Aku menggengam tangan itu dengan berat hati. Setiap buku-buku jarinya terdapat guratan merah dan biru lebam yang membuatku merintih setengah mati.
Wajah hingga lehernya tak jauh beda dengan lebam- lebam di tangannya.
Aku merutuk segala hal yang membuatnya menjadi tak berdaya seperti ini. Rasanya baru tadi sore dia mengatakan setuju untuk tidak terluka. Tapi yang kulihat jauh dari persetujuannya.
Air mataku masih saja menetes, sulit sekali bagiku beranjak dari sini. Sulit bagiku berada di ruangan dengan dua orang paling berharga dihidupku terkapar penuh trauma karena sosok gelap yang jahat.
Harry sudah tidur di sisi ranjang yang lain, dengan Sirius yang telah berubah menjadi anjing meringkuh di kaki Harry yang terbabat karena luka.
Harry harus meminum ramuan supaya tidak bermimpi buruk terlebih dahulu sehingga dia bisa tertidur pada akhirnya.
Sedangkan di depanku ada dia. Dia yang menjadi sumber kebahagiaan baruku akhir-akhir ini. Dia yang membuat waktu- waktuku terisi dengan kenangan berharga. Dia yang membuatku jatuh berkali-kali namun tidak pernah membuatku terluka. Belum pernah tepat ketika hari ini tiba.
Sulit bagiku untuk membersihkan luka- luka di wajahnya. Dan aku tahu aku tidak ingin membersihkan lukanya dengan sihir.
Jika hal ini saja sulit bagiku bagaimana dengan orang tuanya. Ibu Cedric masih saja belum kuat untuk mendekat kepadanya dan Ayahnya masih saja belum terima dengan apa yang terjadi pada putra kesayangannya.
Mereka baru saja mendekat namun tidak sanggup menghadapi lebih lama. Aku maklum sekali dengan hal itu karena aku tahu, aku sama tidak kuatnya.
Cedric belum bangun dari tadi. Madam Pomfrey mengatakan dia hanya pingsan ketika memakai portkey.
Madam Pomfrey masuk dengan segala perasaan yang bercampur aduk melihat kami. Sulit bagiku menjelaskan bagaimana tampilannya saat kami semua tampak sama sekaratnya.
" Kau harus kembali Kennya, kau harus istirahat." Ujarnya penuh perhatian, tapi aku menggeleng merasa tidak mau meninggalkan Cedricku sendirian.
Madam Pomfrey pada akhirnya mengerti dan mengizinkanku tinggal. Aku mulai bekerja tanpa suara, memberatkan diriku membersihkan luka- luka di wajah tampannya.
Tak butuh waktu lama bagi kain putih basah yang membasuh wajahnya menjadi kotor akan darah kering ketika aku menyapukannya.
Ringisan perih dapat aku rasakan saat aku menyentuh luka di wajahnya. Luka- luka itu tampak menakutkan dan serasa tidak ada habisnya.
Aku berharap dia bangun dan mengatakan aku baik-baik saja. Aku berharap dia bisa bangun dan kami akan bertengkar lagi setelahnya karena dia tidak memenuhi janjinya.
Aku berdiri dari bangku dan mulai duduk di sisi ranjang, merapikan rambutnya yang selalu lembut dan lumayan berantakan.
Kusematkan ciuman di dahinya, berharap itu dapat memberi tahunnya bahwa aku disini, menunggu dirinya.
Tapi waktu terus berlalu, jam di tanganku terus melaju. Tapi dia serasa abadi di sore itu.
Aku mencoba bertahan menunggunya, melampirkan rasa kantuk setelah menangis dari tadi, tapi sulit bagiku sepertinya hingga terjatuh tidur dengan posisi terduduk di kursi yang sangat tidak nyaman.
Bahkan ketidak nyamanan itu tidak terlalu ku gubris agaknya. Dan aku merutuki diriku sendiri ketika bangun dan menemukan dia tidak ada disana.
" Kemana?" Tanyaku panik melihat Harry yang sudah duduk bersandar pada kepala ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Golden Time | Cedric Diggory
FanfictionJangan terjemahankan atau republish cerita ini dimanapun. Alur sesuai buku dan film. He is not dead. Maybe. Silahkan dibaca terlebih dahulu. 13+ •Tahun Keempat : Harry Potter and the Goblet of Fire. Dalam Tahun ini akan banyak kejadian menarik di...