Roza Patricia!

15 4 0
                                    

Anya memang bodoh dalam hal belajar. Matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah, dan lain-lain. Ia hanya pintar dalam bidang olahraga. Power, strategi, taktik permainan bulutangkis menjadi keahlian Anya. Mungkin beberapa olahraga seperti voli dan basket juga dikuasai oleh Anya, walau tak sejago saat bermain bulutangkis.

Tapi satu lagi yang Anya bisa. Menyanyi.

Pernah ia mencoba mengamen disudut kota dan mendapatkan banyak uang. Tapi sayang, ia diusir oleh pengamen yang mengklaim tempat itu miliknya. Karena kalah jumlah, Anya memilih menghindar daripada dikeroyok.

Ketika masih di panti asuhan, Anya suka mencuri dengar lagu-lagu radio yang diputar oleh ibu panti. Entah kenapa ia bisa mengingat lirik lagu lebih cepat dibanding menghapal rumus matematika. Bahkan Anya sering meniru nya.

Seperti sekarang. Anya menyanyi dengan sapu ijuk sebagai pengganti gitar. Suara bagusnya menjadi rusak gara-gara genjrengan asal sapu ijuk.

"Kau begitu tega!!!" teriak Anya lalu terbatuk-batuk karena tersedak liurnya sendiri.

Gadis itu menepuk-nepuk dada nya hingga lega. Untung saja ia menyanyi di taman samping rumah. Di jam sore segini, orang-orang rumah akan pergi entah kemana dan taman yang paling sepi.

Coba kalau ada tukang kebun keluarga Gustav melihat Anya. Pasti ia akan memanggil pengusir arwah karena Anya dianggap kerasukan. Yah, kalau tukang kebun itu berani sih.

Disaat Anya tengah menyanyi seperti orang gila, Lona datang sembari mengelus dada prihatin. Dirinya memang harus banyak bersabar menghadapi kelakuan nona palsunya itu.

"I love you baby, akh!" ketika Anya sudah enak-enak mengambil nada, Lona menampar bahunya membuat gadis itu terkejut.

Bukannya meminta maaf, Lona memasang wajah jengah nya. "Bisakah kau berhenti bertingkah seperti orang gila? Aku yang melihat nya saja ikut gila."

Tak marah, Anya memasang wajah tengil. "Itu salahmu. Siapa yang menyuruh buat melihat? I just enjoy my leaf!"

"Life! Bukan leaf! Beda arti!"

"Lah udah ganti ya?"

Lona menghela napas. Kali ini ia memilih menurut dengan Anya lalu mengajaknya untuk duduk bersama dibangku taman. Bahkan ia tak perduli ketika Anya masih saja membawa sapu seperti membawa gitar, jelas-jelas sangat menggangu.

"Kau ini! Bukannya mencari cara untuk putus dengan Chiko, Mateo, Gio, atau Zavier malah nyanyi-nyanyi seperti orang gila. Bisa tidak sih fokus!" geram Lona.

Anya mengerucutkan bibir nya kesal. "Aku tuh setres tau! Mereka tuh menyebalkan! Bagaimana coba mutus mereka semua kalau sedikitpun aku tak tahu tentang mereka?"

Benar! Ini sudah hari keempat, tapi satupun informasi Anya tak dapat. Bahkan Chiko yang katanya paling bucin tidak menampakkan batang hidungnya. Gio? Dia seperti hantu, datang dan pergi sesuka hati. Mateo sering memasang wajah jijik dan dingin sehingga Anya takut untuk mendekat. Zavier? Sama dengan Chiko, batang hidungnya tidak terlihat. Atau memang sengaja menghindar.

Lona berdecak malas dengan alasan Anya. "Itu kau saja yang malas mencari informasi. Nona Angel saja bisa mengajak jalan Mateo yang seperti tembok berjalan. Kau saja yang payah!"

"Enak saja! Kau tidak lihat selama ini aku berusaha? Usaha ku sangat besar kau tahu!" kesal Anya.

Lona berdegem lalu menceritakan sesuatu. "Nanti nyonya Bianca akan kemari. Jadi kau harus menyambut nya dengan ceria walau diabaikan nantinya."

Anya mengerut tidak mengerti. "Diabaikan? Bukankah Bianca itu ibunya Angel?"

"Aku juga yang tidak tahu. Jangan banyak bertanya! Kau disini untuk gantikan nona Angel sebentar saja, jangan banyak tahu!" tegas Lona.

Memang aneh. Bagaimana bisa menggantikan kalau tidak tahu sedikitpun tentang Angel? Seharusnya ia memaksa nona sombong itu untuk banyak berbicara! Kalau seperti ini bagaimana coba? Tidak ada yang ada dipihak Anya.

Lona melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangan kiri. "Oh sekarang! Dia seharusnya sudah sampai! Dan singkirkan sapu itu!"

Setelah melempar asal sapu yang daritadi menjadi gitar dadakan, Lona langsung menyeret Anya untuk ke pintu depan utama.

Ketika hampir sampai, Lona berjalan dibelakang Anya lalu menunduk dengan hormat. Seperti ia lakukan bersama Angel. Ternyata, didepan ada kurang lebih 6 pembantu yang menyambut Bianca.

"Pantes aja. Dasar pencitraan!" cibir Anya dalam hati ketika melihat kelakuan Lona.

Disini Anya menunjukkan akting sombongnya ketika berpapasan dengan pembantu yang lain. Dagu terangkat tinggi dengan mata sinis. Bahkan ia tak menanggapi sapaan pembantu yang lain.

Bukan apa-apa. Ia hanya malas kalau Lona mengoceh lagi. Mana ocehannya pasti berulang dan membandingkan dengan Angel.

Tak lama. Sebuah limosin hitam terparkir sempurna didepan jalan pintu masuk. Buru-buru para pembantu mendekati nya, kecuali Anya dan Lona. Mereka ada yang membuka bagasi dan membawa banyak koper, sisanya membukakan pintu bagi sang nyonya besar.

Mata Anya membulat ketika melihat sosok nyonya besar keluarga Gustav. Tak salah lagi! Itu Roza Patricia!

Roza Patricia adalah penyanyi kesukaan ibu panti Anya dulu, mungkin Anya juga suka. Mereka selalu mendengarkan suara merdu milik Roza Patricia. Hanya di radio dan beberapa tayangan konser di televisi.

Tidak bisa dipercaya kalau idolanya berada sangat dekat. Wajahnya sangat cantik, rambut bergelombang pirang, dan juga badan proporsional seperti seorang gadis. Sangat mempesona!

Lona langsung menyenggol Anya untuk segera sadar karena Roza Patricia mendekat. "Jangan lupa bilang Mommy!" bisik Lona.

Dengan senyum mengembang, Anya mendekati Roza Patricia. "Mommy! Mommy apa kabar! Aku kangen!"

Roza Patricia hanya memandang Anya lalu kembali berjalan kedepan. Mengabaikan Anya.

Gadis itu kaget luar biasa. Ia tak pernah tahu kalau idolanya itu sangat sombong! Mungkin benar apa kata pepatah. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Roza Patricia dan Angel memang sama-sama sombong.
.
.
.
.
.
.
Golden and Blue.
Story by assitami.

Like part ini sebelum ke part selanjutnya.

Tbc

Golden and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang