10

7.1K 703 43
                                    

"Misii, paketttt!!"

Ravenza yang awalnya sedang bermain ponsel, mendadak menoleh saat mendengar suara heboh diikuti dengan pintu ruangannya yang terbuka.

"Ohh, kalian." Esa yang baru saja keluar dari toilet langsung menghampiri para anggota Scorpio yang sepertinya datang untuk menjenguk Ravenza.

"Ini Za, buah untuk lo, kita juga ada beli roti, usulan dari Mario." Joan meletakkan makanan yang mereka bawa untuk Ravenza diatas lemari pasien.

"Ih gak usah repot repot padahal!"

"Gapapa Za, santai." Bintang mendaratkan bokongnya disofa. Disusul oleh yang lainnya.

"Eh kalian cuma berlima aja? Si Jevran enggak ikut?" tanya Esa setelah menyadari bahwa ketua Scorpio tidak ada bersama mereka.

Mendengar ucapan Esa, Ravenza sontak menatap satu persatu anggota Scorpio. Dahinya mengernyit tidak mendapat sosok ketua Scorpio itu. "Dia gak ikut?" gumam Ravenza dalam hati.

"Ho'oh! Dia ada urusan, jadinya kagak bisa ikut terus nyuruh kita kita aja yang pergi. Oh ya, itu buahnya Jevran yang beliin, dia nitip di kita sih tapi pake uang dia." jelas Regan. Esa ber-oh dan mengangguk paham.

Ravenza terdiam dengan bibir yang sedikit melengkung kebawah. Entah kenapa, Ravenza merasa agak sedih?

"Eh nggak! Ngapain gue sedih? Eh tapi... dia serius gak dateng kesini gegara ada urusan? Atau emang gak mau ketemu gue? Dihh! Gue ngapa jadi mikirin dia sih?! Gak bermutu banget! Duhh duhh pergi gak lo Jevran sialan!!" Ravenza menggeleng cepat dan memukul kepalanya beberapa kali, berusaha mengenyahkan Jevran dipikirannya.

"Eh Za lo kenapa?! Ravenza?!" Esa yang melihat kelakuan aneh sepupunya itu mendadak panik. Ia langsung menarik tangan Ravenza agar Ravenza tidak memukul kepalanya sendiri.

"Perlu panggil dokter gak?" tanya Mario.

Esa mengangguk cepat. "Iya boleh."

Mario menekan tombol Call Nurse yang biasa digunakan untuk memanggil perawat tanpa perlu repot repot keluar ruangan.

"Eh gue gapapa!" Ravenza berseru cepat. Ia benar benar tidak apa apa. Tindakannya tadi bukan karena sakit, melainkan karena mencoba mengusir Jevran yang mendadak hinggap dipikirannya.

"Sumpah! Gue beneran gapapa!"

"Telat Za, tuh perawatnya dah dateng." kata Juan menunjuk pintu ruangan yang terbuka. 2 orang perawat masuk dengan agak tergesa dan mendekati ranjang Ravenza.

Ravenza menghela nafas pasrah.

Ravenza kini sendirian diruang inapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ravenza kini sendirian diruang inapnya. Esa sedang pulang ke rumah untuk mengambil pakaian karena Ravenza masih akan menginap sampai besok, lusa baru ia akan dibolehkan pulang.

Mama Ravenza yang sedang ada pekerjaan diluar kota sengaja tidak mereka kabari karena tidak ingin membuat pekerjaan Mama Ravenza terganggu.

Kini sudah jam 7 malam, Ravenza hanya berbaring dan memainkan ponselnya sambil menunggu Esa kembali walaupun Esa baru pergi sekitar 10 menit lalu. Jarak rumah Ravenza dan rumah sakit memakan waktu sekitar 35 menit.

Pintu ruangan yang awalnya tertutup, perlahan terbuka, menampilkan sosok pemuda dengan jaket hitam yang disampirkan di bahu, dan kini berjalan mendekati Ravenza yang tampak termangu menatap kedatangan pemuda itu.

"Jevran?"

Jevran meletakkan jaketnya di sofa. Ia tarik kursi dan duduk disamping ranjang pasien, menatap wajah terbengong Ravenza yang membuat bibirnya tertarik membentuk senyum tipis.

"Jangan bengong, ntar kesambet, gue gak bisa ngerukyah lo."

Raut wajah Ravenza langsung berubah sinis. Ia memukul bahu Jevran, sang empunya hanya tertawa pelan melihat wajah kesal Ravenza.

"Lo ngapain kesini malem malem?"

"Emang gak boleh?" bukannya menjawab Jevran malah bertanya balik membuat Ravenza mendengus.

"Udah baikkan?"

Ravenza mengernyit bingung. "Apanya?"

Jevran berdecak. "Ya lo lah."

"O-oh, ya.. udah lumayan.."

"Kapan dibolehin pulang?" tanya Jevran, lagi.

"Lo kok jadi banyak tanya sih? Perasaan gue Jevran tuh orangnya gak banyak omong." Ravenza merasa sikap Jevran itu sangat aneh. Saat dirinya masih menjadi anggota Uranus, Jevran itu tidak banyak omong dan lebih banyak bertindak. Tapi kenapa saat ini Jevran jadi orang yang banyak bicara dan bertanya?

"Sama lo doang."

Ravenza terdiam, menatap Jevran yang juga terdiam setelah menyadari ucapannya. Keadaan ruang inap itu mendadak hening yang diliputi kecanggungan.

"Sorry, gue gak bermaksud gitu."

"Iya..."





[To Be Continued]

dikit aja ya wkwk, besok lanjut lagi

JEVENZA || JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang