I'm Angel

15 4 0
                                        

"Luas juga. 30 orang dan satu orang satu bangku," Gumam Anya ketika menjelajahi setiap sudut kelas 1B.

Kelas umum Atlet Melawa, alias kelas pendidikan pengetahuan umum untuk para atlet, juga luas. Bisa muat 40 orang, namun satu meja dia kursi. Kelasnya juga mirip. Meja guru, papan tulis spidol, layar LCD dan beberapa ornamen lainnya. Hanya saja disini lebih bagus.

Tapi baguslah kalau duduk sendiri seperti ini. Soalnya, sedari tadi tak ada yang menyapa Anya. Jangankan menyapa, justru mereka malah bergosip hal jelek tentang dirinya dengan suara keras.

"Berani banget ya si Angel datang ke sekolah."

"Ya enggak lah! Dia kan nggak sekolah 2 minggu, pasti dia ngurung diri."

"Bisa-bisa nya sekolah nggak ngluarin tuh anak.. Udah murahan, psikopat lagi! Gimana kalau kita korban selanjutnya?"

"Yah, yang namanya duit semua bisa dibeli! Termasuk harga diri!"

Gendang telinga Anya serasa mau pecah. Kenapa mereka begitu jahat kepada Angel? Apa yang telah Angel lakukan sehingga sebegitu buruk citranya?

Mengabaikan pesan Lona yang harus sombong, Anya memilih untuk menunduk. Ia mulai membuka buku paket pelajaran. Walaupun tak mengerti, setidaknya buku pelajaran lebih menarik daripada ocehan mereka.

Harusnya ia memaksa Angel untuk menceritakan semuanya?

Anya yang diperlakukan seperti ini saja sakit hati, apalagi Angel kan.

Masih dengan bisik-bisik para siswi, seorang guru paruh baya perempuan masuk kedalam kelas. Semuanya kalang kabut untuk duduk di kursi masing-masing.

Anya yang duduk tepat didepan meja guru tersontak kaget ketika guru tersebut menatapnya sinis. Apakah ia melakukan kesalahan? Atau seragamnya ada yang salah?

"Angel, masih ingat sekolah kamu?" ujar sinis guru tersebut.

Sayup-sayup Anya mendengar kikikan puas dari beberapa siswa. Kurang ajar! Disaat seperti ini otaknya tak bisa diajak bekerja sama.

"Kenapa diam? Sudah puas liburan nya?" lanjut guru tersebut.

Dengan gugup, Anya menjawab. "Maaf bu. Saya sakit dan lupa kasih tahu."

"Sakit apa sakit! Palingan juga check-in sama cowok lain!" Seru salah satu siswi yang berada tepat disamping kanan Anya.

Dengan penuh emosi, Anya menggebrak meja dan menatap siswi tersebut. "Jaga ya mulut lo! Gue beneran sakit!"

"Yah, siapa tahu kan! Lagipula, sakit apa sampai dua minggu?" jawab siswi itu sangat santai.

"Sudah! Sudah! Ayo kita mulai pelajaran nya!" lerai si guru. Ia pun membuka buku paket. "Buka buku paket halaman 35! Kita bahas soal terlebih dahulu."

Siswi tersebut tersenyum puas dan menjulurkan lidah mengejek. Anya hanya bisa mengeram kesal sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Belum ada satu jam Anya menginjakan kaki di Semenat Kota Melawa, sudah banyak masalah. Padahal Anya sedari tadi diam. Haruskah ia melawan?
.
.
.
.
.
Seperti sampah masyarakat, Anya benar-benar dikucilkan.

Bahkan ketika di kantin. Tidak ada yang mau satu meja dengan nya, bahkan Anya sudah minta secara baik-baik. Katanya najis ketika berdekatan dengan Angel alias Anya ini. Yang benar saja!

"Apa gue harus ke kelas ya biar bisa makan?" gumam Anya.

Tiba-tiba saja Anya mendapati sesosok cowok yang dia ingat. Mateo. Dia tengah duduk bersama dua teman cowok nya. Ada 4 kursi saling berhadapan dan satu nya lagi kosong, pas sekali, walau harus melawan takut ketika berada di tengah-tengah laki-laki.

Dengan langkah ragu, Anya mendekati ketiga pemuda tersebut. Dengan senyum lebar, Anya menyapa. "Sorry, gue duduk disini ya!"

Mateo. Pemuda tampan dengan rambut hitamnya, hidung mancung, serta mata tajam membuat Anya ciut. Tubuhnya sudah berkeringat dingin karena ditatap sedemikian rupa.

"Biasanya juga langsung duduk Ngel!" celetuk salah satu teman Mateo.

Tanpa meminta persetujuan lagi, Anya duduk disamping kursi Mateo yang kosong. Mengabaikan tatapan tajam dari pemuda tersebut, Anya mulai mengaduk-aduk makanan yang ia bawa tadi.

"Gue pikir elo udah mati," ucap Mateo kurang ajar.

Anya berdegem dan terus saja mengaduk nasi yang ada didapan nya. "Sayangnya gue masih hidup. Sayang, harapan lo nggak terkabul."

Mateo diam tak menjawab. Cowok itu memilih untuk makan. Benar-benar tak perduli.

Mau Mateo atau Gio sama saja! Sama-sama menyebalkan! Apa itu sikap kepada pacar sendiri? Menyumpahi mati?

Tapi setidaknya tidak ada adegan-adegan romantis yang membuat bulu kuduk Anya berdiri. Lebih baik memang seperti ini, tapi tetap saja rasanya kesal.

"Eh Angel! Dua minggu kemarin kemana aja? Si Mateo kangen tuh!" tanya teman Mateo usil.

Sedangkan Mateo sendiri melotot. Ia menginjak kaki temannya itu hingga mengaduh kesal.

Anya menghentikan makan nya lalu menatap orang yang menanyai nya. "Gue ada kok. Di rumah."

Bohong. Anya tak tahu Angel pergi kemana saja selama dua minggu hingga ke kota Zerka. Selain itu, Angel juga susah untuk diterka karena wajah sombongnya. Bisa jadi kan orang itu ke tempat seperti diskotik sebelum ke kota Zerka.

"Gue kira elo beneran check-in di hotel," lanjut orang itu terbahak.

Anya menghela napas panjang. "Mau gue bilang healing pun orang mikirnya gue ke tempat aneh. Mana ada orang yang percaya sama gue."

Nasi di nampan Anya masih setengah, namun nafsu makan nya sudah menguap entah kemana. Gadis itu memutuskan untuk mengemasi sisa-sisa makanan yang ada.

"Makasih udah ngizinin gue makan disini," kata Anya lesu. Ia berdiri lalu pergi dari sana.

Orang yang sedari tadi tak bersuara langsung mengeplak bahu temannya. "Elo sih! Marah kan dia! Kalau ngomong tuh di filter!"

"Ya gue kan cuma nanya. Kenapa kudu marah kalau nggak bener?"

"Ya itu namanya nyinggung perasaan! Ya nggak Mat!"

Mateo sedari tadi terus memperhatikan Anya ketika pergi melangkah. Laki-laki itu merasa ada yang salah dari pacarnya itu. Dimana hawa sombong dan tidak enak dari seorang Angel Princesa Gustav?

"Dia ngomong terima kasih."

"Apa Mat?"

"Angel nggak mungkin bilang terima kasih!"
.
.
.
.
.
.
Golden and Blue.
By assitami.

Sebelum lanjut, jangan lupa tap bintang dulu. Terima kasih.

Tbc

Golden and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang