T

630 83 6
                                    

Setelah berdebat kecil masalah pakaian dengan Shani, akhirnya Sisca memilih untuk mengalah daripada waktu semakin dimakan oleh perdebatan mereka.

Baru kali ini, Shani bersikap tegas terhadap pakaian yang Sisca pakai. Biasanya ia cuek saja dan tidak mengomentari apapun pilihan Sisca. Selama Sisca nyaman---tentunya menghindari amarah Sisca.

Sisca tidak ingin memikirkan itu saat ini. Waktu terus berlalu, ia berjalan ke arah pintu utama, meninggalkan Shani yang sedari tadi terdiam setelah menyuruh Sisca mengganti bajunya dengan baju yang ia pilihkan.

Sisca mengendarai mobilnya, melaju cepat ke arah pusat kota. Lagi-lagi ia terpaksa berbohong kepada Shani.

Apakah begini rasanya orang-orang yang punya pacar lebih dari satu? Ribet dan harus banyak bohong? Apalagi kedua pacarnya sama-sama tidak tahu kalau sedang diduakan.

"Arrgghh!"

Sisca memukul setir dengan satu tangannya. Tidak pernah terlintas di pikirannya, ketika telah terikat status dengan seseorang, malah menerima kembali mantan kekasihnya.

Pilihan yang membuatnya pusing sendiri.

Sisca tidak pernah mengira jika akan sepusing ini menjalin hubungan dengan dua orang. Ia harus berbohong kepada Shani, juga Devan, juga teman-temannya.

Ia selalu memikirkan hal-hal kecil seperti itu, berhati-hati dalam bicara, khawatir bisa membongkar semuanya.

Dari lubuk hati terdalam, Sisca tidak ingin menyakiti perasaan keduanya. Shani dan Devan, meski memiliki kepribadian yang berbeda, tetapi, Sisca menyayangi dan mencintai mereka.

Derasnya arus yang membuat hanyut dalam pikirannya sendiri, membuat ia tidak menyadari telah sampai di depan tempat tinggal sementara kekasih ke-duanya selama di sini. Pertama atau kedua ya? Entahlah. Sama saja.

"Halo, aku udah di depan."

Sisca menutup panggilannya setelah berhasil memakirkan mobilnya agar tidak menghalangi mobil lain yang akan melewati jalanan itu.

Ia turun dan beranjak menyusul Devan, membantu membawakan beberapa barang yang kemudian dimasukkan ke dalam bagasi.

"Udah?" Tanya Sisca, menutup bagasi mobilnya.

Devan tersenyum, senyuman yang selalu bisa membuat perasaan Sisca menjadi hangat. "Udah. Makasih ya sayang. Aku yang nyetir boleh?"

Senyumnya dibalas oleh Sisca tak kalah manis. "Boleh."

Beberapa menit menyusuri jalanan kota yang selalu padat, namun tidak sepadat biasanya, ada kebingungan yang menghampiri ketika melihat Sisca yang masih diam sejak mobilnya keluar menuju jalan raya.

Tangan kirinya menggenggam jemari Sisca, "Kenapa?"

"Apanya?"

"Kenapa ditekuk gitu mukanya?"

"Nggak papa"

"Beneran?"

"Iya. Aku cuma sedih aja, ditinggal lagi sama kamu."

Devan terkekeh kecil, "Minggu depan ketemu lagi kok. Sabar ya, kita LDR sebentar."

Lelaki di sebelahnya ini, memang lebih dewasa dari Shani, dalam menyikapi apapun. Mungkin karena usianya yang juga lebih dewasa dari Shani. Tetapi, ia pun tidak menolak untuk mengakui kalau Shani terkadang bisa bersikap dewasa dengan caranya sendiri.

Devan mengernyitkan keningnya, melihat Sisca yang kembali terdiam.

"Kok ngelamun?"

Sentuhan lembut dari Devan, menyadarkannya dari pikiran yang itu-itu saja.

Kadang-kadang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang