pasca

11 1 0
                                    

"Rok sekolah sepan sialan."

Laké bersumpah, dia seperti mendengar rutukan samar-samar entah darimana.

Di tengah-tengah huru-hara karena tawuran lagi antara sekolahnya dengan sekolah tempatnya sekarang lagi sembunyi sebentar sebelum mencari si Jio Lai', Laké berdoa agar dia tidak perlu mengurusi hal-hal mistis di belakang Wina Satyasa ini. Tenang saja, roh-roh penunggu, Laké Toer bersumpah, dia akan pergi sebentar lagi.

Laké cuma mau duduk sebentar, menyandarkan punggungnya di dinding dan menyalakan rokoknya lagi soalnya bibirnya sudah asam daritadi menjawab telepon Jio tentang ke warung Mbak Sri, mana mereka sahut-sahutan dengan setengah tuli soalnya sekitaran sedang teriak-teriakan.

Namun, telinganya yang aslinya tidak budek itu mendengar grasak-grusuk dalam taraf paling kecil dari dalam tong dekat tempatnya duduk.

Mendekat, ia ingin memastikan dengan mengetuk tong itu beberapa kali. Beneran nggak ada kan, ya? Laké menenangkan dirinya sendiri. Hantu mana juga yang mau tiba-tiba cilukba dari dalam tong.

Namun, berusaha tetap berpikir positif, dia mengeluarkan suara dengan nada paling tenang, tidak takut dan datar yang bisa ia keluarkan. "Nggak ada yang lewat sini." Barangkali cuma ada anak yang takut kena tawuran sekolahannya makanya sembunyi dalam tong.

Tadinya Laké mau tenang-tenang saja sesapi rokoknya yang ia cinta itu sampai ada yang keluar dari dalam tong, mana keluarnya dengan cara menjatuhkan tong. Lucu, deh.

Seorang gadislah yang merangkak keluar dan bersamaan dengan asap yang dikeluarkan dari dalam mulutnya, gadis itu tiba-tiba bertanya, "Anak mana lo?"

Laké menganalisis, menatapnya dengan penuh makna. Ia harap, mata kurang tidurnya yang sibuk mengurusi dokumen-dokumen bukti yang dibutuhkan oleh Jio untuk membersihkan nama adiknya ini tidak membuat sang gadis berpikir yang tidak-tidak. Mana Laké tampak seperti anak begajulan sekarang, dengan busananya yang tidak sesuai kaidah sekolahan Indonesia.

"Ngapain sembunyi di tong?" dia bertanya, penasaran juga dengan alasan si gadis. Wajah gadis itu tampak tidak senang, dan seperti akan menggerutu. Duh, Laké salah kata apalagi, Tuhan?

"Lo anak mana?" oh, maunya pertanyaannya dijawab dulu gitu, ya?

Terdiam sebentar, Laké harus menjawab apa? Nunggu waktu yang tepat sampai Jio Lai' balik ke warung Mbak Sri habis memimpin tawuran antar sekolahannya ini lagi? "Gue dibawa nyasar ke sini. Ngapain sembunyi di tong?"

Memangnya cuma dia yang bisa mengulang pertanyaannya? Laké juga bisa.

"Ya, pengen aja." Apa, sih???

Tapi, sebentar. Wajah gadis ini, kenapa rasanya Laké familier, ya? Butuh beberapa waktu, sampai si gadis berlalu meninggalkannya di gedung belakang sekolahan Jio untuk Laké akhirnya sadar bahwa itu adalah adik Jio Lai'. Adik kawannya. Fotonya sudah pernah Laké lihat dari postingan-postingan sang abang.

Buset. Sempit juga Bandung raya ini.

Melanjutkan acara sebat-menyebatnya, Laké terkekeh. Tidak salah dia sampai mau diseret ngurusin band dari belakang layar sebagai anonim.

Anarkhia Lai', ya? Jio pernah menyebutnya.

Sumpah demi kucing Amai yang suka dia peluk, gadis ini terlampau cantik.

Anarkhi, sang kekacauan yang membuat hati Laké jadi huru-hara sendiri dan bukan hanya Bandung hari itu, terlampau tidak bisa dikatakan, terlampau indah.

Midnight MannersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang