"Rok sekolah sepan sialan."
Khia menggerutu dengan suara yang amat pelan saat dia menemukan posisi setengah duduknya dan setengah tidak jelasnya ternyata benar-benar tidak nyaman, tidak terelakkan lagi.
Di tengah-tengah suara huru-hara di luar sana dan hembusan napas yang cukup keras soalnya tidak tahu tawuran sekolahnya ini tenangnya kapan, Khia harus makan hati selama sembunyi di dalam tong biru yang ada di bangunan belakang.
Kakinya sudah kebas selama sepuluh menit setelahnya, dan dia tidak akan berbohong kalau dia mau pulang sekarang juga. Tahu begini nggak usah cabut kelas sendirian.
Meraba-raba saku roknya agar bisa mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan agar abangnya bisa menjemputnya di warung Mbak Sri dekat Riau Junction, Khia hanya butuh berpikir cara keluar tanpa ketahuan.
Saat dia berusaha untuk mengubah posisi agar bisa mengintip, Khia mendengar bunyi ketukan di tong biru itu.
Mati dia. Si gadis sontak merutuk habis-habisan.
Bunyi ketukan itu terdengar lagi. Khia bisa tidak, ya, kalau dia diam dan pura-pura tidak mendengar apa-apa?
"Nggak ada yang lewat sini." Ada suara lain, membuat Khia mencelos. Entah dia harus senang dengan apa yang orang itu katakan atau malu karena ketahuan sembunyi di dalam tong.
Tangannya mendorong penutup tong itu sampai jatuh ke tanah dari bunyinya. Ia menempel ke tong untuk menjatuhkan benda itu dan mendarat di tanah dengan tidak begitu sakit.
Khia merangkak keluar, disambut oleh bau tembakau pekat. Untung bapak dan abangnya juga merokok, setidaknya hidungnya tidak syok.
"Anak mana lo?" tanya Khia.
Mata cowok itu melihatnya dengan tatapan sayu yang kesannya tidak peduli. Ia terlihat kurang tidur, dasar cowok sok emo. Bukan tanpa alasan Khia mengejeknya didalam hati: jaket ripped jeans hitam, kaos My Chemical Romance berwarna senada, sepatu kets hitam bertali putih dan celana SMA yang membuatnya jadi tidak dikenali darimana soalnya warnanya warna nasional.
"Ngapain sembunyi di tong?" tanyanya balik, membuat Khia menggerutu lagi. Ditanya malah nanyain balik.
"Lo anak mana?" dia kukuh ingin jawaban, ingin menunjukkan bahwa kalau ditanya, si gadis butuh jawaban dulu.
Cowok itu menatapnya lebih dalam dan ia terdiam sementara. "Gue dibawa nyasar ke sini. Ngapain sembunyi di tong?"
"Ya, pengen aja." Entah jawaban macam apa itu.
Di tengah huru-hara bunyi sirene polisi dan teriakan di kejauhan, Khia berlalu meninggalkan si cowok sok emo sendirian di gedung belakang. Di tengah rasa penasaran sekaligus jengkel sang gadis, ia tidak tahu cowok itu sudah mengetahui semuanya.
Kekehan ringan dan asap nikotin, ternyata ia tidak salah mau-mau saja waktu dibujuk ngurusin band kawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Manners
Teen FictionDi tengah sirene polisi dan suara drum yang tidak boleh terlihat dipukul sempurna oleh si gadis yang katanya anak paling pendiam di sepenjuru kota Bandung, Khia menyimpan rahasia. Katakan Laké Toer jenius langsung menebak jitu Anarkhia Lai' bukan ga...