R A H A S I A A R Z E N

25 1 0
                                    

Sore itu, rintik hujan memang sudah tak lagi deras, tapi tak urung tetap membuat rambut lembab dan jaket Arzen sedikit basah.

"Sori, Bang. Tadi nunggu reda dikit."sapa Arzen pada seorang laki-laki muda di depan mesin kasir.

"Yo!"sapa Hadian, teman tongkrongan Arzen sekaligus pemilik cafe. Hadian bukan anak SMA, dia anak kuliahan. Semester 6 dan merintis usaha cafe sejak 2 tahun lalu bersama kakak-kakaknya.

"Gue mulai hari ini ga papa nih, Bang? Udah telat tapinya."tanya Arzen cepat.

"Sans aja, Zen. Liat-liat dulu aja. Belajar."jawab Hadian dengan senyum melihat semangat teman yang juga dianggapnya adik ini.

"Jadi juga lo?"tanya cowok yang muncul dengan seragam pelayan cafe, salah satu kenalan Arzen juga, yang biasa dipanggil Val.

"Iya. Demi Buna."jawab Arzen dengan cengiran.

"Seragam lo udah gue siapin di belakang. Loker paling kanan ya."pesan Hadian.

"Oke, Bang. Thanks."

Arzen berlalu ke arah belakang cafe, melalui pintu khusus staf. Ada sebuah ruang ganti yang di depannya berjejer loker-loker kecil. Dia tersenyum menatap loker paling kanan yang ternyata telah tercantum namanya di pintu loker.

Hari ini rencananya Arzen akan memulai kerja paruh waktunya di cafe Hadian. Bukan selamanya. Hadian merekrut pekerja paruh waktu hanya untuk bulan September hingga Oktober. Khusus 2 bulan ini saja setiap tahun cafe akan banyak event dan ramai pengunjung. Kebetulan Arzen butuh uang ekstra untuk menyiapkan kado ultah Buna di bulan November nanti. Jadilah sekarang dia disini.

*

*

Selama sebulan ini Arzen bersemangat bekerja di cafe Hadian. Dan memang sesuai ucapan Hadian, cafe benar-benar sibuk dari pagi hingga malam. Shift Arzen sengaja diatur sepulang sekolah hingga pukul 8 malam saja. Tadinya Zen bersikeras ikut shift resmi hingga pukul 9 malam, tapi ditolak oleh Hadian mengingat Arzen masih anak sekolah yang harus belajar, mengerjakan PR, dan istirahat cukup. Sedangkan di hari sabtu-minggu, Arzen akan bekerja dari pukul 7 hingga 12 siang.

"Dari ngerjain tugas lagi?"

Suara Buna membuat Arzen yang sedang menunduk melepas sepatu, mendongak.

"Iya."jawabnya pendek.

Maaf, Buna.Batin Arzen. 

Secara terpaksa, Arzen harus berbohong pada Buna selama lebih dari sebulan ini. Mau gimana lagi, ini juga ada maksud baik.

"Besok ngerjainnya di rumah aja, Zen. Kamu tiap hari pulang malem, bukannya ga boleh tapi Buna tuh khawatir. Apalagi udah mulai musim hujan."ucap Buna panjang lebar.

Arzen menunduk. Sungguh ga bisa menatap mata Buna-nya. Takut ga sanggup bohong.

"Tapi besok tuh Arzen bukan nugas."

"Trus?"

"Latihan basket, Bun."

Buna menghela napas.

"Sampe malem?"

"Enggak sih, Bun. Habis latihan kan pengen jajan dulu ma temen-temen." 

Buna membelai belakang kepala Arzen yang menunduk.

"Ati-ati ya. Kalo capek jangan maksa."pesannya lembut, Arzen hanya mengangguk.

"Udah makan malem?"

"Udah, Bun. Zen ke kamar ya, mo mandi."pamitnya yang hanya diangguki Buna.

Kalo ditanya, apa Arzen ga capek selama 1,5 bulan ini kerja di cafe Hadian? Jawabannya jelas capek lah. Tapi tekad Arzen ingin membelikan hadiah istimewa Buna-nya mengalahkan egonya untuk mengeluh. Kado incaran Arzen adalah sebuah kalung dengan liontin berbentuk kupu-kupu yang dilihatnya di toko perhiasan yang lumayan terkenal di kota ini.

Ketos Cantik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang