangun dari pangkuan Sisca.

"Iya kak? Di sini aja."

"Hari ini aku temuin dulu ya gak enak udah janji."

Shani mengangguk, mencoba memahami Sisca yang semakin sibuk dari sebelumnya.

"Masih pusing?" Tanya Sisca ketika melihat Shani menyandarkan tubuhnya dengan mata terpejam.

Shani hanya menggeleng pelan. Masih enggan membuka mata.

Sisca menangkup kedua pipi Shani, membuat mata bocahnya itu setengah terbuka.

"Bubub ngambek ya?"

"Nggak" jawab Shani datar.

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang