H

662 80 5
                                    

"Kak, makasih banyak ya udah ngasih aku waktu buat balikin uangnya."

Saat ini, di sebelah pohon rindang, tempat Shani dan Sisca pertama kali bertemu untuk COD handphone yang Shani jual. Tempat yang sepertinya akan dikenang suatu hari nanti. Atau malah menjadi tempat favorit mereka untuk bertemu di hari-hari berikutnya.

Setelah urusan mereka selesai, tidak ada yang tau kedepannya bagaimana.

Tangan Sisca terulur, menerima uang yang Shani berikan. "Makasih juga ya, Shan."

"Es kelapanya diminum dulu ka." Ucap Shani menggeser gelas yang berisi es kelapa itu pada Sisca.

"Lo abis ini mau pulang atau ngapain?" Tanya Sisca seraya mengangkat gelas di hadapannya untuk ia minum.

"Kak Sisca mau kemana?" Shani berbalik tanya. Hal yang sebenarnya tidak Sisca sukai. Ditanya malah balik nanya.

"Gak tau juga sih. Kecuali ada orang yang ngajak." Sisca memainkan sedotan yang berdiri letoy dalam gelas di tangan kirinya.

Shani tertawa pelan, "Mau liat senja lagi?" Shani berusaha peka.

"Gak ah, bosen."

"Terus kemana?"

"Kemana aja, yang penting bukan pantai lagi."

Shani harus memaksa kepalanya bekerja lebih cepat untuk memikirkan sebuah tempat.

"Mall?"

"Ngapain? Gak seru."

"Kemana dong kak?" Perempuan memang ribet ya, sabar Shani.

"Lo gak ada rekomendasi tempat gitu?" Sisca mengubah posisinya menghadap Shani.

"Aku belum pernah keliling kota ini kak, belum tau ada apa aja, taunya cuma angkringan depan kampus sama warkop seberang."

"Yaudah, disini aja. Ngobrol sampe pagi." Sisca berbalik, meletakkan gelas yang ia pegang.

Tidak ingin membuat Sisca kecewa, Shani menarik tangan kanan Sisca supaya ikut berdiri dengannya.

Meski sedikit tersentak, Sisca tetap mengikuti langkah Shani. Entah akan dibawa kemana. Sisca menatap jemari Shani yang erat menggenggam pergelangan tangan kanannya.

"Mau kemana Shan?" Tanya Sisca

Shani melepas genggamannya, menoleh ke arah Sisca yang berdiri di belakang. "Ke tempat yang paling nyaman."

"Gak aneh-aneh kan lo?" Sisca bertanya untuk memastikan.

"Gak akan. Jalannya di samping aku kak. Biar gak kaya bodyguard." Shani melangkah mundur, mensejajarkan dirinya dengan Sisca.

Sepanjang mereka berjalan, keduanya sama-sama saling diam. Sisca hanya mengikuti langkah Shani. Di saat seperti ini, Sisca dapat melihat ada sisi dewasa pada diri Shani. Memperhatikan wajah samping Shani, membuat Sisca tanpa sadar tersenyum kagum. Kagum akan ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna. Indah sekali.

Sisca mengalihkan pandangannya kembali pada jalan. Dahinya mengernyit seperti tidak asing dengan jalan yang mereka tempuh. Tidak salah lagi...

"Ini kan jalan ke kosan lo, Shani." Ujar Sisca menarik ujung baju Shani.

"Ya emang kak." Shani seperti tidak merasa bersalah.

"Kok kesini sih?"

"Kan aku bilang tempat paling nyaman. Kosan bagi aku tempat paling nyaman sedunia kak." Shani terkekeh melihat ekspresi Sisca yang cepat sekali berubah.

"Tau ah, gue mau pulang."

Shani menahan Sisca dengan kedua tangannya. "Jangan pulang kak, kita ngadem dulu di kos. Masih panas gini." Shani membalikkan tubuh Sisca supaya kembali berjalan.

"Nyebelin banget."



"Kak Sisca mau minum apa? Teh, kopi, susu atau air biasa?"

Mereka telah berada di kamar kos Shani. Sisca duduk di kasur Shani dengan kaki kanan menumpang kaki kirinya yang terlipat ke dalam.

Sisca masih kesal. Selain aneh, Shani juga menyebalkan. Sangat.

"Terserah." Jawab Sisca, ketus.

"Kopi aja ya?"

"Gak suka."

"Teh?"

"Gak biasa minum teh."

"Susu?"

"Gak."

"Terus apa kaaakk?" Shani sedikit merengek karena bingung dengan jawaban Sisca.

"Ya terserah lo aja."

"Yaudah, aku ke bawah dulu ya ambil minuman dingin."

"Gak usah. Air biasa aja." Balas Sisca menurunkan salah satu kakinya.

Shani tahu Sisca masih menyimpan kekesalan karena realita ini tidak sesuai ekspektasinya. Mungkin Sisca berpikir akan diajak ke tempat yang indah, penuh lampu-lampu temaram di sebuah kafe. Setelah ini Sisca tidak akan berekspetasi tinggi lagi pada Shani.

"Maaf ya kak, aku ngajaknya kesini. Jujur bingung kak mau ngajak kemana." Shani berdiri di hadapan Sisca yang enggan mengangkat kepalanya untuk menatap Shani.

Sisca hanya mengangguk.

"Kak Sisca mau makan apa? Biar aku pesenin." Tawar Shani.

"Nanti aja, belum laper."

Shani mendudukkan dirinya di bawah Sisca. Bersandar pada sisi kasur, tepat di sebelah kaki Sisca.

"Lo ngapain disitu?"

"Kak Sisca ngekos juga?" Shani menggerakkan kepalanya mengarah ke Sisca. Mengabaikan pertanyaan Sisca.

"Gue tinggal di apart. Tapi sama aja lah ngekos" Sisca menaruh handphonenya di atas bantal.

"Berarti kak Sisca bukan asli orang sini ya?" Tanya Shani, lagi.

"Gue dari Solo, sama aja kaya lo anak rantau. Kalo lo asli mana?" Sisca berpindah ke bawah, duduk di sebelah Shani.

"Aku dari Jogja kak." Jawab Shani.

"Sama-sama wong jowo ya kita haha." Sisca tertawa mengetahui ternyata mereka satu suku. Dari tampangnya, Shani memang tidak terlihat seperti pribumi Jawa. Namun, Shani dapat memastikan kalau darah Jawanya sangat kental.

"Kak Sisca punya pacar?"
Tanya Shani memotong tawa Sisca.

"Sempet punya."

"Berarti sekarang jomblo?"

"Ya bisa dibilang begitu, kenapa?" DEG

"Gak papa, selain sama-sama dari Jawa, ternyata kita juga sama-sama jomblo hahah."

Ah, Sisca terlalu berpikir kejauhan.

"Lo gak mau cari pacar?" Tanya Sisca menatap mata teduh Shani.

"Belum kepikiran kak."

"Ada orang yang lo suka?" Hmm

"Ada sih, tapi masih ragu dan bingung ngungkapinnya gimana." Shani meluruskan kaki jenjangnya.

"Tinggal ngomong doang kenapa bingung?"

"Mungkin nanti, kak."















































Wkwk

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang