Aku Anya

13 4 0
                                        

"Daddy gue tuh kayak nggak nganggep gue anak. Nengok aja kayak najis banget. Padahal gue udah manis didepan dia."

"Mungkin dia gengsi Ngel. Lo bisa hidup mewah karena dia sayang sama lo kan."

Mungkin Anya sekarang sudah mengerti kata-kata Angel.

Dilihat dari samping, seorang Amando Gustav memang sombong. Aura angkuh khas orang kaya sangat terasa. Mengintimidasi dadi segala sudut.

Ditambah dia tidak peka sebagai seorang ayah. Mungkin dia masih belum sadar kalau dirinya itu laki-laki anak satu dan mengira masih bujang.

Yah, mungkin saja itu hanya khayalan nya Anya.

"Terakhir kali daddy main golf kapan?" tanya Anya basa-basi.

Tak menjawab. Amando hanya diam menatap lurus jalanan, dirinya kini sedang menyetir. Karena tak mendapat jawaban, Anya memilih bungkam. Takut dimarahi.

Sungguh berat berada disamping orang-orang keluarga Gustav. Keluarga tembok berjalan.

Mobil yang dikendarai Amando mulai memasuki pelataran bangunan seperti hotel. Anya hanya bisa memandang binar tanpa bersuara. Apa ini tempatnya? Atau ini bagian depannya saja?

Setelah berhenti dengan sempurna, Amando menyuruh Anya untuk segera turun bersamanya. Anya dan Amando disambut oleh laki-laki berumur sekitar 40 tahunan setibanya dua orang itu turun.

"Amando! Ku kira tak datang!"

"Aku datang Wiliam."

Wiliam Blenski. Menurut informasi dari Lona, dia adalah ayah dari Mateo. Dirinya nampak hangat menyapa Amando dan juga menyapa Anya. Wajahnya tak sedingin Mateo. Apa benar mereka anak dan ayah? Anya jadi ragu.

"Oh iya Angel. Kau putus dengan Mateo?"

Bagai tersambar petir, mendapatkan pertanyaan tersebut membuat Anya tak berkutik. Apa yang harus dijawab?

"Apa Mateo jahat kepada mu?"

Anya menggeleng cepat. "Dia baik! Terlalu baik. Karena itu saya tak mau menyakiti nya terlalu jauh. Dan mungkin mau melakukan hal sendirian."

William nampak paham. Sementara Amando nampak aneh dengan sikap putrinya itu. Segar diingatan nya, Angel memaksa Mateo agar bisa menjadi pacarnya walau sudah punya kekasih yang lain, tak mau ribet Amando hanya menurut. Tapi kali ini berbeda. Ada apa?

"Tapi kalian masih berteman kan? Soalnya Mateo ikut kali ini," ungkap William membuat Anya kikuk.

"Tentu saja! Kita teman! Apalagi kita satu sekolah!"

William sedikit bercerita tentang hotel dengan fasilitas golf mewahnya itu. Bagaimana koleganya merasa puas dengan golf nya dan ingin keluarga Gustav merasakannya.

Anya menyimak dengan antusias. Sesekali ia bertanya tentang golf dan ternyata ada lomba untuk para pecinta golf. Sangat menarik! Anya menjadi tidak sabar untuk langsung bermain.

Lapangan golf berbeda-beda, tapi jauh lebih besar dibandingkan lapangan sepak bola. Anya tak berhenti berbinar ketika sampai di lapangan golf dibelakang gedung hotel.

"Ayah! Aku sudah membawa stik nya," sebuah suara yang menyebalkan ditelinga Anya. Ia menoleh, Mateo berjalan dengan dua perempuan cantik membawa troli peralatan golf.

Caddy. Orang yang bertugas membawakan peralatan para pemain golf dan juga mengajari pemain pemula. Itu yang Anya tahu.

"Terima kasih Mateo. Kau juga ikut main kan?"

Mateo hanya mengangguk sebagai jawaban. Permainan dimulai. Anya menyerobot mendekati caddy untuk tahu bagaimana cara memainkan golf yang benar.

Sementara caddy yang satunya membantu Mateo, Amando, dan Wiliam untuk bermain. Caddy yang membantu Anya malah mendesah iri melihat temannya itu.

Anya menyikut si caddy dan bertanya tak sabar. "Ini posisinya bagaimana? Kalau gue salah posisi, kepala lo bisa kena!"

Si caddy memasang senyum palsunya. "Iya kak. Jadi kakak posisi nya seperti ini." Ia memegang tubuh Anya, memperbaiki posisi dalam memukul golf.

Setelah menemukan posisi yang pas, bola pun sudah diletakkan dengan benar, Anya memukul sekuat tenaga hingga bola kecil itu menghilang tak terlihat. Si caddy pun terkesima melihat pukulan Anya.

"Jauh sekali!"

"Itu kemana ya?  Ayo kejar!"

Mateo menghentikan caddy yang membantu Anya. "Tidak usah. Aku saja."

Anya melongo. Apalagi Mateo seenak jidat menarik tangannya sembari membawa stik ditangan yang lain. Meninggalkan si caddy yang kegirangan bisa terlepas dari Anya.

Dengan sedikit keberanian, Anya melepaskan tangan Mateo setelah dirasa cukup jauh dari pandangan Wiliam apalagi Amando. Ia mengelus tangan bekas dipegang oleh Mateo.

"Kenapa? Sok akrab!" kata Anya ketus.

Dengan kalem, Mateo membawa stik golf dipundak nya. "Emang kenapa? Gue kan mau kenalan sama pacara palsu gue."

Anya memandang Mateo sengit. "Ngapain? Mau gue pukul?" ia ancang-ancang hendak memukul kepala Mateo dengan stik yang ia bawa.

Tapi dengan santai cowok itu menurunkan stik Anya. "Santai. Gue minta maaf karena udah nyinggung lo kemarin." Mateo mengangkat tangannya mengajak salaman. "Gue Mateo Blenski, anak Semenat Kota Melawa, kelas 2."

"Anya Chelzea. Anak yatim piatu daerah Itya," balas Anya tanpa menjabat tangan Mateo. Cowok itu menurunkan tangannya, agak kesal tapi tak masalah.

"Terus, kenapa lo bisa sampai di Melawa?"

"Ya karena tukeran sama Angel! Masa gue mau nemuin elu!" balas Anya ngegas. Mana mungkin juga dia bilang anak Asrama Atlet Melawa. "Ada lagi?"

Mateo menggeleng pelan. "Lo tuh nggak mirip sama Angel, walau muka kalian sama, elo keliatan kampungan nya."

Seperti ada panah yang menembus dada Anya. Pernyataan Mateo tak bisa dibantah. Apa dia melihat Anya memandang takjub mobil yang lewat di Semenat Kota Melawa?

"Kampungan, bego juga. Elo kemarin dapat 30 di ulangan kimia. Padahal Angel nggak pernah mendapatkan nilai dibawah 80."

Lagi-lagi kebanjiran fakta. Nilai ulangan kemarin itu karena udah belajar sekuat tenaga, bahkan semalaman. Mana dia tahu kalau jawabannya salah?

Anya mengeram kesal. "Elo ngatain gue bego? Emang lo tuh ngajak ribut banget! Kalau nggak Terima gue gantiin Angel, nggak usah hina gue!"

"Gue Terima kok. Bilang sama si Angel, walau nggak langsung, gue Terima putus dari dia."

"Lha terus ngapain lo hina gue?"

"Gue cuma seneng liat lo kesel aja."

Seperti gunung meletus, amarah Anya tak bisa dibendung. Dengan sekuat tenaga, Anya menendang kaki Mateo setelah itu pergi dari sana. Ia sudah tidak perduli lagi dengan bola golf itu.

Mateo mengerang kesakitan sembari memegangi bekas tendangan Anya. Siapa dia? Kenapa tendangannya seperti banteng? Sakit sekali!

"Padahal lucu aja lo marah. Beda sama Angel."

Gadis itu memilih mencari keberadaan Amando dan Wiliam. Ketemu! Tak berapa jauh dari tempatnya bersama Mateo. Bersama para caddy dengan senyum cerah. Dasar, padahal dengan Anya tidak tersenyum seperti itu.

Salah satu caddy menawarkan sebotol air putih dengan malu-malu kepada Amando. Tak tahan dengan sikapnya, Anya datang dan merebut botol air itu. Dirinya juga haus!

Tapi ada yang aneh. Ketika dibuka, kenapa bau nya menyengat?

"Bau sekali! Air apa ini!" pekik Anya lalu menutup kembali botol yang ia bawa. "Pasti kau mau meracuni daddy aku kan?"

Si caddy gelagapan. "Eh, mana ada!"

"Mana ada mana ada. Daddy, dia tidak berbuat kriminal kan?"

Suara menggebu Anya dan sikap protektif nya terasa lucu dimata Amando. Hei, sejak kapan anaknya bisa selucu ini? Ia menjadi penonton saja, menonton kebrutalan Anya menghadapi si caddy.

Ekspresi yang tak bosan untuk dilihat.
.
.
.
.
.
Golden and blue.
Story by assitami.

Tbc

Golden and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang