15

6.8K 756 46
                                    

Esa dibuat keheranan melihat tingkah Ravenza. Bagaimana tidak dibuat heran? Sepupunya itu dari tadi malam bertingkah aneh, mendadak diam dengan wajah yang memerah, tapi tak lama ia menjerit seperti orang kerasukan, kemudian kembali diam dan menutup wajahnya yang memerah. Esa jadi takut jika Ravenza benar benar kerasukan.

Melihat tingkah Ravenza yang sudah semakin menjadi, Esa langsung menghampiri Ravenza yang kini menutup tubuhnya dengan selimut. Ia menarik selimut dengan paksa hingga membuat Ravenza menggerang kesal.

"Apasih! Jangan ganggu gue!"

"Wah beneran kesurupan nih anak. Ini keknya gue harus panggil ustadz nih! Eh tapi kan Ravenza kristen..." Esa tiba-tiba ngelag dengan pemikirannya sendiri.

"Apaan dah! Siapa yang kesurupan?! Lo tuh kali yang kesurupan!" ketus Ravenza, ia memperbaiki selimutnya yang kini sudah acak acakan.

"Lah kok jadi gue?! Jelas jelas yang dari tadi betingkah aneh tuh elo!"

"Stttt! Berisik! Udah sana jangan ganggu guee!" Ravenza menggerakkan tangannya di udara, membuat gestur mengusir Esa untuk pergi dari hadapannya.

Esa menghela nafas kesal. "Kurang sabar apalagi gue punya sepupu setan macem Ravenza." gumamnya pelan. Ia memilih keluar dari ruangan Ravenza dan mencari angin dari pada menghadapi Ravenza yang jika sakit menjadi begitu menyebalkan dan membuatnya darah tinggi.

Baru saja keluar dari ruangan, Esa mendapati Jevran dan Mario yang sepertinya baru datang.

"Mau kemana Sa?" tanya Mario, melihat Esa yang terlihat ingin pergi.

"Gak ada sih, nyari angin doang. Kalian mau jenguk Ravenza ya? Yaudah masuk aja, cuma tuh anak sekarang lagi agak gila, dari tadi tingkahnya aneh banget, gue jadi takut." kata Esa, membuat Mario tertawa karena melihat raut wajah Esa yang menurutnya cukup lucu saat berbicara.

"Temenin aja tuh." Jevran menyenggol lengan Mario dan menunjuk Esa dengan dagunya.

"Hah? Apaan?"

Jevran menatap Mario datar, yang ditatap menyengir kikuk, baru mengerti apa maksud dari sang ketua.

"Iyee iye. Yuk lah Sa gue temenin, biar Ravenza dijagain Jevran aja."

"Hah, oh.. ya.." Esa mendadak kikuk. Ia melangkah lebih dulu disusul oleh Mario. Jevran menatap kepergian keduanya, kemudian masuk kedalam ruangan Ravenza.

Ia dapat melihat Ravenza yang berbaring membelakanginya. Bibir Jevran menyinggungkan senyum tipis, ia menutup pintu dan menghampiri Ravenza.

"Ck! Ngapain lagi sih Sa?! Perasaan tadi lo udah kel—"

"Gue bukan Esa." Jevran bersedekap dada, menatap Ravenza yang kini juga menatapnya dengan raut wajah terkejut.

"Jevran?!!"

"Lo tuh kenapa sih susah banget dibilangin?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo tuh kenapa sih susah banget dibilangin?!"

"Issss! Diem deh! Gue bosen dirumah doang! Mending sekolah lah!" Ravenza memasang sepatunya dengan cepat, tidak menghiraukan Esa yang sejak tadi terus mencak mencak karena dirinya yang keras kepala ingin pergi ke sekolah padahal baru saja keluar dari rumah sakit.

"Lo tuh baru keluar dari rumah sakit, istirahat dulu lah!"

Ravenza berdecak, ia berkacak pinggang dan menatap Esa dengan garang. "Gak mau! Mau sekolah!"

"Ya Tuhan anak iniiii!! Pengen gue bejek bejek rasanya!!" Esa meremas tangannya gemas, menahan diri untuk tidak meraup wajah Ravenza.

