Hari kelima

15 4 1
                                    

Hari kelima, Mateo, Chiko, dan Rachel. Kombo yang luar binasa!
.
.
.
.
.

Seperti mendapat rezeki nomplok. Anya mendapat telpon dari Hazel. Kata Hazel, ia memaksa Angel untuk memberi nomer agar bisa menghubungi Anya. Seperti angin segar, Hazel sudah pasti mengerti apa yang dirasakan oleh Anya.

"Zel gue hampir gila disini!" tangis Anya mengadu.

Suara Hazel terdengar menangis. "Juga juga disini. Gue kepikiran elo terus! Mereka memperlakukan elo baik kan?"

Anya tetap menggeleng walau tahu Hazel tidak melihat nya. "Mereka marahin gue Zel. Mereka ngomong seakan ini salah gue, padahal gue nggak tahu apapun. Nggak adil!"

"An! Asal gue bisa bantu elo!"

"Gue sendiri juga bingung Zel. Cari info, info gimana? Si Lona tuh sinis banget ke gue! Apalagi para pacarnya si Angel, parah semua!"

"Ngomong-ngomong soal pacarnya si Angel, elo nggakpapa kan?"

"Sejujurnya enggak Zel. Gue sendiri masih suka gugup."

Terdengar kalau Zel meringis gemas. "Elo takut sama cowok. Tapi elo sendiri malah nyemplungin diri ke kandang buaya."

Anya mengerang. "Ya gimana lagi! Gue nggak mungkin biarin paman lo masuk penjaga! Lagipula gue juga mau jadi orang kaya."

"Anya!"

"Lagipula nggak semua cowok juga. Coach Jefri juga baik. Gue cuma mau putus, bukan nikahin mereka. Gue yakin semuanya akan baik-baik saja. Soal Lona dan keluarga Gustav, gue bakal coba bertahan sampai selesai."

Mendengar suara mantap Anya, Hazel menghela napas berat. "Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungin gue. Gue sekarang di GOR umum buat ngawasin Angel."

Anya tersenyum. Seharusnya sekarang Hazel menyusul orang tuanya yang baru pindah rumah. Tapi ia rela tidur di GOR umum untuk membantu Anya mengawasi Angel. "Makasih Zel."

"Nanti gue hubungi lagi."

Sambungan telepon diputus oleh Hazel. Anya menghela napas ketika menatap smartphone milik Angel yang sudah berganti wallpaper.

"Anya! Ayo kita harus berangkat!" seru Lona ketika masuk kedalam kamar milik Angel.

Anya menghela napas berat. Lona berlagak tidak terjadi apa-apa kemarin. Minta maaf pun tidak. Anya harus bisa menahan diri lagi agar tidak merusak hari.
.
.
.
.
.
Anya hanya memandang lurus jalanan yang dilalui menuju Semenat Kota Melawa, sementara Lona mengendarai dengan kalem. Keduanya duduk berdampingan tanpa ada yang berusaha membuka obrolan.

Belum ada setengah perjalanan. Tiba-tiba mobil yang dikemudikan Lona berhenti. Lona mengeram kesal dan mencoba menyalakan mobil.

"Kenapa?" tanya Anya penasaran.

"Sepertinya ada yang tidak beres." Lona pun keluar dari mobil dan diikuti oleh Anya.

Asisten dari Angel itu membuka kap mobil. Seperti profesional, Lona meraba-raba bagian mesin untuk mencari apa yang sedang terjadi.

"Gimana? Udah bisa?" tanya Anya.

Lona menghela napas lalu menatap Anya. "Aku tak paham. Aku tak tahu apa yang rusak."

Anya melongo kaget. Ia kira Lona bisa membetulkan mobil. Ternyata hanya gaya semata. "Terus ini bagaimana? Oh, aku bolos ya!"

"Jangan ngomong aneh-aneh! Tidak ada kata bolos! Aku akan mencari cara yang lain." Lona melihat arah sekitar dengan panik. Ia tak mau Anya telat apalagi bolos, bisa-bisa Bianca akan mengamuk lagi.

Ditengah kepanikan Lona dan santainya Anya, sebuah motor datang dan berhenti didepan mereka. Motor sport tinggi berwarna merah hitam dan pengendara nya mengenakan helm full face. Ketika kaca helm itu dibuka, Anya tak bisa menyembunyikan rasa terkejut nya.

Mateo. Cowok itu datang dengan wajah dingin dan angkuhnya. Sial!

"Kenapa?" tanya Mateo ketus.

Dengan gugup Anya menjawab. "Mobil gue mogok. Nggak tau harus gimana." Ia pun menyengir diakhir.

Mateo menghela napas berat. "Yaudah. Ayo naik!"

"Ha?"

Lona menyenggol Anya agar tidak terkejut berlebihan. Dengan kikuk Anya berjalan mendekati Mateo. Dengan senyum terpaksa, Anya menatap Mateo takut.

"Jangan kepedean. Gue cuma nggak mau bokap gue marah gara-gara nelantarin elo!" ucap Mateo membuat Anya mengangguk patuh.

Dengan sedikit bantuan dari Mateo, Anya bisa menaiki motor sport tinggi tersebut. Setelah memastikan Anya duduk dengan aman, Mateo melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Lona yang melihat itu hanya tersenyum tipis. Masalah mengantar Anya sudah beres, sekarang tinggal memikirkan cara untuk membetulkan mobil mewah milik bos nya itu.

Angin pagi ternyata terasa dingin. Anya menyesal tak membawa jaket karena tak tahu kalau harus naik motor. Apalagi angin terus saja menabrak wajahnya dan menerbangkan rambut.

Anya juga mati-matian menjaga keseimbangan tubuh. Ia tak bisa berpegangan dibagian motor atau berpegangan ke Mateo. Takut cowok itu marah lagi.

"Muka gue serem ya?" tanya Mateo.

"Apa?" Anya maju lebih dekat. "Gue mggak denger!"

"Muka gue serem? Dari kemarin elo kayak ketakutan liat gue!" kini Mateo mengeraskan suaranya.

"Iya! Gue takut! Saking takut nya, gue mau putus sama lo!" canda Anya.

"Yaudah, ayo putus!"

Anya mengerjab kaget. Apa karena angin terlalu kencang membuat kuping Anya budeg? Ayo putus? Nggak salah?

Anya tersenyum lebar. "Beneran putus? Kita putus loh ya ini!"

"Iya. Sesuai yang lo minta."

Anya tersenyum lebar sambil ber'yes' ria. Tak tahu kalau memutus Mateo semudah ini. Tahu begitu kenapa tidak dari awal!

"Elo nganggep gue pacar atau bukan gue nggak perduli. Selama ini gue nggak anggap elo pacar," sambung Mateo yang membuat Anya seketika terdiam.

Dan seketika berpikir. Jadi Mateo tidak menganggap Angel pacar, tapi sebaliknya Angel lah yang menganggap Mateo pacar. Tapi kenapa Mateo nurut saja dengan Angel?

"Elo nggak boleh ngadu aneh-aneh ke bokap nyokap gue. Paham?"
.
.
.
.
.
.
Golden and Blue.
Story by assitami

Like part ini biar author semangat.

Tbc

Golden and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang