Lima hari yang berlalu dengan ribuan bunga-bunga merekah di hati Sisca. Ia membuka matanya perlahan, setelah resmi menjadi pacar Shani ehem, pagi hari yang selalu dianggap membosankan bagi Sisca, kini berubah menjadi waktu yang ditunggu-tunggu kehadirannya.
Bukan segelas air putih lagi yang ia cari, tangannya seperti otomatis meraih handphone untuk membaca pesan dari Shani. Mahasiswi aneh itu menjadi lebih hangat dan Sisca semakin merasa cintah pakai h. Meski, kadang terasa lebih lebih aneh karena sok romantis. Tetapi Sisca suka. Gimana dongg
Selamat pagi bububb. Udah bangun belum? Aku ngirim pesan ini sebelum tidur tau, biar gak telat ngucapin hehe
Senyum Sisca mengembang di balik muka bantalnya. Kadang dia merasa geli karena Shani menyematkan Bubub sebagai panggilan sayangnya.
Sisca masih tersenyum.
Iya, aku baru bangun. Jam 9 nanti mau bimbingan. Kuliah jangan males, tugasnya dikerjain.
Setelah membalas pesan dari Shani, Sisca meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena tertidur cukup lama. Ia melirik jam yang terletak di atas meja. Masih pukul tujuh. Masih ada waktu untuk Sisca melaksanakan kegiatan rutinnya. Yaitu tidur lagi.
Sejak pertemuan ketiga mereka di bazar buku, perasaan Sisca sudah mulai bertumbuh. Ia menyadari tapi tidak ingin terlalu cepat mengakui. Ada secuil ketidakyakinan di hati Sisca terhadap perasaannya pada Shani, waktu itu. Hingga, Sisca memutuskan untuk berani menyadari kalau perasaan itu bukan perasaan yang hanya singgah. Tingkah konyol Shani, berhasil membuat Sisca terperangkap terlalu dalam.
Hubungan yang baru mereka jalani, sama sekali tidak menyisakan luka. Seolah mereka tidak memiliki kisah pilu sebelumnya. Terkhusus Sisca, dirinya seakan lupa dengan Devan. Mantan kekasih yang meninggalkan banyak cerita indah untuk Sisca. Bukan keinginan mereka juga untuk berpisah. Semua ini karena keadaan yang menuntut. Sehingga, tidak menutup kemungkinan, Sisca masih mengingatnya sampai saat ini.
Sisca duduk di tangga sebelah ruang dosen. Menatap pintu ruangan itu yang kembali terbuka dan tertutup karena banyak mahasiswa yang bolak-balik bertemu dengan dosen pembimbing.
"Lagi nunggu dosen Sis?" Suara yang tiba-tiba menghampiri telinga Sisca, membuat ia seketika menoleh.
"Iya Gre, lama banget." Jawab Sisca menggeser tubuhnya supaya temannya itu bisa duduk.
"Biasa itu mah. Lo udah mau kelar kan?"
"Udah bab 5, dikit lagi sih, tapi lo tau sendiri kan beliau itu suka banget nunda-nunda."
"Sabar dong, biar kita lulusnya bareng, haha."
"Gak gitu dong, Gracia. Kalo lo masih lama ya gue tinggal."
"Buru-buru banget, pengen cepet nikah ya lo?" Gracia memicingkan matanya seolah menebak pikiran Sisca.
"Ya iya lah. Gue gak mau jadi mahasiswa kolot di kampus ini."
Gracia tertawa mendengar jawaban Sisca yang sebenarnya sudah ia duga. Menjadi teman satu angkatan, satu jurusan dan satu kelas, membuat keduanya lumayan akrab. Apalagi, sama-sama sedang dipusingkan oleh skripsi yang tak kunjung selesai.
"Makan dulu aja yuk ke bawah." Ajak Gracia.
"Nanti kalo gue ke bawah, tiba-tiba si bapak dateng gimana. Lo duluan aja deh."
"Yaudah. Semangat bimbingan Sis. Semoga yang dicoret gak banyak kaya kemaren ya." Gracia bangkit seraya tertawa melihat raut wajah kesal yang Sisca tunjukkan.
Sisca mengangkat ponselnya yang berdering.
"Bubub, udah di kampus? Udah makan belum?" Seolah menjadi obat, suara Shani selalu mampu membuat Sisca tenang.