Tinnn!!

Bunyi klakson motor membuat Ravenza dan Esa tersentak kaget, keduanya sontak menoleh pada pemuda yang kini turun dari motor dan melepaskan helm, kemudian menghampiri keduanya yang kini memperlihatkan raut wajah cengo.

"Jevran?? Lo ngapain kesini?? Arah sekolah lo kan beda arah?" tanya Esa keheranan.

Jevran menunjuk Ravenza dengan dagunya. "Mau ngeliat dia. Tapi lo ngapain pake seragam? Lo baru keluar dari rumah sakit, belum sepenuhnya sembuh."

Esa mengangguk cepat, sepertinya kedatangan Jevran kesini adalah penyelamat untuknya. "Jev tolong dong, nih anak keras kepala banget mau sekolah padahal kondisinya belum terlalu sehat, gue capek dari tadi ngomong sama dia gak didengerin!" adu Esa pada Jevran, Jevran mengangguk paham, mendekati Ravenza yang kini terdiam tak berkutik.

Jevran tak mengatakan apapun, ia hanya diam menatap Ravenza yang gelisah ditempat.

"G-gak usah natep gue begitu!" seru Ravenza panik, ucapannya agak terbata yang membuat Jevran semakin gencar membuat Ravenza takut.

Jevran tau, Ravenza kini takut padanya. Takut pada tatapannya yang memang dapat membuat siapapun tak bergutik.

"Sa, lo pergi aja, nanti lo telat. Tenang aja, gue pastiin Ravenza gak akan sekolah." ucap Jevran pada Esa.

"Bener nih??"

"Iya, udah sana."

"Esa!! Esaaa jangan pergi dulu!!" baru Ravenza ingin menghampiri Esa untuk menahan sepupunya itu yang kini sudah melangkah pergi menuju motornya, lengannya langsung dicekal Jevran.

Ravenza menggigit bibir bawahnya panik melihat Esa yang kini melambaikan tangan kearahnya dan melajukan motor matic nya.  Dalam hati Ravenza mengumpati Esa yang kini membuatnya terjebak bersama Jevran.

Ravenza menunduk, menghindari tatapan Jevran yang benar benar membuatnya tidak berkutik. Ravenza gelisah, ia tidak suka dengan tatapan Jevran yang seakan mengintimidasinya.

Ravenza mendongak, tanpa sadar menatap Jevran dengan tatapan melas dan bibir yang mencebik lucu. Bukan Ravenza sekali..

"Jev udah ih, gak usah natep gue begitu!" nada bicara Ravenza terdengar merengek, kakinya menghentak tanah dan tanpa sadar memegang tangan Jevran.

Jevran tentunya terkejut, namun ia pandai mengatur ekspresinya agar tidak terlihat gugup walau jantungnya kini berdegup kencang dan mati-matian menahan diri untuk tidak tersenyum.

"Gak usah sekolah, lo tuh baru sembuh, dengerin omongan Esa. Lagi pula, apa yang lo incer disekolah? Mau ketemu Bara?"

Ravenza menggeleng cepat. "Enggak lah! Gue gak mau ketemu Bara, ogah banget! Gue.. cuma males aja sendirian dirumah, apalagi Esa pulangnya lama."

"Tidur aja, gak usah ngelakuin apapun. Lo belum sehat sepenuhnya." kata Jevran, Ravenza mendengus sebal.

"Lo pulang jam berapa?"

"Sama kayak sekolah lo."

"Isss!" Ravenza berdecak dengan bibir yang mendadak manyun, ia menghentak kecil kakinya pada lantai teras rumahnya dan menatap Jevran yang lebih tinggi darinya dengan berkacak pinggang. Jevran tidak mampu lagi menahan kekehannya, benar benar gemas pada tingkah pemuda didepannya.

"Kenapa emang? Mau ditemenin?"

"Iya—EHH!!"













[To Be Continued]

ngebayangin renjun manyun sama ngehentak kaki didepan jaemin, terus jaemin nya gemes langsung kecup pipi renjun berkali kali  😭

JEVENZA || JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang