K A D O

25 1 0
                                        

"Kok ga bilang kalo sakit?"

Suara itu terdengar melengking di telinga Arzen. Dijauhkannya benda pipih itu dari telinganya.

Tadi tanpa sengaja Arzen mengangkat telpon dari Dayu karena sebelumnya telepon dari Gala terputus. Dia pikir Gala menelepon lagi untuk melanjutkan obrolan, ternyata salah.

"Buat apa?"jawab Arzen setelah keadaan kembali hening.

"Kok buat apa. Ya aku kan pengen jenguk, pengen tau kamu udah baikan apa belum. Perlu dibuatin makanan apa."cerocos Dayu.

"Ga usah repot. Keluarga gue dah urus semua."jawab Arzen.

"Aku kan pengen repot buat kamu."kata Dayu berapi-api.

"Gue dah sembuh. Hari ini pulang."jawab Arzen, meski belum ada perkataan itu dari dokternya tapi dia merasa udah benar-benar sehat.

"Aku jemput ya? RS mana?"

"Udah ada yang jemput. Lo sekolah aja, ga usah mikir yang laen."

"Kamu cemas sama nilai aku?"ucap Dayu dengan nada manja.

Arzen memutar mata malas. Serba salah emang kalo ngomong sama Dayu. Tingkat pedenya yang ketinggian dan polosnya melebihi manusia normal lainnya.

"Nilai aku ga bakal turun, trus ya, aku tuh udah les dan pelajaran sampe akhir semester dah aku kuasai kok."

Bukan sombong, tapi Dayu memang diberikan fasilitas oleh ayahnya mempelajari lebih banyak dan lebih duluan dibanding apa yang diajarkan di sekolah.

"Iya, iya, lo jenius. Tapi lo ga ngerti-ngerti kalo gue omongin."balas Arzen.

"Yang mana?"

Arzen menghela napas, bersabar.

"Ga usah mikirin gue."

"Ish, siapa juga yang mikirin kamu. Aku kan suka kamu, bukan cuman mikirin."sahut Dayu cepat.

Arzen menatap sejenak layar ponselnya dengan mata memicing. Ngardus?

"Ini yang gue bilang, lo ga ngerti juga."balas Arzen.

"Aku ngerti kok. Tapi aku ga mau ikutin mau kamu itu. Aku maunya kamu sekali-kali dengerin aku, trus nurut. Trus aku bakal seneng banget seminggu ini."

"Kita temenan normal aja bisa kan?"

"Mmm... Bisa sih--tapi nanti."

"Kapan? Kenapa nunggu nanti?"

"Nanti kalo aku dah nyerah."

Ampun! Gadis ini memang sulit ditaklukkan. Tipe yang udah punya keinginan, maka harus dapat. Itu yang dipikirkan Arzen.

"Kok diem? Kamu capek ya?"

"Iya."jawab Arzen sekenanya. Dia udah malas mo ngomong. Setiap ucapannya bakal berbalik menyerang, mending diam.

"Oh, ya udah. Istirahat ya. Kita nanti ketemuan ya kalo kamu udah sehat."

"Hmm."

"Bye, Arzen. Cepet sehat ya."

KLIK!

Arzen meletakkan ponselnya di nakas dan merebahkan diri. Menatap langit-langit berwarna putih bersih. Berpikir.

Mungkin memang sebaiknya ga menghindar terlalu kuat. Semakin dihindari, gadis itu semakin ingin mendekat. Dan jelas gue bakal makin capek.

Tapi-- Tapi Naisha bakal salah paham. Gue lagi yang bakal repot.

Ketos Cantik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang