Sesuai perkataan Laké untuk tenang-tenang saja, Khia menyaksikan dengan matanya sendiri kepala sekolahnya ditangkap oleh polisi hari ini.
Cowok itu benar saja. Entah darimana dia mendapatkan rahasia-rahasia jelek sekolah, tapi Khia akhirnya jadi tahu kalau perkataan abang dan kawan-kawan abangnya tentang Laké itu tidak salah sama sekali: menakutkan dan mematikan.
"Eh, ada Khia." Bang Riko yang sadar dengan kehadirannya di warung Mbak Sri langsung memanggilnya, membuat cowok yang duduk didekatnya dan sudah dibicarakan sepanjang hari oleh kawan-kawannya ini. "Ké, cewek lo tuh, dateng. Sapa dong."
"Anarkhi." Laké menengadah. "Hai, cewekku."
"Hai." Dia menghela napas. "Bener kata kamu." Akunya, yang menarik senyuman dari si cowok. "Kasus aku terlupakan." Namun, tanpa sang gadis ketahui, orang-orang yang sibuk mendengarkan percakapan macam apa saja yang mereka miliki di tengah-tengah warung langganan samping sekolah.
Raut wajah Bang Jio menyiratkan tanda tanya yang besar, "Aku??? Kamu???"
"Ya, pasti. Itu udah aku cariin berita yang paling heboh. Masih butuh yang lebih lagi, kah?" tanyanya.
Tanda tanya di wajah manusia-manusia yang duduk di sekitaran meja itu semakin besar, semakin banyak.
"Nanti aja kalau misalnya aku masih ditanyain soal kasus kemarin, aku hubungi deh." Dia duduk di sampingnya yang tadinya masih kosong. "Ngomong-ngomong, kenapa harus banget sih bikin skandal lain?"
"Kan demi cewekku." Seringai nakalnya tampak dengan sangat jelas. "Entar kalau masih ada yang ganggu: Abby, Eric waktu dia misalnya penjara segitu tahun juga belum ngerti kata tobat, kepala sekolah, gubernur, staf spesial presiden, kawan-kawan Apakku atau beliau sendiri, kasih tahu, ya."
"Drama banget." Ia menutup wajah Laké dengan tangan kanannya, lembut dan mengusahakan yang terbaik untuk tidak mendaratkannya terlampau cepat.
Terdengar suara huru-hara dari tempat yang tidak begitu jauh, berasal dari area sekolahan. Bunyi-bunyian yang memekakkan telinga itu menahan tangan Laké yang sedang sibuk mengelus lembut rambut gadisnya.
"Balik, balik, guys." Bang Jio sontak berdiri dari posisi santainya. "Anak sebelah yang kemarin kita serang. Sekolahan lo kayaknya, Laké."
Laké mengangkat bahunya. "Nggak nembus ke gue infonya." Bersamaan dengan orang-orang yang sudah berpindah tempat dan segera menyalakan motor mereka, sama dengan Laké yang langsung mengenggam tangan Khia dan buru-buru menyalakan motornya, membelah kota itu sebagaimana yang dilakukan oleh keduanya pada hari sebelumnya.
"Kita kabur-kaburan terus dari kemarin, deh." Khia tertawa terbahak-bahak saat mereka melesat menuju rumah Laké yang tidak jauh tetapi melawan arah Sultan Agung.
"Rela deh aku kalau harus kabur-kabur begini." Katanya, menarik atensi si gadis sampai ia mengernyitkan dahinya. "Kan sama kamu."
"Udah, ya." Khia berpura-pura muntah, jengah. Dia sudah diperlukan demikian sejak mereka memutuskan untuk meresmikan hubungan ini dengan cara paling kasual dan tidak resmi. "Lebay ah kamu."
"Lebay gini juga dipacarin."
"Iya, deh."
Waktu Laké memarkirkan motornya di pekarangan, Khia berkata dengan senyuman yang terkulum, "Aku intip dengar, katanya, Bang Jio mau ketemu sama Eric di sel besok. Kamu tahu, nggak?"
"Nggak." Wajah Laké terlihat kaget. Untunglah. Ia menyadari bahwa gadisnya tidak terlalu memerhatikan sampai ke ritme napas Laké yang sudah mulai tenang karena hampir ketahuan.
"Si Eric di tahanan bakalan kena tonjok kayak di film-film drama Korea gitu, nggak ya, yang sampai bonyok waktu antagonisnya masuk ke tahanan."
"Kenapa memangnya? Kamu mau dia bonyok?"
Khia tidak menjawab, dan Laké terlampau nekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Manners
Teen FictionDi tengah sirene polisi dan suara drum yang tidak boleh terlihat dipukul sempurna oleh si gadis yang katanya anak paling pendiam di sepenjuru kota Bandung, Khia menyimpan rahasia. Katakan Laké Toer jenius langsung menebak jitu Anarkhia Lai' bukan ga...